tag:blogger.com,1999:blog-39820743344055472712024-03-05T08:48:45.112-08:00al islamHIDUP MULIA ATAU MATI SYAHIDghozinhttp://www.blogger.com/profile/09190111902987610755noreply@blogger.comBlogger10125truetag:blogger.com,1999:blog-3982074334405547271.post-30620285558966067922009-05-02T03:07:00.001-07:002009-05-02T03:09:41.623-07:00Ikut Mayoritas atau Minoritas ???Ikut Mayoritas atau Minoritas ?<br /><br />Pada saat ini, banyak kebenaran, kesederhanaan, ketulusan dan keikhlasan kaum Muslimin dilabeli sebagai “minoritas” atau tepatnya “minoritas ekstrim”. Sebagian orang telah benar-benar menjatuhkan dirinya pada suatu tingkatan dengan memasukkan haraam ke dalam halal berdasarkan apa yang mayoritas orang-orang katakan. Apakah ini tertolak dalam Islam? Haruskah kita mengikuti apa yang mayoritas orang-orang percayai dan ikuti, atau kita harus tetap berdiri di atas haq (kebenaran), meskipun tidak banyak yang mengikutinya?<br /><br />Sejak kita menjadi seorang Muslim (orang-orang yang patuh), menjadi penting (dan faktanya adalah sebuah kewajiban) bagi kita untuk merujuk kembali kepada Al-Qur’aan dan As-Sunnah dan lihatlah apa yang tuhan kita telah katakan tentang masalah ini. Allah (swt) berfirman dalam kitabnya:<br /><br />وَإِنْ تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الأرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلا الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلا يَخْرُصُون<br />َ<br /> “Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah).” (QS Al An’am 6 : 116)<br /><br />Ayat ini sangat jelas dan tegas bagi kita untuk memperhatikannya. Allah (swt) menginformasikan kepada kita bahwa mayoritas dari orang-orang tidak bisa diikuti tetapi itu hanyalah dugaan dan mereka tidak lain hanyalah pembohong. Ayat ini membasmi segala gagasan atau konsep yang melibatkan kebolehan, kepuasan, kesenangan orang-orang mayoritas di muka bumi. Selanjutnya, orang-orang yang mengatakan bahwa kami (orang-orang Islam) tidak menghadirkan mayoritas dari orang-orang dan bahwa kami adalah minoritas, kita harus berani untuk mengatakan kepada mereka, tentu saja! mayoritas adalah sesat dan mayoritas akan masuk ke dalam neraka.<br /><br />Kebenaran tidak bersama mayoritas dan ini adalah sesuatu yang sangat penting untuk diketahui orang-orang yang berada dalam petunjuk Allah (swt). Kita mengetahui kebenaran dari nash (Al-Qur’an dan As-Sunnah -teks wahyu) dan tidak oleh perkataan mayoritas. Faktanya, syaitan telah berjanji kepada Allah (swt) bahwa dia akan menyesatkan mayoitas dari hamba-hambaNya dan hanya minoritas dari orang-orang beriman yang ikhlas akan bisa dan mampu melawan bisikkan syaitan yang telah dia berikan.<br /><br />Allah (swt) berfirman dalam Al Qur’an:<br />“Iblis menjawab: "Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis di antara mereka.” (QS Shaad 38 : 82-83)<br /><br />Selanjutnya apa yang oleh mayoritas katakan, lakukan atau percayai seharusnya tidak akan menjadi standar bagi seorang Muslim untuk menghakimi apa yang benar dan apa yang salah, yang jahat dan yang baik. Kita hanya mendasrkan diri kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah, yang sesuai dengan pemahaman dari Shahabah – inilah apa yang disebut kita mengikuti dengan merujuk dari bagaimana orang-orang yang telah memegangnya. Telah di riwayatkan secara shahih bahwa Abdullah bin Mas’ud (ra) berkata:<br /><br />كن مع الجماعة ولو كنت وحدك<br /><br />“Tetaplah bersama Jama’ah (kebenaran) meskipun jika kamu seorang<br /> diri.”<br /><br />Faktanya pada saat dimana Ahmad bin Hambal (rh), dia adalah satu-satunya orang yang mempunyai keberanian berdiri dengan kebenaran dan menyatakan bahwa Al-Qur’an adalah perkataan Allah (kalamullah) dan bukan makhlukNya (swt), disamping itu fakta bahwa mayoritas orang-orang berkata sebaliknya dan tidak mempunyai keberanian untuk menyatakan secara terbuka seperti apa yang dia lakukan.<br /><br />Lebih lanjut, Rasulullah (saw) bersabda:<br /><br />...وستفترق هذه الأمة على ثلاث وسبعين فرقة كلها في النار إلا واحدة، قالو: ومن يا رسول اللّه؟ قال: من كان على ما أنا عليه وأصحابي<br /><br /><br />“…dan umat ini akan terpecah ke dalam 73 golongan, semua dari mereka akan masuk ke dalam neraka kecuali satu golongan (golongan yang selamat). “Mereka (para sahabat) bertanya, ‘siapa mereka (golongan yang selamat) Yaa Rasulullah?’ belaiu menjawab, “mereka adalah orang yang mengikuti beliau dan para Shahabat.” (Sunan At Tirmidzi)<br /><br />Selanjutnya Rasullullah (saw) menginformasikan kepada kita bahwa ummat ini akan terpecah ke dalam banyak golongan. Mayoritas dari mereka akan masuk ke dalam neraka, dan hanya minoritas yang akan selamat – dan mereka adalah orang-orang yang dengan teguh mengikuti tiada lain hanya Rasulullah (saw) dan para shahabat; bukan mengikuti dan meneladani kebiasaan dari orang-orang atau perkataan dari mayoritas. Lebih lanjut, hadits lain dalam shahih Bukhari juga membuktikan fakta ini bahwa mayoritas orang-orang akan masuk ke dalam neraka.<br /><br />Rasulullah (saw) bersabda:<br /><br />عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: يقول الله تعالى: يا آدم، فيقول: لبيك وسعديك، والخير في يديك، فيقول: أخرج بعث النار، قال: وما بعث النار؟ قال: من كل ألف تسعمائة وتسعة وتسعين<br /><br />“Allah akan berkata (pada hari kebangkitan), ‘wahai Adam.’ Adam (as) menjawab, ‘inilah aku, dengan penuh ketaatan dan semua kebaikan ada pada tanganMu.’ Allah akan berkata, ‘bawalah orang-orang berada di neraka.’ Adam berkata, ‘yaa Allah! Berapa banyak orang-orang yang berada di neraka?’ Allah akan menjawab, ‘setiap dari seribu, ambillah ambilah sembilan ratus sembilan puluh sembilan.’”<br /> (Shahih Bukhari, Kitab kisah para Nabi)<br /><br />Selanjutnya, sebagaimana kita telah sebutkan sebelumnya, opini ini telah sangat jelas kepada mereka orang-orang yang telah diberi petunjuk kepada tuhannya. Dan orang-orang yang berkata bahwa kami tidak bersama dengan mayoritas; kami yakin bahwa mereka berada dalam kebenaran yang mutlak! Kebanyakan orang-orang tidak diberi petunjuk dan mayoritas akan masuk neraka – kami tidak akan pernah berada dengan orang-orang yang akan masuk ke dalam neraka.<br /><br /><br /><br />Bukanlah metode Ahlus Sunnah Wal Jama’ah (golongan yang selamat) untuk menghakimi apa yang benar dan apa yang salah. Apakah minoritas ataupun mayoritas setuju dengan kita, kita tidak peduli – jadi sepanjang kita mengikuti teks-teks wahyu (Al-Qur’an dan As-Sunah berdasarkan pemahaman Shahabat). Mereka adalah orang-orang yang mencari ke-ridho-an dan kepuasan Allah SWT. bukan orang-orang yang mencari keridhoan manusia, karena kalau mencari keridhoan manusia pasti akan terbakar di api neraka yang Allah (swt) telah sediakan, dan Allah (swt) akan membuat mereka menjadi dibenci oleh semua orang.<br /><br />Rasulullah (saw) bersabda:<br /><br />من التمس رضا الله عنه بسخط الناس رضي الله عنه، وأرضى عنه الناس، ومن التمس رضا الناس بسخط الله، سخط الله عليه وأسخط عليه الناس<br />“siapa saja yang mencari ke-ridho-an Allah dengan mengabaikan kebanyakan orang, akan mendapatkan ke-ridho-an Allah, dan Allah akan membuat orang-orang ridho kepadanya. Dan siapa saja yang mencari ke-ridho-an kebanyakan orang dengan mengabaikan kemurkaan Allah, tidak akan mendapatkan ke-ridho-an Allah, dan Allah akan memnyebabkan orang-orang tidak ridho dengannya.”<br />(Musnad Imam Ahmad)<br /><br />Rasulullah (saw) dan para Shahabatnya adalah orang-orang yang minoritas di Mekkah, namun mereka tidak pernah kompromi dengan pekerjaan sulitnya dan terus berusaha, mereka telah sukses menghancurkan sistem kufur dari Qurays dan Allah (swt) memberikan kepada mereka kekuasaan di muka bumi. Allah (swt) berfirman:<br /><br />كَمْ مِنْ فِئَةٍ قَلِيلَةٍ غَلَبَتْ فِئَةً كَثِيرَةً بِإِذْنِ اللَّهِ وَاللَّهُ مَعَ الصَّابِرِينَ…<br /><br />…"Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. dan Allah beserta orang-orang yang sabar (orang-orang yang tetap teguh dan tanpa kompromi)."<br /> (QS Al Baqarah 2 : 249)<br /><br /><br />Allahu Akbar……!!!ghozinhttp://www.blogger.com/profile/09190111902987610755noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3982074334405547271.post-3325769472665811212009-05-02T02:59:00.000-07:002009-05-02T03:02:40.879-07:00inilah demokrasi; maukah anda meninggalkannya ?Inilah Demokrasi;Maukah Anda Meninggalkannya?<br />oleh Abu Bashir Mushthofa Halimah<br />بسم الله الرحمن الرحيم<br />Kepada mereka yang masih beranggapan bahwa perbedaan pendapat tentang demokrasi adalah perbedaan pendapat dalam ranah wasa’il dan furu’iyyah (cabang agama), tidak menyentuh ranah ushul (pokok agama) dan i’tiqad (keyakinan)….<br />Kepada para da’i tambal sulam, koleksi dan penggabungan (manhaj dan ideologi)….<br />Kepada mereka yang masih tidak mengetahui hakekat demokrasi….<br />Kepada mereka yang mencampuradukkan –secara dusta– demokrasi dengan syura dan Islam….<br />Kepada mereka yang memandang bahwa demokrasi adalah solusi terbaik untuk menjawab problematika Islam dan kaum muslimin…<br />Kepada mereka yang mempropagandakan dan menyerukan demokrasi, kemudian setelah itu mengaku dirinya seorang muslim…<br />Kepada mereka semua kami katakan, demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Maka tidak boleh ada kepemimpinan yang lebih tinggi dari kedudukan rakyat, dan tidak ada kehendak yang boleh mengatasinya lagi, meskipun itu kehendak Allah. Bahkan dalam pandangan demokrasi dan kaum demokrat, kehendak Allah dianggap sepi dan tidak ada nilainya sama sekali.<br />Demokrasi adalah suatu sistem yang menjadikan sumber perundang-undangan, penghalalan dan pengharaman sesuatu adalah rakyat, bukan Allah. Hal itu dilakukan dengan cara mengadakan pemilihan umum yang berfungsi untuk memilih wakil-wakil mereka di parleman (lembaga legislatif).<br />Hal ini berarti bahwa yang dipertuhan, yang disembah dan yang ditaati –dalam hal perundang-undangan– adalah manusia, bukan Allah. Ini adalah tindakan yang menyimpang, bahkan membatalkan prinsip Islam dan tauhid. Di antara dalil yang menunjukkan bahwa sikap demikian merusakkan tauhid adalah,<br />Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. dia Telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. (Yusuf:40)<br />dan dia tidak mengambil seorangpun menjadi sekutu-Nya dalam menetapkan keputusan (al-Kahfi:26)<br />Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah? (asy-Syura:21)<br />Dan jika kamu menuruti mereka, Sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik.(al-An’am:121)<br />Oleh karena kalian telah menyembah mereka, dari aspek ketaatan kalian kepada mereka dalam hal menghalalkan yang diharamkan Allah dan mengharamkan sesuatu yang dihalalkan Allah, maka kalian telah berbuat syirik dengan menyembah mereka. Karena syirik itu, sebagaimana disebutkan di dalam al-Qur’an dan sunnah, adalah mengarahan suatu bentuk ibadah kepada selain Allah.<br />Demikian juga firman Allah<br />Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan selain Allah (at-Taubah:31)<br />Mereka dianggap menjadi arbab (tuhan-tuhan) selain dari Allah, karena mereka telah mengaku berhak membuat tasyri’, menghalakan dan mengharamkan sesuatu, dan menetapkan undang-undang.<br />Demokrasi berarti mengembalikan segala bentuk pertengkaran dan perselisihan, antara hakim dan yang dihukumi kepada rakyat, tidak kepada Allah dan rasul-Nya. Ini adalah penyelewengan dari firman Allah,<br />Tentang sesuatu apapun kamu berselisih, Maka putusannya (terserah) kepada Allah. (asy-Syura:10)<br />Bagi para penganut faham demokrasi akhir ayat ini diganti dengan kalimat, maka putusannya (hukumnya) terserah kepada rakyat, dan bukan diserahkan kepada selain rakyat. Firman Allah,<br />Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. (an-Nisa’:59)<br />Allah menetapkan, bahwa di antara konsekuensi iman adalah mengembalikan persoalan yang diperselisihkan kepada Allah dan Rasul-Nya, yakni dengan mengacu kepada al-Qur’an dan as-Sunnah<br />Demokrasi adalah, sebuah sistem yang berprinsip pada kebebasan berkeyakinan dan beragama. Seseorang –dalam pandangan demokrasi– boleh berkeyakinan apa saja yang ia maui, bebas memilih agama apa saja yang ia inginkan. Ia bebas menentukan apa yang ia inginkan, dan seandainya ia menginginkan untuk keluar dari Islam berganti agama lain, atau menjadi seorang atheis, maka tiada masalah dan ia tidak boleh dipermasalahkan.<br />Adapun hukum Islam berlawanan dengan hal itu. Hukum Islam tunduk kepada ketentuan yang telah disabdakan Rasulullah saw.<br />مَنْ بَدَّلَ دِيْنَهُ فَاقْتُلُوْهُ<br />Barangsiapa mengganti agamanya maka bunuhlah ia<br />Menurut hadis tersebut, orang yang keluar dari Islam harus dibunuh, bukan dibiarkan saja. Demikian juga di dalam sabda Rasulullah saw<br />أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَقُوْلُوْا لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ ، وَيُقِيْمُوا الصَّلاَةَ ، وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ ..<br />Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sehingga mereka mengatakan laa ilaha illallah, mendirikan shalat, menunaikan zakat… (HR Bukhari dan Muslim)<br />بُعِثْتُ بَيْنَ يَدَيْ السَّاعَةِ بِالسَّيْفِ ، حَتَّى يُعْبَدُ اللهُ تَعَالَى وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ ..<br />Aku diutus di akhir masa, dengan membawa pedang sehingga Allah semata disembah dan tidak disekutukan.<br />Dan telah maklum bahwa Islam memberikan tiga alternatif untuk ahli kitab, yaitu: masuk Islam, membayar jizyah dengan sikap tunduk, atau perang. Adapun kepada para penyembah berhala, seperti kaum musyrik Arab dan lain-lainnya, maka bagi mereka ada dua lternatif yang bisa dipilih, yaitu masuk islam atau diperangi.<br />Demikian juga ketika Isa as turun –sebagaimana diinformasikan di dalam as-sunnah– maka ia akan mematahkan salib, membunuh babi, menjatuhkan jizyah, dan tidak menerima ajaran para orang-orang yang menyimpang –termasuk ahlul kitab– selain Islam, atau berperang.<br />Berdasarkan hakekat nas-nas di atas, dan juga nash syara’ lainnya yang mempunyai hubungan dengan masalah ini, kita bisa mendudukkan firman Allah<br />Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); (al-Baqarah:256)<br />Demokrasi adalah sistem yang berprinsip pada kebebasan berpendapat dan bertindak, apapun bentuk pendapat dan tindakannya, meskipun mencaci maki Allah dan Rasul-Nya serta merusak agama, karena demokrasi tidak mengenal sesuatu yang suci sehingga haram mengkritiknya atau membahasnya panjang lebar. Dan apapun bentuk pengingkaran terhadap kebebasan berarti pengingkaran terhadap sistem demokrasi. Dan itu berarti menghancurkan kebebasan yang suci, dalam pandangan demokrasi dan kaum demokrat.<br />Inilah hakekat kekufuran terhadap Allah, karena di dalam Islam tidak ada kebebasan untuk mengungkapkan kata-kata kufur dan syirik, tidak ada kebebasan untuk hal yang merusak dan tidak membawa maslahat, tidak ada kebebasan untuk hal yang menghancurkan dan tidak membangun, serta tidak ada kebebasan untuk memecah belah tidak membangun persatuan. Firman Allah<br />Allah tidak menyukai Ucapan buruk, (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya. (an-Nisa’;148)<br />Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” Tidak usah kamu minta maaf, Karena kamu kafir sesudah beriman. (at-Taubah:65-66)<br />Ayat-ayat ini diturunkan berkenaan dengan sekelompok kaum munafik, ditengah perjalanan menuju medan perang Tabuk, mengatakan tentang para shahabat Rasul, “Kami tidak penah melihat orang yang lebih rakus, lebih dusta kata-katanya dan lebih pengecut ketika pertempuran seperti para qurra’ ini”. Dengan kata-kata itu mereka ditetapkan sebagai orang kafir, setelah sebelumnya dianggap sebagai orang mukmin.<br />Dan di dalam hadis shahih dinyatakan bahwa Rasulullah saw bersabda,<br />إِنَّ الرَّجُلَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ لاَ يَرَى بِهَا بَأْساً يَهْوِي بِهَا سَبْعِيْنَ خَرِيْفاً فِي النَّارِ ” .<br />Sesungguhnya seorang lelaki berkata-kata dengan kata-kata yang dianggapnya tidak apa-apa, tetapi kata-katanya itu menyebabkannya berada di neraka selama 70 tahun<br />Dari Sufyan bin Abdullah ra, ia berkata.<br />قُلْتُ يَارَسُوْلَ اللهِ مَا أَخْوَفُ مَا تَخَافُ عَلَيَّ ؟ فَأَخَذَ بِلِسَانِ نَفْسِهِ ، ثُمَّ قَالَ هَذَا<br />Aku bertanya, Wahai Rasulullah, “Hal apakah yang paling engkau takutkan dari diriku?” Beliau memegang mulut beliau sendiri seraya berkata, “Ini” (at-Tirmidzi dan Ibnu Majah)<br />مَنْ وَقَاهُ اللهُ شَرَّ مَا بَيْنَ لِحْيَيْهِ وَشَرَّ مَا بَيْنَ فَخِذَيْهِ دَخَلَ الْجَنَّةَ<br />Barangsiapa yang dijaga oleh Allah apa yang ada di antara kedua bibirnya dan di antara kedua kakinya, maka ia akan masuk ke dalam sorga<br />وهل يكب الناس في النار على وجوههم إلا حصائد ألسنتهم”<br />Adakah orang yang telungkup di neraka pada wajahnya kecuali orang yang menjaga lisannya<br />Lalu di manakah demokrasi meletakkan adab-adab mulia yang diajarkan oleh Islam yang hanif ini?<br />Demokrasi adalah sistem sekular dengan segala cabangnya, di mana ia dibangun di atas pemisahan agama dari kehidupan dan kenegaraan. Allah dalam pandangan demokrasi hanya diposisikan di pojok surau dan masjid saja, adapun wilayah-wilayah selain itu, baik dalam wilayah politik, ekonomi, sosial dan lain-lain maka wilayah itu bukan milik agama, wilayah itu semua adalah milik rakyat. Bahkan rakyat berhak menentukan suatu kebijaksanaan untuk dimasukkan ke dalam masjid, meskipun hal itu sebenarnya mengandung kemadlaratan<br />Lalu mereka Berkata sesuai dengan persangkaan mereka: “Ini untuk Allah dan Ini untuk berhala-berhala kami”. Maka saji-sajian yang diperuntukkan bagi berhala-berhala mereka tidak sampai kepada Allah; dan saji-sajian yang diperuntukkan bagi Allah, Maka sajian itu sampai kepada berhala-berhala mereka, amat buruklah ketetapan mereka itu. (al-An’am:136)<br />Mereka mengatakan: “Kami beriman kepada yang sebahagian dan kami kafir terhadap sebahagian (yang lain)”, serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir), Merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. kami Telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan. (an-Nisa’:150-151)<br />Merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. (an-Nisa’:151)<br />Itulah hukum untuk semua bentuk demokrasi sekularisme yang memisahkan antara agama dengan negara dan politik, serta semua urusan hidup manusia, meskipun lisannya menyatakan bahwa dirinya adalah muslim dan mukmin.<br />Demokrasi adalah sistem yang berpijak pada prinsip kebebasan individual, maka seseorang –menurut ajaran demokrasi– berhak melakukan apa saja yang diinginkannya, termasuk melakukan tindakan yang mungkar, keji maupun yang merusak, tanpa boleh diawasi.<br />Bila kaum Ibahiyah (permisivisme) sepanjang sejarah dianggap sebagai kelompok-kelompok kafir zindik, lalu apa hukum demokrasi jika bukan itu juga..??<br />Demokrasi adalah sistem yang menjadikan pilihan rakyat sebagai orang yang berhak memimpin suatu bangsa, meskipun yang dipilih itu adalah orang kafir, zindik ataupun murtad dari agama Allah.<br />Hal ini bertentangan dengan firman Allah<br />dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang yang beriman. (an-Nisa’:141)<br />Hal itu juga bertentangan dengan ijma’ umat Islam, bahwa orang kafir tidak boleh memimpin kaum muslimin, dan negara kaum muslimin.<br />Demokrasi adalah sistem yang berdiri di atas landasan persamaan semua manusia dalam hak dan kewajiban, dengan menutup mata dari aqidah dan agama yang diikutinya, dan juga menutup mata dari biografi moralnya, sehingga orang yang paling kufur, paling jahat dan paling bodoh disamakan dengan orang yang paling taqwa, paling shalih dan paling pandai dalam menetapkan persoalan yang sangat penting dan urgen, yaitu menyangkut siapa yang berhak memerintah negeri dan masyarakat….<br />Hal ini bertentangan dengan firman Allah<br />Maka apakah patut kami menjadikan orng-orang Islam itu sama dengan orang-orang yang berdosa (orang kafir)? Atau Adakah kamu (berbuat demikian): bagaimanakah kamu mengambil keputusan? (al-Qalam:35-36)<br />Apakah orang-orang beriman itu sama dengan orang-orang yang fasik? mereka tidak sama. (as-Sajdah;18)<br />“Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” (az-Zumar:9)<br />Dalam pandangan agama Allah mereka tidak sama, tetapi dalam pandangan agama demokrasi mereka sama saja.<br />Demokrasi didirikan di atas prinsip kebebasan membentuk berserikat dan organisasi, baik berupa organisasi politik (partai) maupun organisasi non politik. Dalam demokrasi bebas berserikat tanpa mempedulikan fikrah dan manhaj yang menjadi dasar (asas) organisasi itu. Dengan begitu, setiap kumpulan dan setiap organisasi bebas sebebas-bebasnya untuk menyebarkan kekufuran, kebatilan dan pemikiran yang merusak di seluruh penjuru negeri.<br />Hal ini dalam pandangan syara’ adalah penerimaan dengan suka rela akan keabsahan dan kebebasan melakukan tindakan kekufuran, kesyirikan, kemurtadan dan kerusakan. Sikap ini bertentangan dengan kewajiban untuk memerangi kekufuran dan kemungkaran, sebagai bentuk dari nahi munkar sebagaimana firman Allah<br />Di dalam hadis, yang shahih dari Rasulullah saw, beliau bersabda<br />مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَراً فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ اْلإِيْمَانِ<br />Barangsiapa di antara kalian melihat kemunkaran maka hendaklah mengubah dengan tangannya, jika tidak bisa hendaklah ia mengubah dengan lisannya, jika tidak bisa hendaklah mengubah dengan hatinya, dan itulah selemah-lemah iman (HR Muslim)<br />Hadis tersebut menyebutkan bahwa mengingkari dan mengubah kemungkaran adalah kewajiban, meskipun hanya dengan hati ketika tidak mampu lagi melakukan pengingkaran terhadap kemunkaran dengan tangan dan lisan. Adapun berinteraksi dengan kemunkaran sehingga muncul keridloan terhadap kemungkaran tersebut, maka ini merupakan bentuk kekufuran yang nyata. Inilah yang ditunjukkan oleh hadis berikut ini<br />فَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِيَدِهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ ، وَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِلِسَانِهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ ، وَمَنْ جَاهَدَهُمْ بِقَلْبِهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ ، وَلَيْسَ وَرَاءَ ذَلِكَ مِنَ اْلإِيْمَانِ حَبَّةَ خَرْدَلٍ<br />“Maka siapa yang berjihad (bersungguh-sungguh untuk mengubah kemungkaran) mereka dengan tangannya maka ia mukmin, dan siapa yang berjihad dengan lisannya maka ia mukmin, dan yang berjihad dengan hatinya maka ia mukmin. Dan di balik itu semua tidak ada iman meskipun sebesar biji sawi”<br />Maksudnya, diluar pengingkaran dengan hati itu tidak lain adalah keridlaan. Ridla terhadap kekufuran menyebabkan hilangnya iman dari pemeluknya<br />Demikian juga sabda Rasulullah saw dalam hadis yang menceritakan tentang penumpang perahu yang melobangi dinding perahu karena enggan naik ke atas untuk mengambil air. Di dalam hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan lainnya itu dikatakan<br />فَإِنْ تَرَكُوْهُمْ وَمَا أَرَادُوْا هَلَكُوْا جَمِيْعاً ، وَإِنْ أَخَذُوْا عَلَى أَيْدِيْهِمْ نَجَوْا وَنَجَوْا جَمِيْعاً<br />Jika penumpang kapal lainnya membiarkan tindakan mereka dan apa yang mereka kehendaki itu maka mereka semua akan tenggelam, tetapi jika mereka mengambil tindakan terhadap mereka (yang melobangi perahu) maka mereka akan selamat dan semuanya akan selamat<br />Inilah perumpamaan demokrasi, ia mengatakan dengan sejelas-jelasnya, “Tinggalkanlah partai-partai yang dengan kebebasannya akan menenggelamkan kapal. Sebab tenggelamnya kapal akan menenggelamkan seluruh penumpangnya, dan segala harta yang ada di dalamnya”.<br />Tetapi jika hanya meninggalkan partai-partai yang bathil tanpa mengingkari dan memerangi kebathilannya atau kita hanya mengingkari kemungkaran tanpa berusaha mencegah kemunkaran yang akan menyebabkan hancurnya masyarakat, yang didalamnya terdapat kaum muslimin, apakah salah kalau dikatakan bahwa kita telah mengakui keabsahannya dan kebebasannya untuk melakukan apa saja yang dikehendaki dan diinginkan.<br />Sikap itu –pengakuan akan keabsahan suatu partai yang bathil– juga akan menyebabkan terpecah-belahnya ummat dan melemahkan kekuatannya, merusakkan kesetiaan mereka kepada kebenaran karena bergabung dengan partai syetan yang menyimpang dari kebenaran, dan meninggalkan ajaran yang diturunkan oleh Allah karena mengikuti seruan penguasa. Hal ini bertentangan dengan firman Allah;<br />Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai (Ali Imran:103)<br />Dan juga bertentangan dengan sabda Rasulullah saw<br />عَلَيْكُمْ بِالْجَمَاعَةِ وَإِيَّاكُمْ وَالْفُرْقَةِ ، فَإِنَّ الشَّيْطَانَ مَعَ الْوَاحِدِ وَهُوَ مِنَ اْلاِثْنَيْنِ أَبْعَدُ ، مَنْ أَرَادَ بِحُبُوْحَةِ الْجَنَّةِ فَلْيَلْزِمِ الْجَمَاعَةَ<br />Hendaklah kalian berada di dalam jama’ah dan jauhilah firqah. Sesungguhnya syetan bersama dengan orang yang sendirian dan terhadap orang yang berdua ia menjauh, barangsiapa yang menginginkan sorga yang terbaik maka hendaklah setia terhadap jama’ah (HR Ahmad dan Tirmidzi)<br />Demokrasi ditegakkan di atas prinsip menetapkan sesuatu berdasarkan pada sikap dan pandangan mayoritas, apapun pola dan bentuk sikap mayoritas itu, apakah ia sesuai dengan al-haq atau tidak. Al-Haq menurut pandangan demokrasi dan kaum demokrat adalah segala sesuatu yang disepakati oleh mayoritas, meskipun mereka bersepakat terhadap sesuatu yang dalam pandangan Islam dianggap kebathilan dan kekufuran.<br />Di dalam Islam, al-haq yang mutlak itu harus dipegang sekuat tenaga, meskipun mayoritas manusia memusuhimu, yaitu al-haq yang disebutkan di dalam al-Qur’an dan sunnah. Al-Haq adalah ajaran yang sesuai dengan al-Qur’an dan Sunnah, meskipun tidak disetujui oleh mayoritas manusia, sedangkan a-bathil adalah ajaran yang dinyatakan batil oleh al-Qur’an dan sunnah, meskipun mayoritas manusia memandangnya sebagai kebaikan. Sebab keputusan tertinggi itu hanyalah hak Allah semata, bukan di tangan manusia, bukan pula di tangan suara mayoritas<br />Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah) (al-An’am:116)<br />Dan di dalam hadis shahih disebutkan bahwa Rasulullah saw bersabda;<br />إِنَّ مِنَ اْلأَنْبِيَاءِ مَنْ لَمْ يُصْدِقُهُ مِنْ أُمَّتِهِ إِلاَّ رَجُلٌ وَاحِدٌ<br />Sesungguhnya di antara para nabi ada yang tidak diimani oleh umatnya kecuali hanya seorang saja (HR Muslim)<br />Jika dilihat dengan kaca mata demokrasi yang berprinsip suara mayoritas, di manakah posisi nabi dan pengikutnya ini?<br />Abdullah bin Mas’ud bertanya kepada Amr bin Maimun, “Jumhur jama’ah adalah orang yang memisahkan diri dari al-Jama’ah, sedangkan al-Jama’ah adalah golongan yang sesuai dengan kebenaran (al-haq) meskipun hanya dirimu seorang”<br />Ibnu al-Qayyim di dalam kitab A’lamul Muwaqqi’in mengatakan, “ketahuilah bahwa ijma’, hujjah, sawad al-A’dham (suara mayoritas) adalah orang berilmu yang berada di atas al-haq, meskipun hanya seorang sementara semua penduduk bumi ini menyelisihinya.<br />Demokrasi dibangun di atas prinsip pemilihan dan pemberian suara, sehingga segala sesuatu meskipun sangat tinggi kemuliaannya, ataupun hanya sedikit mulia harus diletakkan di bawah mekanisme ambil suara dan pemilihan. Meskipun yang dipilih adalah sesuatu yang bersifat syar’i (bagian dari syari’ah).<br />Sikap ini tentu bertentangan dengan prinsip tunduk, patuh, dan menyerahkan diri sepenuh hati serta ridla sehingga menghilangkan sikap berpaling dari Allah, ataupun lancang kepada Allah dan Rasul-Nya. Sikap itulah yang seharusnya dilakukan oleh seorang hamba kepada Tuhannya. Agama seorang hamba tidak akan lurus, dan imannya tidak akan benar tanpa adanya sikap tunduk dan patuh kepada Allah sepeti itu<br />Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasulnya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara nabi, dan janganlah kamu Berkata kepadanya dengan suara yang keras, sebagaimana kerasnya suara sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu, sedangkan kamu tidak menyadari. (al-Hujurat:1-2)<br />Kalau hanya meninggikan suara di atas suara nabi saw saja bisa sampai menghapuskan pahala amal perbnuatan, padahal amal tidak akan terhapus kecuali dengan kekufuran dan kesyirikan. Lalu bagaimanakah dengan orang yang lebih mengutamakan dan meninggikan hukum buatannya di atas hukum yang ditetapkan oleh Rasulullah. Tak diragukan lagi, tindakan ini jauh lebih kufur dan lebih besar kemurtadannya, serta lebih menghapuskan amalnya<br />Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan rasul-Nya Telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka (al-Ahzab:36)<br />Tetapi demokrasi akan mengatakan, “Ya, harus diadakan pemilihan dulu, meskipun nantinya harus meninggalkan hukum Allah”<br />Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, Kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (an-Nisa:65)<br />Demokrasi berdiri di atas teori bahwa pemilik harta secara hakiki adalah manusia, dan selanjutnya ia bisa mengusakan untuk mendapatkan harta dengan berbagai cara yang ia maui. Ia bebas pula membelanjakan hartanya untuk kepentingan apa saja yang ia maui, meskipun cara yang dipilihnya adalah cara yang diharamkan dan terlarang di dalam agama Islam. Inilah yang disebut dengan sistem kapitalisme liberal<br />Sikap ini berbeda secara diametral dengan ajaran Islam, dimana mengajarkan bahwa pemilik hakiki harta adalah Allah swt. Dan bahwasannya manusia diminta untuk menjadi khalifah saja terhadap harta kekayaan itu, maka ia bertanggung jawab terhadap harta itu di hadapan Allah; bagaimana ia mendapatkan dan untuk apa dibelanjakan…<br />Manusia dalam Islam tidak diperbolehkan mencari harta dengan cara haram dan yang tidak sesuai dengan syara’ seperti riba, suap, dan lain-lain…… Demikian juga ia tidak diizinkan untuk membelanjakan harta untuk hal-hal yang haram dan hal-hal yang tidak sesuai dengan tuntunan syara’. Manusia dalam ajaran Islam tidak memiliki dirinya sendiri, sehingga ia bebas melakukan apa saja yang ia inginkan tanpa mempedulikan petunjuk Islam. Karena itulah melakukan hal-hal yang membahayakan diri dan juga bunuh diri termasuk dosa besar yang terbesar, oleh Allah akan diberikan balasan adzab yang pedih. Pandangan seperti ini bisa kita dapatkan dalam firman Allah<br />Katakanlah: “Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. (Ali Imran:26)<br />Sesungguhnya Allah Telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (at-Taubah:111)<br />Jiwa adalah milik Allah, maka Allah membeli apa yang Dia miliki sendiri –jual beli khusus untuk orang mukmin– untuk menggambarkan pemberian kemuliaan, kebaikan dan keutamaan kepada mereka, sekaligus untuk mendorong mereka supaya berjihad dan mencari kesyahidan<br />Nabi saw apabila hendak mengirim seseorang menuju medan jihad, beliau berpesan,<br />إِنَّ لِلَّهِ مَا أَخَذَ ، وَلَهُ مَا أَعْطَى<br />Sesungguhnya kepunyaan Allah lah apa yang Dia mabil dan kepunyaan-Nya juga yang Dia berikan (HR Bukhari dan Abu Dawud)<br /><br />Selanjutnya, seseorang tidak memiliki sesuatu yang ditunjukkan untuk bisa diambil karena sesungguhnya dia bukanlah pemiliknya, dia hanya mendapatkan titipan saja, sedang pemiliknya adalah Allah swt.<br />Secara ringkas, inilah demokrasi!!<br />Berdasarkan penjelasan di atas, maka dengan penuh keyakinan, tanpa ada keraguan sedikit pun kami katakan, bahwa demokrasi dalam pandangan hukum Allah adalah termasuk kekufuran yang nyata, jelas dan tidak ada yang samar, apalagi gelap, kecuali bagi orang yang buta matanya dan buta mata hatinya. Adapun orang yang meyakininya, menyerukannya, menerima dan meridlainya, atau beranggapan –dasar dan prinsip yang mendasari bangunan demokrasi– sebagai kebaikan yang tidak terlarang oleh syara’, maka ia adalah orang yang telah kafir dan murtad dari agama Allah, meskipun namanya adalah nama Islam, dan mengaku dirinya termasuk muslim dan mukmin. Islam dan sikap seperti ini tidak akan pernah bersatu di dalam agama Allah selamanya.<br />Adapun orang yang mengatakan tentang demokrasi karena ketidakmengertiannya terhadap arti dan asasnya, maka kita akan menahan diri dari mengkafirkan dirinya, tetapi tetap akan mengatakan kekufuran kata-katanya itu, sehingga bisa ditegakkan hujjah syar’iyyah yang menjelaskan kekufuran demokrasi kepadanya, dan letak pertentangannya dengan din Islam. Sebab demokrasi termasuk ke dalam suatu terminologi dan faham yang dibuat dan problematik bagi kebanyakan orang. Dengan itulah bagi orang yang tidak mengerti bisa dimaafkan, sampai ditegakkan hujjah kepadanya, agar ketidakmengertiannya itu menjadi sirna.<br />Demikian juga kepada mereka yang, menyebut-nyabut istilah demokrasi tetapi dengan makna dan dasar yang berbeda dengan apa yang telah kami sebutkan di atas, seperti orang yang meminjam istilah tetapi yang dimaksudkan adalah permusyawarahan, atau yang dimaksudkan adalah kebebasan berpendapat dan bertindak dalam hal yang membangun, atau melepaskan ikatan pengekang yang menghalangi manusia dari membiasakan diri dengan hak-hak syar’i dan hak-hak asasi mereka, dan bentuk-bentuk penggunaan istilah demokrasi dengan maksud yang berbeda dengan hakekat demokrasi lain, maka ia tidak boleh dikafirkan. Inilah sikap adil seimbang, yang sesuai dengan kaidah-kaidah dan pokok-pokok agama.<br />Adapun hukum Islam berkenaan dengan kegiatan di lembaga legislatif, maka kami katakan, “Sesungguhnya kegiatan legislasi (kegiatan di lembaga legislatif) –adalah kegiatan yang telah menyeleweng dari aqidah dan syari’ah yang tak mungkin untuk ditebus— hal itu termasuk kekufuran yang sangat jelas. Maka tidak boleh ada hukum atau pendapat yang lain, selain hukum kufur.<br />Adapun bagi anggota legislatif maka mereka adalah orang yang meniti jalan kedhaliman. Tentang mereka itu kami katakan, “Orang yang ikut menjadi aggota parlemen karena dilatarbelakangi oleh pemahaman yang rancu (syubhat), ta’wil, dan kesalahfahaman maka mereka tidak kita kafirkan –meskipun tetap kita katakan bahwa aktifitas yang mereka lakukan adalah aktifitas kufur. Kita akan tetap berpendapat demikian sampai ditegakkan hujjah syar’iyyah, sehingga hilanglah kesalahfahaman, ketidaktahuan dan kerancuan pemahaman mereka.<br />Adapun orang menjadi anggota legislatif apabila dilatarbelakangi oleh sikap yang menyimpang dari syari’ah atau bahkan tidak mempedulikan syari’ah, maka mereka itu adalah orang kafir, karena tidak ada mawani’ (penghalang) takfir pada dirinya,sementara syarat-syarat takfir telah ada di dalam dirinya. Allahu a’lam<br />Inilah demokrasi, inilah hukumnya, hukum orang yang menyerukannya dan yang mengikutinya, apakah kau bersedia untuk meninggalkannya, apakah kau mau meninggalkannya?<br />Allahumma inni qod ballaghtu, fasyhad<br />Ya Allah, Sesungguhnya aku telah menyampaikan, maka saksikanlah<br />11-2-1999<br />Abdul Mun’m Musthofa Halimah, Abu Bashir<br />Sumber : blog Abah Zacky as-Samarani<br /><br /><br /><br /><div style="text-align: center;"><br /></div>ghozinhttp://www.blogger.com/profile/09190111902987610755noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3982074334405547271.post-82730666830467679362009-05-02T02:51:00.000-07:002009-05-02T02:58:41.192-07:00pungutan suara (voting) adalah syirikPemungutan Suara (Voting) Adalah Syirik<br />Takutlah Kepada Allah Dan Jangan Lakukan Pemungutan Suara<br /><br />Kepada orang-orang yang menyatakan bahwa Allah adalah satu-satunya yang disembah, siapa saja yang menyatakan Islam sebagai jalan hidupnya dan menyatakan untuk mematuhi dan mentaati Allah SWT, ingatlah waktu pemungutan suara sudah dekat. Wahai kaum muslimin janganlah memilih! Jika kau memilih itu sama saja dengan memberikan ijin kepada parlemen untuk membuat undang-undang manusia dan memerintahkan untuk dilaksanakan. Voting adalah dosa paling jahat yang anda lakukan! Bertentangan dengan ajaran tauhid dan merupakan syirik serta termasuk ke dalam kufur akbar.<br /><br />“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa-dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa-dosa yang selain syirik itu bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya.”(QS.An Nisaa’,4:116)<br /><br />Wahai saudara-saudaraku, anda telah menyatakan diri sebagai muslim, oleh karena itu patuhlah pada hukum yang telah diturunkan oleh Allah kepadamu, Allah tidak memperbolehkan kita untuk memberikan suara bagi rezim kufur. Jika kita memilihnya berarti kita melakukan kesyirikan dengan menyekutukan sifat-sifat Allah dengan ciptaan-Nya (manusia), dan menyekutukan-Nya dengan segala sesuatu selainnya yang akan mengeluarkan anda dari ikatan Islam.<br /><br />“Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya (menyembah) nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun tentang nama-nama itu. Keputusan itu hanyalah milik Allah. Dia telah memerintah supaya kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”(QS.Yusuf, 12:40)<br /><br />Jangan buktikan diri anda sebagai seorang munafik dengan mengatakan Allah adalah satu-satunya yang disembah, kemudian anda melakukan voting untuk thoghut dan mengikuti mereka untuk membuat hukum-hukum mereka dan memerintahkan untuk mentaatinya padahal itu adalah hukum selain hukum Allah.<br /><br />Ingatlah firman Allah:<br /><br />“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang telah mengaku dirinya beriman kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thoghut,padahal mereka telah diperintah untuk mengingkari thoghut itu. Dan syaithon bermaksud menyesatkan mereka dengan penyesatan yang sejauh-jauhnya.” (QS. An Nisaa’,4:60).<br /><br /><br />Wahai kaum muslimin, mengapa kita melakukan voting? Apakah kita membutuhkan voting (memberikan suara) untuk hukum buatan manusia? Bukankah ini malah menjadikan mereka lebih kuat untuk melawan kaum muslimin atau apakah karena mereka menjanjikan solusi yang baik bagi kehidupan kita? Bagaimana kita dapat memberikan ijin kepada seseorang untuk membuat hukum, padahal Nabi Muhammad membawakan kita Al-Qur’an (pedoman yang lengkap) yang mengatur setiap bidang kehidupan kita? Wahai umat Islam, kita tidak perlu memberikan suara untuk mereka sehingga mereka dapat menciptakan sistem. Kita mempunyai Al-Qur’an, yang memberikan solusi yang jelas dan paling sempurna dan juga keadilan terhadap setiap permasalahan yang muncul:<br /><br />“Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan hukum siapakah yang lebih baik dari (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS. Al Maidah,5:50)<br /><br />“Maka patutkah aku mencari hakim selain daripada Allah, padahal Dialah yang telah menurunkan kitab (Al Qur’an) kepadamu dengan terperinci? Orang-orang yang telah kami datangkan kitab kepada mereka. Mereka mengetahui bahwa Al-Qur’an itu diturunkan dari Tuhanmu dengan sebenarnya. Maka janganlah kamu sekali-kali termasuk orang-orang yang ragu”.(QS.Al An’am,65:114).<br /><br />“Kepunyaan-Nyalah semua yang di langit dan di bumi. Alangkah terang penglihatan-Nya dan alangkah tajam pendengaran-Nya, tidak ada seseorang pelindungpun bagi mereka selain daripada-Nya, dan Dia tidak mengambil seorangpun sebagai sekutu-Nya dalam menerapkan keputusan.”(QS.Al Kahfi, 18:26)<br /><br />Allah tidak memperbolehkan kita untuk memberikan bagian Allah kepada sesuatu yang lainnya, mengizinkan mereka membuat hukum untuk manusia. Oleh karena itu pikirkanlah dan renungkanlah semua ayat-ayat di atas dan pikirkan apakah anda membuktikan diri anda sebagai seorang munafik atau membuktikan diri anda sebagaimana yang telah anda nyatakan.<br /><br />Untuk itu kepada saudaraku seiman, kami peringatkan dan nasehatkan kepada Anda sekali lagi, Jangan memberikan suara!!!<br /><br />Wallahu ‘alam bis Showab!ghozinhttp://www.blogger.com/profile/09190111902987610755noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3982074334405547271.post-26515161639677510352009-05-02T02:27:00.000-07:002009-05-02T02:36:12.807-07:00sisi-sisi kekafiran sistem demokrasi & status penganutnyaSisi-Sisi Kekafiran Sistem Demokrasi &<br />Status Para Penganutnya<br />Segala puji hanya milik Allah Rabbul ‘alamin, shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi kita Muhammad, keluarganya dan para shahabat.<br />Amma ba’ad :<br />Ikhwani fillah, materi kali ini adalah tentang sisi-sisi kekafiran sistem demokrasi. Dalam bahasan ini akan dijelaskan tentang sisi-sisi yang merpakan kekafiran yang ada pada sistem demokrasi<br />I. Sisi-Sisi Kekafiran Sistem Demokrasi<br />Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam mengatakan dalam hadits shahih :<br />“Hari kiamat tidak akan tiba sampai sebagian besar dari ummatku ini kembali menyembah berhala dan sampai sebagian besar dari ummatku ini berbagabung dengan kaum musyrikin”<br />Dalam hadits ini Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam menjelaskan dua macam kemusyrikan, yang pertama Syirik Ibadatil Ausan (syirik penyembahan berhala), beliau bersabda dalam hadits shahih<br />“Ya Allah jangan Engkau jadikan kuburanku sebagai berhala yang disembah”.<br />Di sini kuburan Rasul bila di “mintai” atau orang “memohon” kepada kuburan Rasul, maka itu berarti telah menjadikan kuburan beliau sebagai berhala. Begitu juga kuburan-kuburan yang lainnya. Ini adalah maksud dari hadits : “Sampai sebagian besar dari ummatku ini kembali menyembah berhala” adalah mereka jatuh ke dalam syirik-syirik kuburan (Syrkul Qubur).<br />Adapun yang kedua adalah “sampai sebagian besar dari ummatku ini bergabung dengan kaum musyrikin”, ini adalah Syirik Luhuq Bil Musyrikin (syirik karena sebab kebergabungan dengan kaum musyrikin), dan ini realitanya adalah dengan bentuk Syirik Dustur (syirik aturan).<br />Semua orang mengetahui bahwa ada yang namanya Sistem Demokrasi. Demokrasi berasal dari kata demos (rakyat) dan kratos (pemerintahan/kedaulatan) yang berarti kekuasaan berada di tangan rakyat atau kedaulatan berada di tangan rakyat. Sistem ini kemudian diadopsi oleh orang-orang yang mengaku Islam dan dibawa ke negeri kaum muslimin dan dipaksakan untuk diterapkan di tengah mereka. Hal-hal yang muncul dari sistem demokrasi ini adalah masuk ke dalam syirik kebergabungan dengan kaum musyrikin seperti apa yang dijelaskan oleh hadits di atas dan nanti akan ada penjelasannya.<br />Demokrasi adalah sistem syirik, kemusyrikan dari banyak sisi, diantaranya :<br />1. Menetapkan kewenangan pembuatan hukum kepada selain Allah<br />Sistem demokrasi ini adalah system yang dibuat untuk melepaskan diri dari hukum Allah. Mereka merampas salah satu sifat/hak Allah sebagai Pembuat dan Pemutus hukum dan memberikan hak pembuatan hukum ini kepada makhluk. Bukan hanya meyekutukan Allah dalam hukum-Nya, akan tetapi mereka merampas hak kewenangan pembuatan hukum dari Tangan Allah dan melimpahkannya kepada setiap individu manusia.<br />Akan tetapi dikarenakan manusia atau rakyat ini jumlahnya sangat banyak dan tidak mungkin untuk berkumpul dalam satu tempat, maka mereka membuat sistem perwakilan untuk mewakilkan hak-hak atau sifat pembuatan hukum tadi kepada wakil-wakilnya di Parlemen (MPR/DPR) untuk menjalankan hak atau sifat kewenangan pembuatan hukum.<br />Sedangakan di dalam ajaran Allah, hak pembuatan hukum itu hanya di Tangan Allah, Dia Subhanahu Wa Ta'ala berfirman :<br />“Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya (menyembah) nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun tentang nama-nama itu. Hak menetapkan hukum itu hanyalah milik Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak beribadah kecuali kepada Dia. Itulah dien yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. (Yusuf : 40)<br />Dalam ayat ini disebutkan bahwa penyandaran hukum kepada Allah adalah ibadah, dan Allah memerintahkan kepada manusia agar tidak menyandarkan kewenangan pembuatan hukum kecuali kepada Allah, dan ini disebut beribadah kepada Allah, dan ketika dipalingkan kepada selain Allah maka itu disebut beribadah kepada selain Allah atau sebagai bentuk kemusyrikan terhadap Allah.<br />Hukum ini sendiri dalam ayat itu Allah sebut sebagai DIEN (itulah dien yang lurus). Jadi hukum ini adalah dien, ketika orang mencari hukum selain hukum Allah maka dia telah mencari dien selain dien Islam, Allah Subhanahu Wa Ta'ala mengatakan :<br />“Barangsiapa mencari dien selain Islam tidak mungkin diterima dan diakhirat termasuk orang-orang yang rugi”. (Ali Imran : 85)<br />Allah Subhanahu Wa Ta'ala juga berfirman :<br />“Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai arbab (tuhan-tuhan) selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putera Maryam, Padahal mereka tidak diperintahkan kecuali mereka hanya menyembah Tuhan Yang Esa, tidak ada ilah (Tuhan yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan”. (QS. At Taubah : 31)<br />Dalam ayat ini Allah memvonis orang Nashrani dengan lima vonis :<br />1. Mereka telah mempertuhankan para alim ulama dan para rahib<br />2. Mereka telah beribadah kepada selain Allah, yaitu kepada alim ulama dan para rahib<br />3. Mereka telah melanggar Laa ilaaha illallaah<br />4. Mereka telah musyrik<br />5. Para alim ulama dan para rahib itu telah memposisikan dirinya sebagi arbab.<br />Imam At Tirmidzi meriwayatkan, bahwa ketika ayat ini dibacakan oleh Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam di hadapan ‘Adiy ibnu Hatim (seorang hahabat yang asalnya Nashrani kemudian masuk Islam), ‘Adiy ibnu Hatim mendengar ayat-ayat ini dengan vonis-vonis tadi, maka ‘Adiy mengatakan : “Kami (orang-orang Nashrani) tidak pernah shalat atau sujud kepada alim ulama dan rahib (pendeta) kami”, Jadi maksudnya dalam benak orang-orang Nashrani adalah; kenapa Allah memvonis kami telah mempertuhankan mereka atau apa bentuk penyekutuan atau penuhanan yang telah kami lakukan sehingga kami disebut telah beribadah kepada mereka padahal kami tidak pernah shalat atau sujud atau memohon-mohon kepada mereka?. Maka Rasul mengatakan : “Bukankah mereka (alim ulama dan para rahib) menghalalkan apa yang Allah haramkan terus kalian ikut menghalalkannya, dan bukankah mereka telah mengharamkan apa yang Allah halalkan terus kalian ikut mengharamkannya?”. Lalu ‘Adiy menjawab : “Ya”, Rasul berkata lagi : Itulah bentuk peribadatan mereka (orang Nashrani) kepada mereka (alim ulama dan para rahib).<br />Ketika hak kewenangan pembuatan hukum disandarkan kepada selain Allah seperti kepada alim ulama dan para pendeta, maka itu disebut sebagai bentuk penuhanan atau peribadatan kepada mereka, dan orang yang menyandarkannya atau orang yang mengikuti dan merujuk kepada hukum buatan disebut orang musyrik yang beribadah kepada hukum tersebut dan juga telah mempertuhankan si pembuat hukum tersebut yang mana si pembuat hukum itu disebut arbab (tuhan-tuhan pengatur).<br />Dalam sistem demokrasi, sumber hukum bukanlah dari Allah (Al Qur’an dan As Sunnah) melainkan Undang Undang Dasar yang dibuat oleh makhluk, ini adalah sebuah bentuk kemusyrikan karena Allah Subhanahu Wa Ta'ala mengatakan :<br /><br />“Dan Dia tidak menyertakan seorangpun menjadi sekutu-Nya dalam hukum-Nya”. (Al Kahfi : 26)<br />Allah tidak menyertakan seorangpun dalam hukumnya, baik itu dalam hukum syar’iy ataupun hukum kauniy, dan dalam qira’ah Ibnu Amir ayat ini dibaca “janganlah kamu menyekutukan seorangpun dalam hukumnya”, sedangkan dalam sistem demokrasi; bukan hanya sekedar menyekutukan Allah, akan tetapi merampas hak pembuatan hukum ini untuk kemudian diberikan kepada selain Allah, yaitu kepada individu-individu rakyat, dan melalui PEMILU hak ini diwakilkan kepada calon-calon legislatif yang nantinya mereka akan duduk di kursi Parlemen. Hakikat pemilu itu adalah orang mengangkat tuhan-tuhan yang akan membuat hukum<br />Allah Subhanahu Wa Ta'ala juga telah mencap para pembuat hukum itu sebagai sekutu-sekutu dalam firman-Nya :<br />“Apakah mereka mempunyai sekutu-sekutu selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka dalam dien (ajaran/hukum) ini apa yang tidak diizinkan Allah ?”. (Asy Syura : 21)<br />Para pembuat hukum selain Allah di vonis sebagai Arbab (dalam At Taubah : 31), dikatakan sebagai syuraka atau sekutu-sekutu (dalan Asy Syura : 21), dan dalam ayat yang lain Allah sebut mereka sebagai wali-wali syaitan :<br />“Dan janganlah kalian memakan sembelihan yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya itu adalah perbuatan kefasikan. Sesungguhnya syaitan membisikkan kepada wali-walinya (kawan-kawannya) agar mereka membantah kalian; dan jika kamu menuruti mereka, Sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik”. (Al An’am : 121)<br /><br /><br /><br />Dalam ayat ini Allah Subhanahu Wa Ta'ala menjelaskan tentang keharaman bangkai, dan Allah juga menjelaskan tentang tipu daya syaitan. Kita mengetahui bahwa bangkai adalah haram, namun dalam ajaran orang musyrik Quraisy mereka menyebutnya sebagai sembelihan Allah.<br />Dalam hadits dengan sanad yang shahih yang diriwayatkan oleh Imam Al Hakim dari Ibnu ‘Abbas radliyallahu 'anhu : Orang musyrikin datang kepada Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam dan berkata : “Hai Muhammad, ada kambing mati pagi hari, siapa yang membunuhnya ?”, Rasulullah mengatakan : “Allah yang membunuhnya (mematikannya)”, kemudian orang-orang musyrik itu mengatakan : “Kambing yang kalian sembelih dengan tangan kalian, maka kalian katakan halal, sedangakan kambing yang disembelih Allah dengan Tangan-Nya Yang Mulia dengan pisau dari emas kalian katakan haram, berarti sembelihan kalian lebih baik daripada sembelihan Allah”.<br />Ini adalah ucapan kaum musyrikin kepada kaum muslimin, Allah katakan bahwa ucapan itu adalah bisikan syaitan terhadap mereka (Dan sesungguhnya syaitan itu membisikkan (mewahyukan) kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu) untuk mendebat kaum muslimin agar setuju atas penghalalan bangkai, lalu setelah itu Allah peringatkan kepada kaum muslimin jika seandainya menyetujui dan mentaati mereka meski hanya dalam satu hukum atau kasus saja dengan firman-Nya “Maka sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik”<br />Allah Subhanahu Wa Ta'ala mencap bahwa orang yang membuat hukum selain Allah disebut sebagai wali syaitan, dan produk hukum yang buat itu pada hakikatnya adalah hukum syaitan.<br />Karena dalam sistem demokrasi yang membuat hukum itu adalah selain Allah yaitu rakyat melaui wakil-wakilnya, jika di Indonedia adalah sebagaimana yang telah dijabarkan dalam Undang Undang Dasar RI tahun 1945, yaitu bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat berdasarkan Undang Undang Dasar, dan bisa didapatkan juga bahwa Majelis Permusyawaratan Rakyat adalah lembaga yang berhak membuat dan mengamandemen Undang Undang Dasar, atau nanti juga bisa didapatkan pasal bahwa setiap anggota Dewan Perwakilan Rakyat berhak mengajukan rancangan Undang Undang Dasar, dan ini semua bisa dilihat dalam kitab Undang Undang Dasar mereka.<br />Hukum yang muncul dalam sistem demokrasi adalah hukum syaitan walaupun “wajahnya” seperti syari’at Islam, seandainya hukum potong tangan muncul dalam sistem demokrasi (dari DPR/MPR atau Pemerintah tahghut) maka itu bukanlah hukum atau syari’at Allah, akan tetapi syari’at Thagut atau syari’at demokrasi. Karena hukum tersebut tidak muncul dari Allah, melainkan muncul dari sistem demokrasi yang dibuat oleh para arbab yang mengklaim bahwa dirinya yang berhak membuat hukum dan perundang-undangan.<br />Jengis Khan membuat suatu kitab hukum yang bernama Yasiq (Ilyasa), kitab ini adalah hasil rangkuman dari hukum Islam, Yahudi, Nashrani, dari pendapat ahlu bid’ah dan sebagian dari buah karya fikirannya sendiri dan diberlakukan pada anak cucunya (ini sama seperti KUHP di Indonesia). Dalam kitab hukum Yasiq ini terdapat beberapa hukum yang sama dengan hukum Islam tapi itu tidak disebut sebagai hukum Islam, melainkan hukum Yasiq (Ilyasa). Ulama mengatakan bahwa yang menerapkannya adalah orang kafir.<br />Maka orang zaman sekarang yang tertipu atau mereka yang tidak mengikuti jalan yang syar’iy, mereka mengatakan ingin “menggolkan” syari’at Islam lewat Perda-Perda, tetapi bagaimana bisa ??! itu bisa saja terjadi akan tetapi namanya bukanlah syari’at Islam, tapi namanya syari’at demokrasi. Karena itu munculnya bukan dari Allah akan tetapi itu muncul dari para arbab mutafarriqun (tuhan-tuhan pengatur yang beraneka ragam) yang diberikan kewenangan hukum berdasarkan UUD tahun 1945.<br />2. Kebenaran itu adalah suara yang terbanyak.<br />Dalam sistem demokrasi, mereka menyandarkan kebenaran itu kepada suara rakyat atau mayoritasnya. Sebagaimana di awalnya demokrasi adalah hukum rakyat, maka yang diinginkan oleh mayoritas rakyat itu adalah kebenaran yang wajib ditaati dan dituruti.<br />Sedangkan dalam ajaran Islam, kebenaran itu adalah apa yang muncul dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala, sebagaimana firman-Nya :<br />“Kebenaran itu berasal dari Tuhanmu, maka jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu”. (Al Baqarah : 147)<br />Allah Subhanahu Wa Ta'ala juga mengatakan :<br />“Kebenaran itu adalah yang datang dari Tuhanmu, karena itu janganlah kamu tergolong orang-orang yang ragu”. (Ali Imran : 60)<br />Jika dalam demokrasi kebenaran itu berasal dari hawa nafsu mayoritas manusia, sedangkan dalam Islam maka yang harus diikuti adalah apa yang Allah turunkan, atau kebenaran adalah apa yang Allah turunkan meskipun itu bertentangan keinginan atau hawa nafsu mayoritas manusia. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman :<br />“Ikutilah apa yang diturunkan kepada kalian dari Rabb kalian“ (Al A’raf : 3)<br />Akan tetapi dalam demokrasi dikatakan “ikutilah apa yang diinginkan oleh suara terbanyak” karena itu adalah kebenaran. Dalam Al Qur’an, Allah Subhanahu Wa Ta'ala banyak sekali memvonis bahwa mayoritas itu adalah berada di atas kesesatan, di antaranya :<br /><br />“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah).” (QS Al An’am 6 : 116)<br />3. Kebebasan untuk meyakini dan bebas untuk mengeluarkan pendapat.<br />Dalam demokrasi, manusia dibebaskan untuk meyakini atau menganut ajaran atau agama apa saja. Orang dibebaskan untuk keluar (murtad) dari Islam, orang boleh mencemoohkan ajaran Islam, karena demokrasi memberikan kebebasan bagi rakyat untuk memilih apa yang akan dianutnya, dan karena rakyat memiliki hak untuk mengeluarkan pendapat dengan bebas, baik itu pendapat kekafiran atau kemurtaddan ataupun pendapat yang lainnya.<br />Dalam sistem demokrasi orang bebas untuk murtad, memeluk Islam atau memeluk agama yang lainnya, baik itu Nashrani, Hindu atau Budha, membuat tumbal, sesajian, atau meminta-minta ke kuburan, semua itu tidak akan dilarang.<br />Dalam sistem demokrasi orang bebas meyakini, manganut, memeluk, mengeluarkan pendapat, dan pemikirannya walaupun itu bertolak belakang dengan ajaran Allah.<br />Sedangkan dalam Islam orang tidak bebas untuk memeluk keyakinan atau menganut ajaran tertentu, orang tidak akan bebas untuk keluar masuk agama Islam karena Rasulullah mengatakan:<br />“barangsiapa yang mengganti agamanya, maka bunuhlah”,<br />orang tidak boleh mencemoohkan ajaran Islam, karena Allah Subhanahu Wa Ta'ala telah memberikan batasan-batasan yang tidak boleh dilampaui oleh makhluk.<br />4. Menyamaratakan orang muslim dengan orang kafir<br />Di dalam demokrasi, orang muslim dengan orang kafir adalah sama dalam hak dan kewajibannya. Antara ulama dengan orang zindiq adalah sama di dalam sistem demokrasi ini. Orang murtad atau orang kafir dengan orang muslim yang taat adalah sama dalam sistem ini, juga antara laki-laki dengan perempuan adalah sama.<br />Ini bisa dilihat dalam Pemilu demokrasi yang mana semuanya adalah sama hak dan kewajibannya, sedangkan Allah Subhanahu Wa Ta'ala dalam banyak ayat Al Qur’an mengingkari penyamaan antara orang-orang kafir dengan orang-orang Islam :<br />“Apakah orang-orang yang membuat kejahatan itu menyangka bahwa Kami akan menjadikan mereka seperti orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, yaitu sama antara kehidupan dan kematian mereka? Amat buruklah apa yang mereka sangka itu”. (Al Jaatsiyah : 21)<br />Dalam ayat ini Allah Subhanahu Wa Ta'ala mengingkari kepada orang yang menyamakan antara orang yang kafir dengan orang yang mukmin. Karena ada perbedaan antara keduanya, baik itu di dunia maupun di akhirat, sebagaimana yang sudah dijelaskan dalam materi Konsekuensi-Konsekuensi Terhadap Orang Murtad.<br />Orang kafir juga ada perbedaannya, apakah itu kafir asli atau apakah kafir dzimiy, karena itu sangat berbeda sekali. Sedangkan dalam ajaran demokrasi semua perbedaan-perbedaan ini ditiadakan dan menganggap semuanya sama. Dalam ajaran demokrasi setiap warga negara adalah sama kedudukannya di hadapan hukum dari sisi hak dan kewajiban.<br />Kemudian Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman :<br />“Apakah Kami akan menjadikan orang-orang yang beriman dan beramal shalih seperti orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi ? ataukah Kami akan menjadikan orang-orang yang bertaqwa seperti orang-orang yang fajir ? (QS Shad)<br />Dalam ayat ini Allah Subhanahu Wa Ta'ala mengingkari penyamaan antara orang muslim dengan orang kafir, bahkan dalam surat yang lain Allah mengatakan tentang orang yang menyamakan antara orang muslin dengan orang yang kafir :<br />“Maka apakah patut Kami menjadikan orang-orang Islam itu sama dengan orang-orang yang mujrim (orang kafir)? kenapa kamu (berbuat demikian) : Bagaimanakah kamu mengambil keputusan ? Atau adakah kamu mempunyai sebuah kitab (yang diturunkan Allah) yang kamu membacanya?, bahwa di dalamnya kamu benar-benar boleh memilih apa yang kamu sukai untukmu. Atau apakah kamu memperoleh janji yang diperkuat dengan sumpah dari Kami, yang tetap berlaku sampai hari kiamat; sesungguhnya kamu benar-benar dapat mengambil keputusan (sekehendakmu) ?” (Al Qalam : 35-39)<br />Bagaimanakah kamu mengambil keputusan? adalah pertanyaan alasan kenapa kamu (wahai penganut demokrasi) menyamakan antara orang muslim dengan orang kafir ? Atau adakah kamu mempunyai sebuah kitab (yang diturunkan Allah) yang kamu membacanya? Apakah kalian memilliki kitab yang di dalamnya tertera bahwa orang kafir itu sama dengan orang muslim di hadapan hukum dalam hak dan kewajibannya ? Maka para penganut demokrasi akan menjawab : Ya, kami punya kitab yang di dalamnya kami mendapatkan persamaan hak antara orang muslim dengan orang kafir, yaitu di antaranya kitab UUD 1945 yang mengatakan bahwa setiap warga negara berkesamaan kedudukannya di hadapan hukum.<br />5. Memutuskan dengan selain hukum Allah<br />Hukum yang berjalan dalan sistem demokrasi bukanlah hukum Allah, apapun bentuk macam dan ragamnya, meskipun itu serupa dengan potong tangan sepeti yang ada dalam hukum Allah, akan tetapi bila itu ada dalam bingkai demokrasi maka itu bukanlah hukum Allah meskipun itu dinamakan Perda Syari’at atau apapun namanya, Allah Subhanahu Wa Ta'ala mengatakan :<br /><br />“Putuskanlah diantara mereka dengan apa yang telah Allah turunkan, dan jangan kamu mengikuti keinginan mereka dan hati-hatilah terhadap mereka, jangan sampai mereka memalingkan kamu dari sebagian apa yang yang telah Allah turunkan kepadamu” (Al Maidah : 49)<br />Akan tetapi sistem demokrasi mengatakan “dan putuskanlah diantara mereka dengan apa yang digulirkan oleh para pembuat hukum”, Allah berfirman : “Jangan ikuti keinginan mayoritas mereka (manusia)”, akan tetapi sistem demokrasi mengatakan “ikutilah keinginan mayoritas manusia”. Allah berfirman : “Hati-hatilah terhadap mayoritas manusia, jangan sampai mereka menyesatkan kamu dari apa yang telah Allah turunkan”, tapi sistem demokrasi mengatakan “Hati-hatilah kamu jangan sampai menyelisihi keinginan mayoritas manusia”. Semuanya bertolak belakang, oleh karena itu apapun bentuk hukum yang muncul dari sistem demokrasi adalah syari’at kafir, maka kesalahan besarlah bagi orang-orang yang mendukung apa yang dinamakan “Perda Syari’at”, karena sebenarnya dia tertipu.<br /><br /><br /><br /><br /><br />6. Tuhan-tuhan dalam sistem demokrasi adalah sangat banyak<br />Nabi Yusuf ‘alaihissalam mengatakan kepada dua orang kawannya di dalam penjara :<br />“Hai kedua penghuni penjara, manakah yang baik, tuhan-tuhan pengatur yang beraneka ragam itu ataukah Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa?” (Yusuf : 39)<br />Di dalam demokrasi terdapat banyak arbab, arbab adalah tuhan-tuhan pengatur. Tuhan pengatur dari berbagai partai, baik itu dari PKS, GOLKAR, PDIP, PPP, PKB atau yang lainnya. Sedangkan dalam ajaran Allah hanya ada satu Rab, yaitu Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa.<br />Perbedaan ini sangat jauh, hukum Islam adalah dari Allah Sang Pencipta yang mengetahui apa yang akan terjadi dan mengetahui apa yang paling dibutuhkan manusia, sedangkan arbab mutafarriqun dari berbagai partai itu adalah manusia biasa, makan dan minum seperti kita, mereka juga membutuhkan apa yang dibutuhkan oleh manusia. Ini adalah perbedaan antara tuhan-tuhan para penganut demokrasi dengan Tuhan orang-orang penganut Islam…<br />Syaikh Muhammad Asy Syinqithiy rahimahullah mengatakan : “Setiap orang yang mengikuti aturan/hukum/undang-undang yang menyelisihi apa yang Allah syari’atkan lewat lisan Rasul-Nya, maka dia musyrik kafir lagi menjadikan yang diikuti sebagai rab (tuhan)”<br />Ini adalah sisi-sisi kekafiran demokrasi.<br />II. Status Para Penganut Sistem Demokrasi<br />Sekarang adalah bagaimana dengan orang yang menganut sistem demokrasi ini? berikut ini adalah penjelasannya.<br />Orang yang menganut sistem demokrasi adalah orang kafir, yang dikafirkan dalam kemusyrikan sistem demokrasi adalah sebagaimana apa yang dikatakan oleh Syaikh Muhammad ibnu Abdul Wahhab rahimahullah ketika mengkafirkan orang-orang yang melakukan perbuatan syirik adalah :<br />1. Orang yang melakukannya.<br />Ini adalah orang yang terjun langsung dalam sistem demokrasi, orang yang membuat partai yang akan masuk dalam sistem demokrasi, juga orang yang masuk ke dalam parlemen demokrasi, baik dia membuat hukum atau tidak dan baik dia disumpah atau tidak, karena dia adalah termasuk arbab juga thaghut yang karena proses untuk masuk ke dalamnya adalah melalui jenjang-jenjang kekafiran yang berlapis-lapis. Orang tidak mungkin masuk ke dalamnya tanpa menyetujui sistem demokrasi, sedangkan orang yang setuju dengan kekafiran itu adalah kafir, dan tidak sekedar setuju, tetapi harus mengikuti sistem ini, oleh karena itu ketika pemilu ia akan berusaha untuk mendapatkan suara sebanyak-banyaknya karena kebenaran yang di anut dalam sistem demokrasi adalah suara terbanyak (mayoritas).<br /><br /><br />Dia juga mengajak orang untuk berbuat kemusyrikan (du’at ila syirk) dengan cara mencoblos namanya dalam pemilu untuk mencalonkan dia dari partainya.<br />Panjangnya jenggot atau celana yang tidak isbal atau jilbab yang panjang atau karena dia memakai jubah atau dia digelari kiyai/ulama/ustadz, semua itu tidak menghalagi dari pengkafiran (mawani’ takfir) di dalam Islam.<br />2. Orang yang memperindahnya di hadapan manusia<br />Ini adalah seperti para cendikiawan-cendikiawan atau ulama-ulama kaum musyrikin yang menghiasi sistem demokrasi sebagai sistem yang paling bagus, paling baik dan paling layak diterapkan.<br />3. Orang yang menggulirkan syubhat-syubhat yang bathil<br />Mereka ini adalah orang-orang yang menebarkan berbagai syubhat untuk melegalkan atau menggulirkan sistem demokrasi. Ulama-ulama kaum musyrikin zaman sekarang yang membolehkan orang-orang masuk ke dalam sistem demokrasi dengan menjual kisah-kisah para nabi seperti kisah nabi Yusuf yang menjadi menteri raja, atau dengan istilah syuraa, dan syubhat-syubhat lainnya yang biasa dilontarkan ulama kaum musyrikin. Seperti ulama terkenal Yusuf Al Qardlawi yang melegalkan sistem demokrasi dan bahkan dia mewajibkan orang untuk masuk dalam sistem demokrasi dengan cara mempelintir ayat-ayat Al Qur’an, maka dia sudah kafir dari sisi melegalkannya (mewajibkannya) dan menganggap berdosa orang yang tidak ikut di dalamnya, dan berdusta atas nama Allah karena ketika mewajibkan masuk ke dalam demokrasi maka itu mengklaim bahwa Allah memerintahkan untuk melakukan kemusyrikan, dan menyandarkan itu semua kepada ajaran Islam. Sedangkan berdusta atas nama Allah lebih besar kekafirannya daripada kemusyrikannya itu sendiri.<br />4. Orang yang melindungi kemusrikannya<br />Ini adalah seperti para aparat polisi atau tentara yang melindungi sistem demokrasi ini dengan senjata-senjatanya. Orang seperti ini adalah orang kafir.<br />III. Status orang yang mencoblos atau memberikan suara<br />Di sini ada perbedaan antara orang yang mengetahui apa arti demokrasi dengan orang yang tidak mengetahui.<br />Pertama : Jika dia mengetahui bahwa pemilu demokrasi itu adalah melimpahkan wewenang hukum kepada rakyat melaui wakil-wakilnya yang mana pemilu itu sebagai sarana dalam rangka memilih wakil-wakil rakyat yang akan membuat hukum. Akan tetapi dia tetap mencoblos dan memberikan suara dalam pemilu, maka dia kafir walaupun tidak mengetahui bahwa demokrasi itu adalah sistem syirik.<br />Kedua : Orang yang tidak mengetahui hakikat demokrasi atau dia tidak mengetahui hakikat mencoblos dalam pemilu itu apa, atau dia hanya mengira bahwa pemilu itu hanya memilih orang-orang yang akan mengurusi daerahnya, atau dia hanya orang yang melihat slogan-slogan Al Islam dari partai-partai yang mengaku Islam bahwa “Islam adalah solusi” untuk keluar dari berbagai krisis yang sedang terjadi, dan dia mengira bahwa ini yang akan menegakkan hukum Allah, tapi dia tidak mengetahui dengan cara apa mereka (partai-partai itu) akan menegakkan syari’at Allah, maka bagi orang yang tidak mengetahui hakikat pemilu demokrasi seperti ini adalah sama seperti orang yang mengucapkan kalimat kekafiran dengan bahasa asing yang tidak dia fahami. Orang seperti ini tidak dikafirkan langsung sampai diberikan penerangan tentang apa arti daripada demokrasi dan hakikat pemilu itu, sebagaimana diberikan penjelasan tentang apa arti bahasa kekafiran yang dia ucapkan. Apabila setelah diberikan penjelasan tapi dia bersikeras dengan apa yang dilakukannya, maka dia sudah terjatuh ke dalam kekafiran sehingga kita boleh mengakafirkannya.<br />Sedangkan realita dalam masyarakat kedua jenis orang seperti ini ada dan bercampur baur dan kita tidak bisa membedakannya secara langsung, apakah orang yang mencoblos ini termasuk golongan yang pertama ataukah yang kedua, ini adalah yang dinamakan Jahilul Hal, maka kita tidak boleh mengakafirkannya sampai kita mengetahui apakah dia termasuk golongan yang yang mengetahui ataukah dia termasuk golongan yang tidak mengetahui hakikat pemilu demokrasi yang harus kita beri penjelasan, sehingga pengkafiran itu berada di atas kejelasan di atas ilmu.<br />Dan orang yang membuat partai untuk ikut serta dalam sistem demokrasi atau ikut serta sebagai kontestan dalam pemilu demokrasi, maka status dia sama dengan anggota dewan di parlemen, karena angota parlemen itu tidak akan ada tanpa adanya partai politik yang ikut serta dalam sistem demokrasi, sedangkan hukum sarana sama dengan hukum tujuan.<br />IV. Status ulama yang memfatwakan kebolehan masuk dalam sistem demokrasi<br />Begitu juga dengan ulama-ulama yang memfatwakan bolehnya masuk ke dalam sistem demokrasi atau masuk ke dalam parlemen, maka ini ada dua golongan :<br />Pertama : ulama yang tidak mengetahui hakikat parlemen dalam demokrasi, terus dia memberikan fatwa yang membolehkan untuk masuk ke dalam parlemen atas dasar kejahilan terhadap realita, maka ulama ini adalah ulama sesat lagi menyesatkan.<br />Begitu juga dengan ulama yang memfatwakan boleh masuk ke dalam parlemen dengan syarat jangan membuat hukum atau jangan duduk di majelis kekafiran, jangan mendukung hukum selain hukum Allah, walaupun dalam realitanya hal seperti tidak ada, tapi bila dia meberikan syarat-syarat bila mau masuk ke dalamnya. Sedangkan bila orang yang mengikuti fatwa itu padahal dia mengetahui hakikat demokrasi dan dia ikut mencoblos maka dia kafir. Ini lain halnya dengan ulama yang memberikan fatwa tadi.<br />Kedua : Ulama yang mengetahui hakikat demokrasi, terus dia membolehkan orang masuk ke dalam sistem demokrasi dengan dalih —umpamanya— Mashlahat Dakwah atau bahkan dia memberikan syubhat-syubhat untuk melegalkannya, maka ulama semacam ini adalah ulama kaum musyrikin, dan dia adalah orang kafir.<br />Ini adalah materi yang berkaitan dengan masalah demokrasi, Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi kita Muhammad, keluarganya dan para shahabat serta para pengikutnya sampai hari kiamat. Alhamdulillahirabbil’alamiin…<br /><br /><div style="text-align: center;"><br /></div>ghozinhttp://www.blogger.com/profile/09190111902987610755noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3982074334405547271.post-62190733956929297542009-05-02T01:34:00.000-07:002009-05-02T01:55:54.768-07:00voting untuk hukum buatan manusia adalah murtadبسم الله الرحمن الرحيم <br /><br /><br /><br /> VOTING UNTUK HUKUM BUATAN MANUSIA ADALAH MURTAD<br /><br /><br /><br /><br /><br />© Copyright dilarang dalam Islam,<br /> dipersilakan menyebarluaskannya dengan bebas.<br /><br /><br /><br />www.almuhajirun.com<br /><br /><br /><br />Daftar Isi<br /><br /><br />Pembukaan<br /><br />Dalil Dalam Islam<br /><br /> Dalil Yang Benar Dalam Islam<br /><br /> Contoh Dalil-dalil Yang Tidak Benar<br /><br />Argumen-argumen Yang Terdengar Bagus<br /><br />Kesimpulan dan Nasehat<br /><br />Lampiran<br /><br /> Alternatif Islam Untuk Voting<br /><br /> Voting Untuk Anggota Dewan Adalah Terlarang<br /><br /> Menghargai Partai<br /><br />Pembukaan<br /><br />Segala puji bagi Allah Swt.. Kami memujinya dan mencari ampunanNya. Siapa saja yang Allah tunjuki, tidak seorangpun bisa menyesatkannya. Dan siapa saja yang disesatkan Allah tidak seorangpun bisa menunjukinya.<br /><br />Kami bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, dan kami bersaksi bahwa Nabi Muhammad Saw. Rasul Allah yang terakhir.<br /><br />Begitu banyak diperdebatkan pada saat ini menyangkut tentang ketidakbolehan voting dalam Islam. Orang-orang moderat, sekuler dan orang-orang yang tidak mengamalkan Islam berargumen bahwa voting boleh (dan dalam beberapa kasus menjadi wajib), dimana Muslim yang ittiba kepada salafus sholeh berargumen bahwa itu adalah perbuatan murtad (Kufur dan Syirik).<br /><br />Risalah singkat ini berusaha untuk mengklarifikasi dan membantah kesalahan konsep berkenaan tentang voting secara sederhana.<br /><br />Kami memohon pada Allah Swt. untuk memberikan pahala bagi orang-orang yang terlibat dalam perjuangan ini, seperti halnya bagi orang-orang yang berjuang secara berjama’ah untuk menerapkan dienNya.<br /><br />Memahami Konsep Voting<br /><br />Sebelum kita memasuki perdebatan atau diskusi, pertama kita perlu mempunyai pemahaman yang menyeluruh tentang realitas. Apa pengertian voting dan apa akibatnya? Bukti-bukti apa saja dalam Syari’ah dan apakah itu tidak ada?<br /><br />Voting adalah proses memilih. Ini selanjutnya, dibolehkan tetapi hanya dalam hal-hal yang hanya status hukumnya mubah dalam Syari’ah.<br /><br />Sebagai contoh, jika sebuah kelompok yang terdiri dari lima orang ingin melaksanakan Shalat, mereka mungkin akan melakukan voting bagi siapa yang mempunyai pengetahuan tentang Al-Qur’an dan yang bacaannya bagus untuk menjadi imam kemudian memimpin shalat.<br /><br />Atau andaikata individu yang sama tidak bisa memutuskan untuk pergi dengan bus atau dengan kereta ke masjid, dibolehkan bagi mereka untuk voting dan memilih transportasi yang sesuai dengan mereka.<br /><br />Selanjutnya, voting untuk sesuatu yang dilarang (haram) dalam syari’ah, maka tidak dibolehkan. Sebagai contoh, dilarang bagi Muslim untuk mengucapkan, “Manakah yang harus kita minum orange juice atau vodka? Mari kita voting!” atau, “Dengan apa seharusnya kita hidup, dengan Syari’ah atau demokrasi?”<br /><br />Lebih lanjut, kita seharusnya tidak naïf dan berfikir bahwa pernyataan, “Voting adalah perbuatan Murtad” condong pada voting dalam pengertiannya secara umum; itu dalam konteks bagi seseorang yang ingin membuat hukum dan menjadi seorang anggota dalam pemerintahan yang tidak Islami.<br /><br />Voting dengan pengertian ini tidak dapat disangkal dan diragukan lagi hukumnya, yakni terlarang (haram) dalam Islam. Faktanya, jika diteliti lebih dalam lagi maka itu “syirik”. Ini karena pekerjaan dari seorang anggota parlemen adalah membuat hukum. Sebagai seorang Muslim, kita beriman bahwa yang menetapkan hukum adalah hak Allah Swt. semata, Dia adalah Al-Hakam. Selanjutnya, voting pada seorang anggota parlemen adalah sebuah perbuatan syirik karena itu sama saja dengan memberikan atau mengambil hak Tuhan (membuat hukum) kepada manusia.<br /><br />Voting untuk anggota dewan juga terlarang sebagaimana tugas mereka (1) perwakilan partai-partai non-Islam dan (2) kebenyakan terlibat dalam pembuatan hukum.<br /><br />Allah Swt. telah memerintahkan kita untuk menolak Tuhan-tuhan palsu yang menjadikan orang-orang sebagai sekutuNya, tidak untuk voting kepada mereka.<br /><br />Dalil Dalam Islam<br /><br />Demikianlah penjelasan singkat dalam pandangan Islam berkaitan dengan masalah ini. Namun, ada sebagain orang yang akan memberikan pembenaran voting sebagai mata pencaharian mereka dan karena mereka ingin sekali mendapatkan keuntungan dunia (uang, status, jabatan dan popularitas). Namun, sebelum kita membantah argumen mereka pertama kita harus menetukan apa yang bisa diambil sebagai hujjah dalam Islam.<br /><br />Hujjah Yang Benar Dalam Islam<br /><br />Setiap perbuatan seorang Muslim harus berdasarkan pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Rasulullah Saw. bersabda:<br /><br />“Siapa saja yang melakukan perbuatan tidak berdasarkan pada ajaran ku maka itu tertolak<br /> (tidak akan diterima oleh Allah).”<br />(HR Muslim)<br /><br />“Sungguh, telah aku tinggalkan kepada kalian, yang jika kalian memeluknya maka tidak akan tersesat – Al-Qur’an dan As-Sunnah.”<br />(Al Hakim)<br /><br />Al-Qur’an dan As-Sunnah tidak begitu saja dapat kita tafsirkan dan opinikan. Satu-satunya penafsiran yang diterima dari Al-Qur’an dan Sunnah adalah dari Shahabat dan generasi pertama dalam Islam (As-Salafus Shalih) – karena mereka telah diridhoi oleh Allah Swt. dan RasulNya Saw.<br /><br />Allah Swt. berfirman:<br />“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah…”<br /> (QS At Taubah, 9: 100)<br /><br />Dan Rasulullah Saw. bersabda:<br /><br />“Sungguh sebaik-baik generasi adalah generasiku, kemudian orang-orang setelahnya, kemudian orang-orang setelah mereka…”<br /> (HR Muslim Hadits no. 2535)<br /><br />Maka dengan kata lain, hujjah bagi kita adalah (1) Al-Qur’an dan (2) Sunnah – berdasarkan pemahaman genersi pertama (terbaik) dalam Islam yang dikenal sebagai Salafus Shalih.<br /><br />Contoh Hujjah Yang Tidak Benar<br /><br /> Opini dari masyarakat mayoritas<br /><br />Opini mayoritas tidak bisa diambil sebagai hujjah dalam perbuatan, walaupun mayoritas yang ada adalah Muslim. Allah Swt. berfirman:<br /><br />“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah).” (QS Al An’aam, 6: 116)<br /><br />Selanjutnya, mayoritas manusia adalah tersesat dan berpeluang besar menghuni neraka.<br /><br /> Logika atau rasio<br /><br />Logika atau rasio seseorang tidak bisa diambil sebagai Hujjah. Allah Swt. berfirman:<br /><br /><br />“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak Mengetahui.”<br />(QS Al Baqarah, 2: 216)<br /><br />Selanjut, adalah sebuah kesalahan bagi seseorang yang mengatakan: “Tidak ada yang salah secara logika dengan voting.” Allah Swt. adalah satu-satunya yang memutuskan apakah sesuatu itu terlarang atau tidak, baik atau buruk, benar atau salah dan wajib atau haram.<br /><br />Argumen Yang Terdengar Bagus<br /><br />a) “Kita membantu saudara dan saudari kami”<br /><br />Meskipun pernyataan yang dangkal terdengar sangat masuk akal dan sering digunakan untuk menipu kaum Muslimin, itu adalah tindakan yang mengada-ada. Jika seseorang ingin mempunyai pengaruh politik, maka seseorang itu perlu untuk menjadi seseorang yang benar-benar Muslim atau menunjukkan dukungannya kepada kaum Muslimin, yang dengan itu mereka bisa bersuara melawan hukum buatan manusia. Dalam kasus perang di Iraq, parlemen telah voting tentang manfaat dari perang dengan 396 suara (mendukung perang) melawan 217 (menolak perang), lebih besar 197. Kenyataan yang berbicara, hanya dengan dua juta Muslim di UK dengan tidak ada kejelasan mayoritas dalam semua konstitusi, konsekuensinya kaum Muslimin tidak akan pernah bisa mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi mayoritas atau dekat dengan mayoritas dalam parlemen.<br /><br />Lebih lanjut, dalam proses membantu satu sama lain, kita seharusnya tidak mendurhakai Allah dan selanjutnya itu akan membuatNya murka dengan melakukan syirik dan kufur.<br /><br />b) “Jika kita tidak voting bagaimana kita menerapkan Syari’ah?”<br /><br />Kita melakukan Shalat seperti Rasulullah Saw. Shalat, kita melakukan Haji seperti beliau melakukannya, kita berpuasa sebagaimana beliau Saw. berpuasa, kita melakukan Jihad sebagaimana belau telah melakukannya, dan kita menerapkan Syari’ah sebagaimana beliau telah menerapkannya. Nabi Muhammad Saw. tidak pernah menerapkan Syari’ah dengan bergabung dengan polisi atau militer Quraisy; dan tidak juga beliau menjadi anggota parlemen atau voting pada Abu Lahab tidak juga pada Abu Jahal.<br /><br />c) “Orang-orang fasis/dzolim akan datang untuk menguatkan pemerintahan jika kita tidak ikut voting”<br /><br />Tidak diragukan lagi, ini hanyalah taktik untuk menakut nakuti (kaum muslimin) yang telah digunakan kaum sekuleris seperti MCB, MPAC, YM (organisasi-organisasi sekuler di UK, semisal Jaringan Islam Liberal di Indonesia) dan lainnya. Tidak ada komentator politik yang muncul sampai saat ini seperti yang telah diusulkan sebuah penyebaran kemenangan bagi orang-orang fasis dalam semua bidang perpolitikan atau konstitusi, walaupun mereka datang untuk menguatkan, mana yang lebih keji yang bisa menyebabkan dengan mereka sebagai sebuah hasil? Di Inggris, tanpa bantuan dari BNP:<br /><br /> Homoseksual dengan bebas diterima<br /> Perjudian telah ditetapkan<br /> Jutaan Muslim terbunuh di Afghanistan dan Iraq karena kebijakan luar negeri mereka.<br /> Ratusan Muslim memberontak kemudian ditahan dalam penjara tanpa tuduhan.<br /> Orang-orang Muslim terus-menerus ditahan dan dicari oleh polisi<br /> Wilayah lampu merah dan prostitusi sedikit demi sedikit nyaris dilegalisasi.<br /> Sekolah mengajarkan evolusi, atheisme.<br /> Orang-orang dengan bebas menghina Rasulullah saw.<br /> Islam masih tidak diterima sebagai agama yang sah dan konsekuensinya semua Muslim menjadi terdiskriminatif sebagai akibat dari agama mereka yang tidak sebanding.<br /><br />Semua ini terjadi dengan persetujuan konservatif, orang-orang demokrat yang liberal dan partai buruh. Bagaimana bisa semua Muslim yang mengklaim bijaksana kemudian voting kepada semua partai yang berdasarkan pada alasan yang tidak menentu ini?<br /><br />Allah Swt. menginformasikan kepada kita dalam Al-Qur’an bahwa orang-orang munafik akan selalu bersekutu dengan Kuffar (seperti dengan voting untuk mereka) dan menggunakan alasan seperti, “Kami mungkin akan diperangi atau dibunuh jika kita tidak melakukan demikian.” Allah Swt. berfirman:<br /><br />“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, Maka Sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.<br />Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-orang munafik) bersegera mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani), seraya berkata: "Kami takut akan mendapat bencana". Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan (kepada Rasul-Nya), atau sesuatu Keputusan dari sisi-Nya. Maka Karena itu, mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri mereka.”<br />(QS Al Ma’idah, 5: 51-52)<br /><br />d) “Kita harus ambil bagian untuk meninggikan kehidupan di negara kita”<br /><br />Ini adalah alasan yang tidak masuk akal dan pernyataan bodoh yang dibuat oleh beberapa maulana (seorang syaikh sufi). Hanya karena satu tempat tinggal dalam sebuah negeri tertentu, apakah seseorang yang ambil bagian disekitarnya tidak respek tentang apa yang dibelohkan oleh Syari’ah atau tidak? Dengan ini telah memutar logika seseorang yang juga seharusnya menjadi homoseksual, meminum alkohol, berjudi, dan membiarkan anak-anak mereka mempunyai pacar! Akankah dari beberapa maulana dan mufti ini membuat pernyataan yang tidak mendasar serupa jika mereka tinggal pada masa Nabi Luth A.s. ! ?<br /><br />Muslim seharusnya menentang seruan untuk ambil bagian dalam pemilihan sistem Kufur sama halnya dengan yang telah Allah Swt. perintahkan kepada Nabi Muhammad Saw. untuk menjawab Quraiys yang mengajak beliau Saw. untuk bergabung dengan sistem kufur mereka. Allah Swt. pada waktu itu menurunkan ayat:<br /><br />Katakanlah: "Hai orang-orang kafir,Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang Aku sembah. Dan Aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang Aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku."<br />(QS Al Kafirun, 109: 1-6)<br /><br /><br />e) “Kita perlu mengembalikan pada masyarakat untuk kehidupan ini”<br /><br />Pernyataan lain yang baru-baru ini telah muncul adalah tentang waktu bagi Muslim yang hidup dalam kehidupan barat untuk menjadi warga negara yang baik dan mengembalikan kepada masyarakat. Mereka merasa mencoba untuk berfikir bahwa pemerintahan kufur telah begitu seenaknya dalam menerima Muslim untuk negeri mereka dan kita seharusnya berterima kasih kepada mereka. Meskipun seperti sebuah argumen yang busuk dari mental imigran Asia yang lama, itu sekarang dipropagandakan kepada generasi kedua Muslim di barat.<br /><br />Tidak ada seseorang pun yang meyatakan bahwa haram untuk mengkontribusi pada lingkungan yang ada di sekitarnya; namun, Muslim adalah seseorang yang memberikan pertolongan kepada Muslim di sekitarnya. Allah Swt. berfirman:<br /><br />“Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.”<br />(QS Al Hujarat, 49: 10)<br /><br />Muslim tidak meninggalkan jalannya untuk mengkontribusi pada masyarakat kufur, sebagaimana niatnya adalah senantiasa untuk mencari ridha Allah Swt. dan mendukung dienNya, bukan dien Kuffar. Muslim yang berbuat untuk menyenangkan hati Kuffar harus diketahui bahwa perbuatan mereka akan tertolak, dan dalam kasus lain bisa mengakibatkan mereka menjadi murtad, seperti membantu polisi, atau tentara, atau menjadi anggota parlemen.<br /><br />“Jika anda tidak menyukai negara ini maka tinggalkanlah!” Seseorang akan mempunyai anggapan seperti sebuah pernyataan yang hanya diatributkan pada rasis yang kejam, seperti orang-orang dari BNP (partai nasionalis di Inggeris). Namun, yang mengherankan sebagaimana mungkin terdengar, sekarang ini telah dimuntahkan oleh orang-orang sekuler.<br /><br />Muslim yang hidup di negeri non-Muslim berkewajiban untuk mengajak non-Muslim pada jalan hidup yang superior (Islam), tidak mengikuti jalan hidup atau ideologi mereka. Selanjutnyan seseorang diharuskan untuk berhijrah bagi orang-orang yang tidak bisa lagi melaksanakan Islam dan memegang teguh dien mereka di sebuah wilayah.<br /><br /><br />f) “Nabi Yusuf telah berbagi kekuatan dengan seorang Kafir”<br /><br />Ini adalah kebohongan besar dan fitnah melawan salah satu Nabi Allah yang seharusnya bisa dijelaskan jika orang-orang mau menghabiskan waktu sedikit untuk mencari ilmu.<br /><br />Bagaimana bisa seseorang berasumsi bahwa Yusuf A.s. telah berkompromi dengan keimanannya dan bekerjasama dengan pemerintahan yang telah melegalisasi hukum buatan manusia, kemudian dia juga seseorang yang mengingatkan yang lainnya tentang isu ini, dengan berkata:<br /><br />“Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah." (QS Yusuf, 12: 40)<br /><br />Yang benar adalah: Raja Mesir telah memeluk Tauhid (menjadi Muslim) sebelum Yusuf A.s. datang masuk kedalam pemerintahan dengannya. Selanjutya, Nabi Allah tidak berbagi kekuasan dengan seorang Kafir.<br /><br />Ibnu Katsir berkata: “Raja Mesir telah memeluk Islam dengan tangan Yusuf A.s., berdasarakan pada Mujahid R.a.’<br /><br />Selanjutnya Syari’ah sebelum kita adalah hujjah untuk kita – berdasarkan pada mayoritas Ulama Ushul – tetapi hanya jika itu tidak bertolak belakang dengan Syari’ah yang telah dibawa oleh Muhammad Saw. dengan kata lain, seseorang tidak bisa berargumen bahwa alkohol itu halal sebagaimana itu halal pada masa Isa As..<br /><br />g) “Ibnu Taimiyah memberikan sebuah fatwa yang membolehkan untuk bergabung dengan pemerintahan Kufur’<br /><br />Ibnu Taimiyah R.a. hidup pada masa Syari’ah telah diimplementasikan. Konsekuensinya, fatwa bahwa orang-orang merujuk pada kebolehan untuk bergabung dengan “pemerintahan zalim” dikarenakanan ada negara Islam di masa itu.<br /><br />Sebagaimana kita ketahui, setelah masa Salafus Shalih ada begitu banyak kezaliman yang tersebar dan kekuasaan tiran karena orang-orang lambat laun menyimpang dari Al-Qur’an dan Sunnah sampai akhirnya runtuhnya Khilafah.<br /><br />Disamping, apa yang Ibnu Taimiyah – atau semua Ulama dari kalangan Khalaf (modern) – katakan bukan bukti dengan dirinya sendiri, kecuali itu kembali pada bukti-bukti syar’i, kita mengikuti wahyu (Al-Qur’an dan As-Sunnah) bukan orang per-orang.<br /><br />h) “Shahabat telah voting dan yang diberikan suara”<br /><br />Sebagaimana telah disebutkan di awal bahasan, voting adalah sesuatu yang boleh tetapi hanya untuk sesuatau yang mubah.<br /><br />Pada saat Shahabat bermusyawarah dan memilih siapa yang akan menjadi Amirul Mu’minin, mereka bukan voting untuk seseorang yang menetapkan hukum dan membolehkan apa yang Allah Swt. telah larang (hukum-hukum kufur). Ada perbedaan antara voting bagi Muslim yang diatur dengan Syari’ah dengan voting untuk Kafir yang akan membolehkan alkohol, nudisme, homoseksual, incest (pernikahan antar anggota keluarga), zina dan kejahatan lainnya. Masalah yang kita bicarakan adalah ketidakbolehan bagi seseorang untuk voting kepada orang yang akan membuat hukum-hukum kufur.<br /><br />i) “Voting lebih sedikit daripada dua kejahatan”<br /><br />Ini adalah salah satu argumen utama yang di sebutkan oleh orang-orang yang menyimpang untuk kembali pada pernyataan bahwa voting untuk seorang Kaafir yang menerapkan kekufuran atas kaum Muslimin adalah “lebih sedikit (mudhoratnya) dari dua kejahatan” dan selanjutnya membenarkan.<br /><br />Untuk argumen semata, walaupun jika seseorang menawarkan sebuah pilihan antara dua kejahatan, yang berkata dia harus memilih sebuah kejahatan dan telah memilih yang sedikit jahat? Jika seseorang menawarkan untuk mengambil obat-obatan terlarang atau minuman beralkohol dia seharusnya menolak keduanya, tidak mengambil apa yang dia fikir “lebih sedikit jahat dari keduanya”.<br /><br />Utsman bin Affan R.a. pernah berkata: “Minuman keras adalah kunci bagi semua kejahatan. Seorang lelaki pernah diminta untuk membunuh seorang anak, meminum secangkir khamer, atau berzina dengan seorang wanita. Dia berfikir untuk mengambil yang lebih sedikit keburukannya yaitu meminum khamer, kemudian dia menjadi mabuk lalu berzina dengan seorang wanita dan membunuh seorang anak.”<br /><br />Lebih lanjut jika Syirik (menyekutukan Allah swt.) adalah kejahatan yang paling besar dalam Islam, bagaimana bisa (perbuatan syirik ini) menjadi “lebih sedikit jahat dari dua kejahatan”?<br /><br />j) Syari’ah adalah mengambil apa yang bermanfaat dan mencegah yang merugikan<br /><br />Fataawa (fatwa-fatwa) menyimpang ini dikeluarkan oleh “Ulama”, seperti Haitsam Al Haddaad, mempengaruhi kaum Muslimin untuk menerima itu (voting) dan mengatakan bahwa tujuan Allah Swt. menurukan Syari’ah adalah agar bermanfaat bagi seluruh manusia dan konsekuensinya, semua orang-orang yang berfikir bahwa seseorang merasa bahwa sesuau yang bermanfaat adalah dibolehkan dan sesuatu yang merugikan adalah Haram.<br /><br />Walaupun Ulama Haq telah berbicara panjang lebar tentang tujuan Syari’ah adalah untuk menyebarluaskan kebaikan dan mencegah kejahatan, mereka tidak pernah menyebutkan bahwa kebaikan dan kejahatan adalah seseuatu yang diputuskan untuk orang tersebut.<br /><br />Islam tidak berdasarkan pada hawa nafsu dan kemauan kita sendiri. Tetapi hawa nafsu dan kemauan kita yang harus sejalan dengan semua perintah Allah Swt.. Allah adalah an-Naafi’ (Pemberi Manfaat) dan ad-Daar (Pemberi Mudhorat/keburukan) serta Dia satu-satunya yang bisa memberikan keduanya kepada kita. Kebaikan dan keburukan adalah apa yang telah diturunkan dan yang telah disebutkan dalam Al-Qur’aan dan Sunnah, bukan dengan apa yang kita fikirkan. Dengan kata lain seseorang bisa berargumen bahwa riba adalah bermanfaat dari segi finansial maka kemudian selanjutnya menjadi halal, Siapa yang memperdebatkan ini? Sesuatu yang haram adalah haram, walaupun ada keuntungan pribadi di dalamnya.<br /><br />Bantahan Allah Swt.<br /><br />Argumen tentang manfaat dan kepentingan telah dibantah oleh Allah Swt sendiri. Dia Swt. berfirman:<br /><br />“Katakanlah: "Jika bapa-bapa , anak-anak , saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan-Nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan Keputusan-Nya". dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.”<br /> (QS At Taubah, 9: 24)<br /><br />Dalam ayat di atas, Allah Swt. telah memperhitungkan semua hal yang bisa dinyatakan menjadi bukti manfaat bagi seorang Muslim, dari kehidupan mereka, harta, bisnis dan keluarga mereka. Allah Swt. berfirman bahwa jika ini lebih kita sayangi daripada Allah RasulNya dan Jihad dijalanNya, kemudian kita harus menunggu sampai keputusan Allah menghukum kita karena kebodohan kita.<br /><br />Allah Swt. tidak membiarkan keringanan untuk semua bukti-bukti manfaat dan kepentinga digunakan untuk mengabaikan kewajiban seperti jihad. Untuk alasan yang lebih besar, mereka tidak bisa menggunakan alasan yang sama untuk meninggalkan Tauhid dengan melakukan syirik, sebagaimana Tauhid adalah kewajiban pertama dan terbesar dalam Islam.<br /><br />Bagaimana kemudian bisa sebuah prinsip yang dahulu untuk mengargumentasikan kebaikan voting dengan membesarkan beberapa manfaat materi? Jika tujuan dari Syari’ah adalah untuk menggambarkan kepada individu Muslim untuk membatasi batasan-batasan keinginan mereka dan kondisi-kondisi, kemudian apa tujuan Allah Swt. menginformasikan kepada kita bahwa sesuatu tertentu haram dan yang lain halal? Jika setiap Muslim akan menilai apa yang dia rasakan benar dan salah meyakini manfaat untuknya, maka apa tujuan eksistensi syari’ah?<br /><br />k) “Mayoritas Ulama membolehkannya. Tidak ada Ulama yang sama dengan opini Anda!”<br /><br />Satu-satunya orang yang lemah akalnya dan tidak punya bukti dari Al-Qur’an dan Sunnah untuk kembali pada pendirian mereka tempat untuk mengungkapkan, ‘siapa Anda? Kita adalah mayoritas! Semua masjid membolehkan voting!’ Orang yang benar-benar Muslim adalah yang beriman pada Allah Swt. tidak pernah memikirkan jumlah atapun besarnya orang-orang yang berkumpul; tetapi mereka selalu terfokus semata pada kekuatan bukti-bukti Islami dan pemahaman Salaf. Allah Swt.tidak memuji jumlah mayoritas, sebagaimana telah disebutkan pada awal diskusi ini. Tetapi sebagai sebuah peringatan, Allah Swt. befirman:<br /><br />“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah).” (QS Al An’aam, 6:116)<br /><br />“Dan sebahagian besar manusia tidak akan beriman - walaupun kamu sangat menginginkannya-.”<br /> (QS Yusuf, 12: 103)<br /><br />Ada pada sebuah sisi lain, sebuah prinsip Syari’ah disebut: Ijma’ ul Ummah, atau kesepakatan Ummat. Selanjutnya, prinsip ini merujuk pada Ummat pada masa Salaf, bukan Ummat Muslim pada saat ini.<br /><br />Mayoritas Muslim pada saat ini berperan dalam lotre, perjudian, pergaulan bebas, merokok, perayaan festival Kuffar, ribaa dan tidak melaksanakan Shalat lima waktu dalam sehari. Itu selanjutnya menjadi hal yang menggelikan untuk menyatakan bahwa kesepakatan mereka adalah hujjah untuk kita.<br /><br />Kesimpulan dan Nasehat<br /><br />Akan selalu ada konflik antara kebenaran dan kebatilan. Selanjutnya, orang-orang yang mempuyai sifat nifaq dalam hati mereka akan terus membuat alasan untuk membenarkan kejahatan mereka yang telah dilakukan. Setiap tahun mereka akan datang dengan argumen palsu dan membenarkan kekufuran.<br /><br />Kuncinya adalah: voting untuk pembuat hukum adalah terlarang sebagaimana itu adalah tindakan untuk memberikan sebuah atribut Allah Swt. kepada manusia, dimana perbuatan itu disebut syirik.<br /><br />Satu-satunya masa yang membolehkan untuk melakukan sesuatu yang dilarang adalah ketika seseorang telah ditempelkan sebuah pisau di lehernya atau sebuah senjata di kepala mereka (yaitu dalam keadaan terpaksa). Ini jelas bukanlah kondisi yang sedang kita hadapi di barat maupun semua tempat, dengan demikian lebih baik mati dalam keadaan ber-Tauhid sebagai seorang Muslim daripada melakukan syirik.<br /><br />Jika seseorang menginginkan untuk menuntut bahwa voting dibolehkan, mereka harus membawa hujjah yang membuktikan bahwa dibolehkan untuk melakukan syirik dengan tujuan untuk membantu orang lain atau mencapai beberapa keuntungan dunia.<br /><br />Menjauh dari orang-orang yang mencintai Kuffar, voting kepada mereka, yang tergabung dalam partai mereka dan sekutu mereka sebagaimana penyakit mereka adalah penyakit menular.<br /><br />Akhir kata bagi mereka yang tidak takut pada Allah. Kepada orang-orang yang mencintai Kaafir yang akan voting mengabaikan kemurkaan Allah:<br /><br />Bukti-bukti yang jelas telah kita siapkan untuk Anda yang akan melawan kesaksian Anda di akhirat nanti. Sedikitpun mungkin mereka para pemimpin-pemimpin yang Anda pilih untuk membuat hukum tidak akan bisa membantu Anda di akhirat untuk mempertanggungjawabkan semua perbuatan yang telah dilakukan di dunia. Pada waktu itu mereka (para pemimpinmu) akan dilempar ke dalam Jahannam – jika mereka mati dalam keadaan kufur – dan Anda juga akan bergabung dengan mereka sebagaimana Allah mendapati Anda dengan orang-orang yang Anda cintai di dunia. Pada waktu itu, alasan seperti, ‘Kita mengikuti pemimpin kami,’ atau ‘Ulamaa kamu membolehkan begini dan begini,’ tidak akan diterima karena Allah Swt. berfirman:<br /><br />“ (yaitu) ketika orang-orang yang diikuti itu berlepas diri dari orang-orang yang mengikutinya, dan mereka melihat siksa; dan (ketika) segala hubungan antara mereka terputus sama sekali.<br />Dan berkatalah orang-orang yang mengikuti: "Seandainya kami dapat kembali (ke dunia), pasti kami akan berlepas diri dari mereka, sebagaimana mereka berlepas diri dari kami." Demikianlah Allah memperlihatkan kepada mereka amal perbuatannya menjadi sesalan bagi mereka; dan sekali-kali mereka tidak akan keluar dari api neraka.”<br />(QS Al Baqarah, 2: 166-167)<br /><br />Kebebasan<br /><br />Kebebasan adalah apa yang telah dikampanyekan secara efektif oleh Kuffar – dengan tujuan untuk membebaskan diri mereka dari ketaatan pada Pencipta mereka, Allah Swt., membebaskan semua manusia dari kemauan dan hawa nafsu mereka. Mereka dengan subur menerima apa yang Allah Swt. telah larang, sebagaimana ada orang yang berjuang untuk:<br /><br /> Homo seksual, seks di luar nikah, perzinahan, aborsi, pornografi, budaya telanjang, incest, minum minuman keras, perjuudian dan pergaulan bebas.<br /> Mereka memperngaruhi kita dari usia muda untuk percaya bahwa Darwinisme dan evolusi serta terori big bang.<br /> Kebebasan yang mereka usung adalah untuk bisa mengatakan “Islam itu jahat” atau “Islam itu terbelakang” atau mereka bisa mendikte kita tentang Islam, namun pada saat kebenaran dipropagandakan mereka memeranginya sebagai ekstrimisme dan penghalang kebebasan berbicara ini. Baru-baru ini kita melihat Ulama seperti Syeikh Faisal, Syekh Abu Hamzah, Syekh Abu Qatadah dan banyak Da’i terkunci dibelakang karena melaksanakan kebebasan berbicaranya.<br /><br />Sebagai seorang Muslim, tindakan dan nilai-nilai ini terlarang keras. Bukanlah untuk kita menjadi cenderung sifat-sifat buruk ini, tetepi sebagai sebuah kewajiban kita harus mengekspsos kebatilan dalam masayarakat dan mencegahnya, dan memerintahkan kebaikan yang tidak ada. Seruan kami tak seorangpun untuk semua politikus sekuler tidak juga membesar-besarkan pernyataan mereka. Seruan kita harus diridhoi oleh Allah Swt. dengan mengabaikan tekanan dari orang-orang yang bisa berdampak bagi kita karena pahala dari Allah Swt. adalah jauh lebih banyak.<br /><br />Nilai-nilai buruk<br /><br />Seruan untuk penggabungan (seperti voting) adalah seruan untuk menaklukan lebih jauh kehendak Muslim. Itu adalah sesuatu yang direncanakan oleh musuh-musuh Allah Swt. untuk menggiring Muslim bergabung dalam masayarakat kufur dan untuk menanamkan kepada Muslim nilai-nilai sekulerisme, sebagaimana termanifestasikan dengan partai-partai politik. Penggiringan ini untuk mensekulerkan Muslim yang telah siap untuk membimbing banyak Muslim pada penderitaan sebagai konsekuensi dari kebebasan.<br /><br />Pemuda Muslim (masa depan kita) telah tenggelam dalam budaya kufur disekitar mereka. Perzinahan merajalela, dan bahkan homoseksual ditemukan telah masuk kedalam komunitas Muslim. Muslim yang terdahulu ditemukan pada diri mereka mengabaikankannya, dimana itu sebelumya digagas bahwa panti jompo adalah sebuah tempat kediaman Kuffar. Figur-figur baru dari kantor pusat menandai adanya cara lain. Apakah kita sebagai seorang Ummat menginginkan terus-menerus lemah dalam perjalanan ini?<br /><br />Nilai-nilai yang tidak Islami<br /><br />Tidak diragukan kebenarannya bahwa kita tidak akan menemukan hujjah untuk mempertahankan semua nilai-nilai yang tercela, maka dengan bangga hal itu telah diperjuangkan oleh Barat. Nilai-nilai ini adalah nilai-nilai Syaitan dan para pengikutnya.<br /><br />Sebuah harga untuk menjual dien mereka, itu berharga voting untuk membolehkan semua yang telah jelas hukum kufur dengan tujuan bahwa kita mungkin mementingkan sedikit manfaat dalam dunia ini, untuk saling bertukar dalam kutukan di neraka? Allah Swt. memperingati kita tentang mereka, yang menyukai Kuffar, yang kita ambil sebagai teman. Allah Swt. berfirman,<br /><br />“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. sungguh Telah kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya.<br />Beginilah kamu, kamu menyukai mereka, padahal mereka tidak menyukai kamu, dan kamu beriman kepada kitab-kitab semuanya. apabila mereka menjumpai kamu, mereka Berkata "Kami beriman", dan apabila mereka menyendiri, mereka menggigit ujung jari antaran marah bercampur benci terhadap kamu. Katakanlah (kepada mereka): "Matilah kamu Karena kemarahanmu itu". Sesungguhnya Allah mengetahui segala isi hati.<br />Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya. jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan.”<br />(QS Ali Imran, 3: 118-120)<br /><br />Kamu melihat kebanyakan dari mereka tolong-menolong dengan orang-orang yang kafir (musyrik). Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka sediakan untuk diri mereka, yaitu kemurkaan Allah kepada mereka; dan mereka akan kekal dalam siksaan.<br />Sekiranya mereka beriman kepada Allah, kepada nabi (Musa) dan kepada apa yang diturunkan kepadanya (Nabi), niscaya mereka tidak akan mengambil orang-orang musyrikin itu menjadi penolong-penolong, tapi kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang fasik. (QS Al Mai’dah, 5: 80-81)<br /><br />Takutlah pada Allah sebagaimana dia telah wajibkan, dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan sebagai seorang Muslim.<br /><br />Lampiran I<br /><br />Alternatif Islami untuk voting kepada hukum buatan Manusia<br /><br />Karena voting kepada hukum buatan manusia telah jelas terlarang dan sebuah perbuatan murtad dalam Islam, banyak orang mulai bertanya: “Apa alternatif untuk voting dan bagaimana kita memilih sebuah pemerintahan kecuali dengan voting?” Adalah sesuatu yang dangkal dan naïf untuk berasumsi bahwa satu-satunya mekanisme atau bentuk untuk mengangkat pemerintahan adalah dengan jalan demokrasi atau voting (hukum buatan manusia). Sebagai Muslim, adalah bagian dalam keyakinan kita untuk beriman bahwa Syari’ah Allah adalah sempurna, lengkap dan tidak berlawanan. Allah Swt. berfirman dalam Al-Qur’an:<br /><br />“...pada hari Ini Telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu,” (QS Al Ma’idah, 5:3)<br /><br />Selanjutnya Syari’ah kita telah dilengkapi oleh Allah Swt. dan Dia telah meninggalkannya tidak ada penyakit tanpa sebuah obat, tidak ada masalah tanpa sebuah solusi. Semua yang beriman bahwa Islam tidak lengkap dan tidak memberikan solusi bagi setiap permasalahan telah melakukan perbuatan Kufur (murtad) dan meninggalkan ikatan Islam. Ini karena Allah Swt. berfirman dalam kitabNya:<br /><br />“dan kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.”<br />(QS An Nahl, 16: 89)<br /><br />Jika ada sebuah isu atau masalah yang muncul di masa depan kemudian kita tidak bisa menemukan sebuah solusi atau jawaban untuk itu dalam Al-Qur’an dan Sunnah, kita harus beriman bahwa ada satu tetapi tidak ditemukan (berdasarkan pengetahuan kita yang terbatas). Pernyataan seperti, “Islam tidak membahas tentang isu ini,” atau “tidak ada pernyataan syari’ah tentang masalah ini,” dan sebagainya semuanya adalah pernyataan kufur yang berimplikasi bahwa dien Allah tidak lengkap dan tidak menyediakan sebuah solusi untuk semua permasalahan.<br /><br />Alternatif Islami untuk voting adalah sungguh jelas dan sederhana. Rasulullah Saw. dan para Shahabatnya tidak pernah voting pada Quraisy atau partai politik kaafir lainnya. Cara mereka untuk menerapkan Syari’ah adalah dengan berinteraksi dengan masyarkat dan menyeru mereka pada Islam. Jika orang-orang menolak, berperang melawan orang-orang beriman atau menangkap mereka, solusinya adalah berpindah ke tempat yang lain; dan inilah yang secara pasti kita yakini bahwa Nabi Muhammad telah melakukannya. Pada saat dia menemukan bahwa masyarakat Mekkah keras kepadanya dan tidak metolerir Islam (seperti pemerintahan Inggris saat ini dan negara-negara lainnya) dia meninggalkan Mekkah dan hijrah ke Madinah.<br /><br />Madinah adalah sebuah kota dimana Rasulullah membangun masyarakat Muslim yang kuat kemudian menolak untuk hidup dengan hukum Kuffar, dan mengimplementasikan Syari’ah. Rasulullah Saw. tidak pernah voting untuk Kuffar dengan tujuan untuk mendapatkan suara atau posisi diantara Musyrikin Mekkah. Malah beliau mencari alternatif Islami yaitu hijrah dan mengimplementasikan Islam dalam wilayah sendiri, dan kemudian selanjutnya menyebarluaskan ideologi ini dengan jihad.<br /><br />Sebagai seorang Muslim yang mengikuti golongan yang Selamat (Rasulullah Saw. dan para Shahabatnya), kita berkewajiban untuk mengikuti mereka. Solusi untuk Muslim di Inggris, Eropa dan semua belahan bumi adalah hidup bersama sebagai sebuah komunitas dan mengimplementasikan Islam, mengabaikan konsekuensinya (dari para penguasa kuffar). Ini karena mengimplementasikan Islam adalah sebuah kewajiban bagi setiap Muslim, dan semua orang yang mati tanpa memberikan sumpah setia pada Khalifah akan mati dalam keadaan jahililiyyah.<br /><br />Alternatif Islami ini mungkin terdengar sulit atau “tidak praktis” bagi orang-orang yang menyimpang atau mempunyai sifat nifaq dalam hati mereka, tetapi siapa yang berkata bahwa Jannah mudah untuk dimasuki? Dengan hidup sebagai sebuah komunitas kita bisa menerapkan Syari’ah, membangun sebuah banunan masyarakat Muslim yang solid dan orang-orang yang ikhlas mengorbankan hidup mereka untuk Allah Swt. semata, dan kemudian membawa dien ini keseluruh ummat manusia. Tidak akan pernah ada kekurangan makanan atau masalah dengan makanan halal, kesehatan, keamanan, pendidikan, dan ekonomi dalam masayarakat. Sebagaimana Islam akan menjadi kuat dan semua bentuk kerusakan akan dibasmi.<br /><br />Kita tidak merubah satu thaghut dengan voting kepada thaghut yang lain! Kami mengharuskan untuk menolak dan menjauhkan diri kita dari tawaghit, tidak untuk voting kepada mereka! Ini benar-benar hal yang menggelikan untuk mengatakan bahwa karena tidak ada pilihan atau alternatif. Kita harus voting. Itu seperti mengatakan, “Jika aku tidak bisa menemukan seorang istri, satu-satunya alternatif adalah menemukan seorang pria sebagai partner!” Kita tidak melakukan munkar dengan tujuan untuk mendapatkan kebaikan. Tujuan tidak membenarkan maksud, hanyalah orang-orang bodoh yang mempercayai hal itu.<br /><br />Lampiran II<br /><br /><br />Voting pada anggota dewan adalah terlarang dalam Islam<br /><br />Dengan pemilihan yang berikutnya kita melihat sebuah kesenangan dari mengkampanyekan pada sesuatu yang telah ditargetkan yaitu menipu Muslim ke dalam voting untuk organisasi kufur.<br /><br />Para anggota dewan akan mengeraskan perbincangan di Masjid tentang isu-isu yang berdampak untuk Ummat Muslim. Jalan-jalan akan dipenui dengan poster-poster, juru kampanye akan mengetuk pintu kita, dan sebagainya yang kesemuanya dalam rangka mengambil suara kita. Kita harusnya bertanya pada diri kita, akankah seorang anggota dewan Muslim membuat perubahan yang lebih baik? Bukankah itu lebih bermanfaat untuk mempunyai seorang anggota dewan yang berlawanan dengan lainnya? Apakah dibolehkan untuk kita voting kepada partai buruh, konservatif, atau partai liberal yang semua berdasarkan pada asas kufur (di UK, atau partai-partai sekuler serupa di negeri-negeri lainnya) ?<br /><br />Islam telah tersedia untuk kita dengan sebuah sumber dari referensi (Syari’ah) untuk mengatur semua aspek kehidupan kita. Itu selanjutnya sebuah kewajiban atas kita untuk merujuk kepada sumber ini (syari’ah) dengan tujuan untuk menjawab pertanyaan tentang partisipasi dalam pemilihan ini. Allah Swt. telah menetapkan dalam Al-Qur’an :<br /><br /> “Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS Ali Imran, 3: 85)<br /><br />Kita harus ingat bahwa Iman kita berdasarkan pada At-Tauhid yang berarti, menaati, mengikuti, menyembah dan meninggikan Allah Swt. secara khusus, tanpa menyekutukannya pada sesuatu apapun dengan sifat atau karekter seseorang. Menyekutukan Allah Swt. dengan apapun atau dengan sifat-sifatNya adalah sebuah perbuatan syirik yang akan mengeluarkan seseorang dari ikatan Islam, dan inilah mengapa Tauhid adalah pilar Islam yang paling mendasar.<br /><br />Salah satu sifat Allah Swt. adalah bahwa dia adalah sang Legislator (Al-Hakam) dan Dia mempunyai hak, kekuatan untuk memerintah dan legislasi yang mutlak, serta tidak ada seorang pun yang mempunyai bagian kekuatan mutlak ini dariNya. Sebagaimana Allah Swt. berfirman:<br /><br /> “Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah.” (QS Yusuf, 12: 40)<br /><br />Realitas dari orang yang memilih adalah dia seseorang yang memilih wakilnya, yang pada akhir bersamanya bertanggungjawab untuk apapun dari perwakilan yang telah dipilih dan dialokasikan – tugasnya disini adalah sebagai perwakilan organisasi kufur yang tidak berdasarkan pada Islam untuk mengatur kepentingan orang-orangnya; selanjutnya, mendukung para anggota dewan ini adalah TERLARANG bagi ummat Muslim.<br /><br />Realitas dari anggota dewan adalah dia terlibat dalam pembuatan hukum/ kebijakan dan mengimplementasikannya dengan pemerintahan lokal-ini adalah perbuatan murtad dalam Islam karena hanya Allah yang mempunyai hak untuk menetapkan hukum. Hukum buatan mereka mungkin lebih baik untuk sebuah komunitas tetapi karena sistemnya tidak berdasarkan Islam perbuatan ini benar-benar tertolak. Jadi semua Muslim yang melibatkan dirinya dalam masalah ini maka dia berdosa, tidak relevan dengan niatnya; selanjutnya, dia menjadikan dirinya sekutu bagi Allah Swt. – ini adalah perbuatan syirik – dan selanjutnya akan menjadi thaghut.<br /><br />Menjadi seorang Muslim yang menerima, mempromosikan atau mendukung kufur adalah seseuatu yang berlawanan dengan keimanan Islam. Namun, kita menemukan kandidat Muslim yang berdiri sebagai perwakilan dari macam-macam partai politik yang dengan sangat menginginkan untuk menjadi bagian dari parlemen system kufur (sebuah penegakkan dimana para penguasa dengan hukum yang telah digagas dari pemikiran manusia, dimana manusia telah membuat kedaulatan dan mempunyai hak khusus untuk menetapkan – sebuah konsep yang dengan jelas melanggar sebuah dasar keimanan Islam, dengan nama-nama Allah dimana Dialah satu-satunya Legislator). Selanjutnya, fondasi dari permerintahan ini benar-benar bertentangan dengan Islam dan semua dukungan atau perwakilan dari ini adalah sebuah pelanggaran syara’.<br /><br />Sebagaimana untuk orang-orang yang berfikir untuk voting kepada seorang anggota dewan Muslim atau non-Muslim untuk perbaikan dari komunitas mereka, biarlah itu diketahui bahwa ini sama saja dengan pemerintahan yang bertanggungjawab untuk membantai semua Muslim yang ada di atas bumi ini, untuk mengeksploitasi Muslim, kekayaan alam, dan memanipulasi negeri kami. Sama dengan orang-orang yang mencegah kita untuk mendukung saudara Muslim kita (secara lisan, fisik dan finansial) di Afghanistan, Kashmir, Chechnya, Iraq dan Palestina. Pemerintah itu sampai saat ini memberikan sanksi melawan saudara-saudara Muslim kami yang tidak bersalah di Iraq dan secara terang-terangan mendukung negara teroris Israel. Mereka secara terus-menerus melarang Muslim mengutuk menyelesaikan konferensi, demonstrasi, rally dan mengumpulkan dana untuk Mujahidin. Dengan voting kepada kandidat yang mewakili pemeritahan ini (apakah dia Muslim atau bukan) kita berarti telah menyokong semua perbuatan di atas, tidak melupakan bahwa kita akan berhadapan dengan Pencipta kita pada hari pengadilan dan semua yang telah kita lakukan akan diperhitungkan.<br /><br />Kuffar menggunakan figur Muslim untuk membuat keseluruhan proses terlihat sah sama juga untuk membodohi orang-orang untuk voting kepada mereka, ketika secara fakta Allah Swt. telah memperingati kita tentang orang-orang yang melakukan ini:<br /><br /> “Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu ? Mereka hendak berhakim kepada thaghut[312], padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya.” (QS An Nisaa’, 4: 60)<br /><br />Wahai Ummat Muslim, ambilah Rasulullah Saw. dan para Shahabatnya Ra. sebagai contoh, mereka telah memerangi Kuffar, mereka mempertahankan keimanan mereka dan nilai-nilainya, mereka tidak pernah bersekutu dengan kuffar, mereka tidak pernah mendukung mereka tidak juga bertujuan untuk mendapatkan kesuksesan sementara bersama kuffar, tidak juga mereka mengkompromikan keimanan. Tetapi mereka berteriak untuk melawan kerusakan system kufur mereka, mereka menyoroti kekurangan dan buah pemikiran di dalam system dan memerangi semua dasar-dasarnya, menyediakan mereka dengan sebuah jalan hidup alternatif : Islam. Mereka menghadapi penderitaan dan kesukaran kerena ketaatan mereka pada Islam dan menolak untuk tunduk pada hukum negeri atau yang berasal dari legislatif lain, kecuali Allah Swt..<br /><br />Lampiran III<br /><br />Menghargai Partai Sekuler<br /><br />Menghormati partai sekuler adalah sebuah tindakan kufur, kepercayaan bahwa kedaulatan berada di tangan manusia dan bukan Allah. Mereka mempunyai penghormatan kepada night club, nudisme, khamer, pornografi, homoseksual, zina, pergaulan bebas, musik, perjudian dan kebebasan menghina syari’ah – dengan dalih “kebebasan berbicara.”<br /><br />Allah Swt. berfirman dalam Qur’an:<br /><br />“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka…” (QS Al Ma’idah, 5: 51)<br /><br />Melakukan kemunafikan ini (yang mengkampanyekan kufur dan syirik) benar-benar menginginkan kekafiran. Alasan mengapa mereka menyeru kepada Muslim untuk voting ke partai mereka adalah bukan karena mereka peduli dengan Ummat Muslim; tetapi dengan tujuan untuk mendapatkan sedikit manfaat duniawi seperti kedudukan dalam dewan atau pembiayaan dari pemerintahan lokal.<br /><br />Kepada saudara-saudari Muslim, jangan biarkan para juru kampanye mereka membodohi kita degan menjustifikasi kemurtadan mereka dengan perkara-perkara Islami. Kita tidak membantu saudara-saudara kita di Palestina dan Iraq menjadi Musyrik atau Kafir! Allah berfirman dalam Al-Qur’an bahwa kemenangan adalah untuk orang-orang yang beriman dan mempunyai amal Sholeh, bukan untuk orang-orang yang melakukan kekufuran dan kesyirikan dengan voting! Allah Swt. berfirman:<br /><br />“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS An Nur, 24: 55)<br /><br /><br /><br />Ingatlah bahwa jika kita voting untuk partai politik manapun, semua yang mereka serukan atau tetapkan akan mencekik kita pada hari pengadilan. Jika kita voting pada saat ini, demi Allah, kita akan menjadi kafir keesokan harinya, jika tidak lebih cepat.<br /><br />Wallahu’alam bis showab!<br /><br />Ya….Allah…Saksikanlah kami telah menyampaikannya!!!ghozinhttp://www.blogger.com/profile/09190111902987610755noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3982074334405547271.post-10694691691199337752009-04-28T23:58:00.000-07:002009-04-29T00:05:10.004-07:00Surat kepada Presidaen“Sebaik-baik Jihad adalah Menyampaikan Perkataan Yang Haq (Benar) Dihadapan Seorang Pemimpin Yang Dzalim (shahih Al-Jami’)<br /><br />Hujjah<br />oleh<br />Amir Jama’ah Kita (Ansharut Tauhid)<br />Ust Abu Bakar Ba’asyir kepada Presiden RI<br /><br /><br />NASKAH SURAT<br />Kepada Yth.<br />-Saudara Presiden Republik Indonesia.<br />-Saudara Ketua DPR RI.<br />-Saudara Ketua MPR RI.<br /><br />Segala Puji bagi Allah SWT, Pemilik, Penguasa dan Pemelihara alam semesta. Shalawat dan salam semoga dilimpahkan atas utusan-Nya yang terpercaya, Nabi Muhammad saw, atas semua keluarga, semua sahabatnya dan semua hamba Allah yang mengikuti sunnahnya sampai hari Qiamat. Amiin.<br /><br />Amma Ba’du:<br /><br />Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, memiliki wilayah yang luas dan sejatinya merupakan negara yang berdaulat dan bermartabat dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia, semua itu merupakan karunia yang Allah SWT berikan kepada bangsa ini. Namun demikian kondisi tanah air kita akhir-akhir ini sangat memprihatinkan dengan terjadinya berbagai bencana dan musibah yang datang bertubi-tubi dan seolah tiada henti-hentinya. Menyikapi ini semua sepatutnya kita harus introspeksi diri, tidakkah kita sadari bahwa alam semesta maupun kenikmatan yang Allah SWT berikan baik yang ada di alam semesta maupun kenikmatan yang diperoleh setiap individu tidak akan pernah diambil kembali oleh-Nya kecuali manusia telah merusaknya<br /> <br />Allah SWT di dalam Al-Qur’an berfirman:<br />“Demikian itu karena sesungguhnya Allah tidak akan mengubah sesuatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada suatu kaum (bangsa), hingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri, dan sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.(Al-Anfaal:53)<br /> “….. sesungguhnya Allah tidak mengubah apa yang ada pada suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan mereka. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tidak ada yang dapat menolaknya, dan tidak ada pelindung bagi mereka, selain-Nya”(Ar-Ra’d:11)<br /><br />Yang terhormat Saudara Presiden, Ketua DPR dan Ketua MPR RI,<br /><br />Silih bergantinya bencana dan musibah yang melanda bangsa ini disadari atau tidak dilakukan oleh tangan-tangan dan perbuatan kita sendiri oleh karena mereka tidak dibina keimanannya, sebagaimana yang dijelaskan di dalam Al-Qur’an :.<br /> “Telah nyata kerusakan di darat dan di laut dengan sebab perbuatan tangan manusia, supaya Dia merasakan kepada mereka sebagian (akibat) dari yang mereka perbuat supaya mereka kembali (ke Al Qur’an-As sunnah)” (Ar-Ruum:41)<br />Sebagai muslim, dengan ijin Allah SWT kami merasa berkewajiban untuk menyampaikan taushiyah (nasihat) dan tadzkirah (peringatan) kepada saudara sesama muslim, terutama kepada yang terhormat saudara Presiden, Ketua DPR dan Ketua MPR RI. Nasihat ini kami sampaikan sesuai dengan petunjuk Allah SWT dalam Al-Qur’an yang mengarahkan agar kita senantiasa saling menasihati dan mengingatkan, karena nasihat dan peringatan seorang muslim kepada saudaranya amat bermanfaat untuk menjaga kestabilan iman dan taqwa sebagaimana difirmankan oleh Allah SWT:<br />Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman. (Adz-Dzariyat:55)<br /><br />Yang terhormat Saudara Presiden, Ketua DPR dan Ketua MPR RI,<br /><br />Sebagian muslim memang ada yang mau mendengarkan nasihat dan peringatan yang berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits Nabi, tetapi ada pula yang tidak peduli. Mereka yang tidak peduli kepada peringatan Al-Qur’an dan Sunnah adalah seperti orang Yahudi, yang mengatakan bahwa “hati mereka telah tertutup” sebagaimana Allah terangkan keadaan mereka:<br />Dan mereka berkata:”Hati kami tertutup!” Tetapi sebenarnya Allah telah mengutuk mereka karena keingkaran mereka; maka sedikit sekali mereka yang beriman. (Al-Baqarah:88)<br />Mereka yang tidak mau mendengarkan nasihat ini, tidak dapat menjaga diri dan keluarganya dari api neraka, padahal Allah memerintahkan:<br />Hai orang-orang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan (At-Tahrim:6)<br /><br />Yang terhormat Saudara Presiden, Ketua DPR dan Ketua MPR RI,<br /><br />Bahwa sesungguhnya di tangan saudara terletak kekuasaan yang diamanatkan oleh Allah SWT untuk mengurus dan mengelola karunia-Nya, negara Indonesia, yang berpenduduk mayoritas muslim dan merupakan komunitas muslimin terbesar di dunia. Amanat besar ini dapat menjadi kendaraan yang menyelamatkan saudara di Akhirat, tetapi sebaliknya dapat juga menjadi kendaraan yang menjerumuskan saudara ke neraka Jahannam.<br />Dengan harapan bahwa kekuasaan ini menjadi kendaraan yang menyelamatkan saudara, keluarga dan rakyat serta bangsa Indonesia di Akhirat nanti, maka kami ingin menyampaikan peringatan berdasar bimbingan Allah dan rasul-Nya, semoga dapat dipahami dan kemudian diamalkan sesuai kemampuan. Semoga Allah memberi karunia kemampuan kepada saudara untuk membebaskan negara ini dari kegelapan yang meliputinya sejak kemerdekaan sampai hari ini, menuju cahaya Allah yang terang benderang, amin.<br /><br />Yang terhormat Saudara Presiden, Ketua DPR dan Ketua MPR RI,<br /><br />Sebagai muslim, kehidupan kita terikat seratus persen dengan tatanan Syari’at atau hukum Allah dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, yang meliputi aspek pribadi, keluarga maupun negara. Ini berarti bahwa dalam mengelola negara ini, saudara terikat dengan tatanan Syari’at atau hukum Allah. Dalam hal ini Allah berfirman:<br />Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (An-Nisa’:65)<br />Bahkan dengan tegas Allah memerintahkan kepada muslimin agar dalam menata kehidupan ini hanya mengikuti jalan Allah (syariat Islam) secara murni, dan menghindari semua ideologi ciptaan manusia (Demokrasi,Sekuleris,Pluralisme,Kapitalisme,dll) Allah berfirman:<br />Dan bahwa (yang Aku perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu akan mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertaqwa. (Al-An’am:153)<br /><br />Yang terhormat Saudara Presiden, Ketua DPR dan Ketua MPR RI,<br /><br />Sebagai seorang muslim yang telah mengucapkan dua kalimat syahadat, saudara terkena kewajiban suci ini dalam mengelola negara karunia Allah; saudara Wajib mengelola negara ini dengan Syari’at Islam secara kaffah, tidak boleh ada pilihan lain. Ketentuan ini merupakan harga mati, merupakan konsekwensi orang yang telah meyakini kebenaran dua kalimat syahadat. Allah berfirman:<br />Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu’min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan (hukum), bahwa akan ada bagi mereka pilihan (hukum yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguh dia telah sesat, dengan kesesatan yang nyata. (Al-Ahzab:36)<br /><br />Yang terhormat Saudara Presiden, Ketua DPR dan Ketua MPR RI,<br /><br />Amanat kekuasaan yang ada di tangan saudara harus difungsikan untuk menjaga kelancaran pengamalan perintah Allah kepada umat Islam dan memberantas semua hal yang dilarang Allah dan Rasul-Nya, memberantas kemungkaran dan kemaksiatan. Allah telah menegaskan bahwa tugas utama seorang hamba yang diberi kekuasaan adalah: menegakkan shalat untuk diri, keluarga dan rakyatnya, amar ma’ruf dan nahi munkar. Firman-Nya:<br />(Yaitu) orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah akhir segala urusan. (Al-Hajj:41).<br />Maka kewajiban pokok saudara sebagai penguasa negara umat Islam adalah memerintahkan kaum muslimin di negeri ini agar mengamalkan semua perintah Allah seperti shalat, zakat, puasa Ramadhan, menutup aurat bagi wanita baligh bila keluar rumah dan banyak hukum lain-lainnya. Di samping itu saudara wajib melarang semua bentuk kemungkaran dan kemaksiatan. Kewajiban ini dapat dilaksanakan dengan sarana undang-undang, dan mereka yang melanggar harus diberi sanksi hukuman.<br />Harus dilakukan amandemen terhadap UUD, dan ditegaskan bahwa dasar negara karunia Allah ini adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah, sedang hukum positif yang berlaku adalah Syari’at Islam dan segala perangkat hukum serta kelengkapannya yang tidak menyalahi syari’at Islam.<br />Tidak melakukan kewajiban ini adalah sebuah kesalahan besar di hadapan Allah, kecuali jika saudara memang belum mampu mengamalkannya – tetapi ini harus dibuktikan dengan adanya langkah-langkah kongkrit yang harus saudara lakukan.<br />Apabila saudara tidak melakukan kewajiban ini maka saudara ikut menanggung dosa semua pelanggaran yang dilakukan oleh sebagian umat Islam terhadap hukum Allah. Itu disebabkan karena saudara membiarkan perintah Allah tidak dikerjakan dan larangan-Nya dilanggar, sedang di tangan saudara ada kekuasaan yang dapat digunakan untuk menanggulanginya, yakni dengan penegakan dan pembelakuan Syari’at Islam. Yang harus saudara pertanggung-jawabkan lebih berat lagi adalah kenyataan banyaknya umat Islam yang dimurtadkan oleh orang-orang Kafir. Kemungkaran ini berjalan mulus karena tidak ada undang-undang yang menangkalnya, yang juga menjadi tanggung jawab saudara. Rasulullah saw. menjelaskan bahwa seorang pemimpin bertanggung jawab terhadap keadaan rakyat yang dipimpinnya:<br />Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian bertanggung jawab atas rakyatnya, imam (presiden, raja) itu adalah pemimpin dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dipimpinnya. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)<br />Bahkan para ulama sepakat bahwa penguasa yang beragama Islam yang memerintah negara-negara umat Islam (yakni negara yang berpenduduk mayoritas muslim) sedang dia enggan mengatur pemerintahannya dengan Syari’at Islam secara kaffah, maka dia dihukumi Murtad.<br />Menurut para ulama, penguasa-penguasa itu dapat menjadi murtad karena beberapa sebab, di antaranya yang paling penting adalah:<br />1. Menetapkan undang-undang selain hukum Allah.<br />2. Menganggap hukum positif buatan manusia lebih baik dan lebih sesuai untuk mengatur negeri mereka daripada hukum Allah.<br />3. Mendirikan lembaga-lembaga peradilan/mahkamah yang berhukum dengan hukum buatan manusia yang kebanyakan bertentangan dengan hukum Allah.<br />4. Menganut paham Sekulerisme,Pluralisme dan mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari.<br />5. Menganut paham Demokrasi dan menerapkannya dalam kehidupan di kalangan rakyatnya, sedang demokrasi itu jelas Syirik Akbar hukumnya.<br />6. Bekerja sama dengan orang-orang kafir dan membantu mereka dalam memerangi Islam dan memerangi kaum muslimin.<br /><br />Yang terhormat Saudara Presiden, Ketua DPR dan Ketua MPR RI,<br /><br />Kita harus ingat bahwa kehidupan yang sebenarnya adalah kehidupan di akhirat; maka jangan sampai kita salah langkah di dunia, karena akan menjadikan kita rugi di akhirat. Oleh karena itu marilah kita tingkatkan taqwa kepada Allah, jangan sampai kita tertipu oleh keindahan dan kenikmatan dunia ini. Mari kita resapi benar-benar firman Allah berikut:<br />Hai manusia, bertaqwalah kepada Rabbmu dan takutlah kepada suatu hari yang (pada hari itu) seorang bapak tidak dapat menolong anaknya dan seorang anak tidak dapat (pula) menolong bapaknya sedikitpun. Sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka janganlah sekali-kali kehidupan dunia memperdayakan kamu, dan jangan (pula) penipu (syaitan) memperdayakan kamu dalam (mentaati) Allah. (Al-Luqman,<br />:33)<br />Jangan sampai karunia yang Allah berikan kepada kita baik berupa harta, anak, ilmu, kedudukan maupun kekuasaan itu membawa kerugian di akhirat sehingga membawa penyesalan, sebagaimana keterangan Allah SWT:dia mengatakan: ”Alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amal shalih) untuk hidupku (di akhirat) ini. (Al-Fajr:24)<br />Dan adapun orang-orang yang diberikan kitabnya dari sebelah kirinya, maka dia akan berkata: “Wahai alangkah baiknya kiranya tidak diberikan kitab ini kepadaku, dan aku tidak mengetahui apa hisab terhadap diriku, Wahai kiranya kematian (yang telah aku jalani) itu yang menyelesaikan segala sesuatu. Hartaku tidak bermanfaat (untuk menyelamatkan) bagiku; telah hilang kekuasaan dariku.Allah berfirman:peganglah dia lalu belengguhlah tangannya ke lehernya.Kemudian masukkanlah dia kedalam api yang menyala-nyala (Al-Haqqah:25-31)<br /> <br />Maka semua karunia Allah wajib, kita syukuri, kita gunakan untuk taat kepada Allah, agar membawa kesuksesan di akhirat nanti.<br /><br />Semoga taushiyah dan tadzkirah ini bermanfaat bagi kita semua di dunia dan di akhirat, amin.<br />Ya Allah saksikanlah bahwa kebenaran (hujjah) ini sudah kami sampaikan menurut kemampuan kami. Ampunilah kelemahan dan kekurangan kami, dan berikanlah petunjuk kepada hamba-hamba yang Engkau pilih dan berikanlah kekuatan kepada kami untuk menegakkan syari’at-Mu. Amin.<br />Surakarta, 01 Muharram 1428 H.<br />20 Januari 2007 M.ghozinhttp://www.blogger.com/profile/09190111902987610755noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3982074334405547271.post-43043859066385308782009-04-24T06:07:00.001-07:002009-04-24T06:37:05.930-07:00mengenang peristiwa 911, wawancara eksklusif denagan syekh usamah bin ladenMENGENANG PERISTIWA 911<br /><br />WAWANCARA EKSKLUSIF DENGAN SYEKH USAMAH BIN LADEN<br /><br /><br /><br />11 September 2008, tepat 7 tahun kita mengenang peristiwa 11 September 2001. Banyak orang masih bertanya-tanya siapakah yang berada di balik peristiwa tersebut. Berikut Wawancara Eksklusif Tayseer Allouni (TA) bersama dengan Syekh Usamah Bin Laden (UBL) yang dikutip dari Majalah Al Muhajirun Edisi Khusus. Semoga bermanfaat!<br />UBL : Semoga Allah menyambutmu (hayyakallah)<br /><br />TA : Sebuah pertanyaan yang sering diulang-ulang oleh lisan mayoritas manusia di seluruh penjuru dunia: USA (Amerika Serikat) menyatakan bahwa itu bukti yang meyakinkan atas keterlibatan anda dalam peristiwa di New York dan Wasington. Apa jawaban anda atas hal itu?<br /><br />UBL : Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Semoga kedamaian dan rahmat-Nya tertuju pada Muhammad, keluarganya dan sahabat-sahabatnya. Dilaporkan; mengenai penggambaran aksi-aksi tersebut sebagai aksi teroris maka penggambaran itu adalah sebuah kesalahan. Pemuda-pemuda tersebut telah jelas berjuang di jalan Allah, mereka menggeser perang menuju jantung kota AS dan mereka menghancurkan bangunan yang terkenal yang melambangkan kekuatan militer dan perekonomian AS, itulah kehendak Allah. Dari apa yang kita pahami bahwa mereka melakukan aksi ini supaya kita terdorong untuk bangkit dari tidur yang panjang sebelumnya, dan bisa mempertahankan diri sendiri, mempertahankan saudara-saudara kita, anak-anak yang di Palestina dan untuk membebaskan tempat suci kita. Dan jika dorongan untuk melakukan aksi ini adalah terorisme dan jika membunuh orang yang telah membunuh anak-anak kita adalah teroris, maka biarlah sejarah menyaksikan bahwa kita adalah teroris.<br /><br />TA : Baiklah, tapi syaikh, orang-orang yang memonitor dan mendokumentasikan perkataan-perkataan anda menghubungkannya dengan sumpah yang anda ucapkan baru-baru ini, anda telah berkata: “ Saya bersumpah demi Allah Yang Maha Kuasa, Dzat yang telah meninggikan langit, bahwa Amerika tidak akan pernah tenang hingga ketenangan itu menjadi sebuah realita begi kita yang hidup di Palestina.” Kemudian aksi-aksi teroris yang terjadi di New York dan Wasington dihubungkan dengan pernyataan anda sebelumnya itu. Lalu apa pendapat anda mengenai opini ini?<br /><br />UBL : Menghubung-hubungkannya memang mudah. Jika itu memang termasuk ada hubungannya bahwa kita mendorong aksi ini maka saya katakan ya, kami telah mendorong untuk melakukan aksi ini selama bertahun-tahun. Kami melakukan apa yang telah diperbolehkan dalam syari’ah dan banyak dokumen-dokumen mengenai persoalan ini dan seruan dari yang lain untuk mendorong aksi inipun bahkan telah dipublikasikan dan disiarkan keberbagai media. Lalu jika mereka mengartikannya demikian atau jika andapun juga memaknai bahwa ada hubungannya maka itu adalah benar. Kamilah yang mendorongnya dan dorongan inilah yang dibutuhkan saat ini, Allah telah memerintahkan akan hal ini kepada manusia terbaik yaitu Nabi saw.<br /><br />Allah swt berfirman:<br /><br />“Maka berperanglah kamu pada jalan Allah, tidaklah kamu dibebani melainkan dengan kewajiban kamu sendiri. Kobarkanlah semangat para mukmin (untuk berperang). Mudah-mudahan Allah menolak serangan orang-orang yang kafir itu. Allah amat besar kekuatan dan amat keras siksaan(Nya)”. (QS. An-Nisaa’,4: 84).<br /><br />Apa yang Allah perintahkan atas orang-orang kafir adalah berperang dan memerangi mereka. Jadi kaitannya adalah benar, bahwa kami telah menyebarkan semangat orang-orang mukmin untuk membunuh orang-orang Amerika dan Yahudi. Itu benar.<br /><br />TA : Baik Syeikh Usama bin Laden, Organisasi Al-Qaidah yang ditemui saat ini bertujuan untuk mendominasi dunia secara militer, politik dan teknologi. Lalu dengan alasan apa Al-Qaidah yang secara kemampuan materi tidak mencukupi datang untuk menghancurkan kemampuan yang dimiliki AS, dengan logika apa yang disepakati oleh organisasi seperti Al-Qaidah, untuk mengalahkan militer AS, misalkan saya ambil contoh demikian?<br /><br />UBL : Alhamdulillah… saya katakan bahwa perang yang terjadi bukanlah antara organisasi Al-Qaidah (tandzim Al-Qaidah) dengan dunia salib. Perang yang terjadi adalah antara kaum muslimin (orang-orang mukmin) dengan dunia salib. Organisasi Al-Qaidah itu dengan keagungan Allah, digunakan oleh saudara-saudara Mujahid kita di Afghan dan orang-orangpun juga menggunakan kata-kata seperti itu dan bahkan lebih kuat lagi dengan mengatakan: “Bagaimana mungkin kamu dapat mengalahkan kekuasaan Soviet?” pada saat itu kekuasaan Soviet adalah kekuatan yang kuat, bahkan sangat kuat, kekuatan yang menakuti seluruh dunia dan NATO pun terguncang dalam ketakutan di depan kekuasaan Soviet. Lalu Allah swt mengirimkan kekuatan yang kuat kepada kita dan saudara-saudara Mujahid kita.<br /><br />Kekuasaan Soviet menjadi sangat kecil dan tidak berarti apa-apa jika dibandingkan dengan kekuasaan Allah. Hari ini tidak ada lagi kekuasaan Soviet di sini, mereka terpecah menjadi kesatuan yang kecil dan hancur yang pada akhirnya meninggalkan Afghanistan. Allah telah menguatkan kita dan menstabilkan kedudukan kita untuk mengalahkan kekuasaan Soviet, begitupun juga akan mampu untuk menguatkan kita lagi dan mengizinkan kita untuk mengalahkan Amerika di tanah yang sama dan dengan perkataan yang sama, itulah kemuliaan Allah swt. Jadi kita percaya bahwa mengalahkan Amerika adalah sesuatu yang bisa tercapai dengan izin Allah swt, itu mudah bagi kita dengan izin Allah swt sebagaimana kita mengalahkan kekuatan Soviet sebelumnya.<br /><br />TA : Bagaimana anda berfikir itu mudah? Kenapa anda berpikir itu mudah?<br /><br />UBL : Kami telah mencoba… seperti saudara-saudara kita yang melakukan perang dengan Amerika, mirip dengan contoh di Somalia. Kami belum mendapati sebelumnya sebuah kekuatan yang dapat disebutkan. Ada banyak kekaguman tentang Amerika, yang digunakan untuk menakut-nakuti orang-orang sebelum melakukan perang. Jadi saudara-saudara kita yang berada di Afghanistan berusaha (melakukan hal yang terbaik) dan Allah memperjelas jalan bagi mereka dengan beberapa orang mujahid di Somalia, lalu Amerika mundur menarik diri dibelakang tali-tali kehinaan, terkalahkan dan kehilangan segala apa yang dimiliki tanpa bisa kembali dan tanpa kembali, melupakan semua bahwa media secara besar-besaran yang menginformasikan tentang Pemerintahan Dunia Baru, bagaimana penguasa itu memerintah dan bisa melakukan apa saja yang disukainya. Pada faktanya semua itu telah terlupakan, mereka menjemput tentaranya dan mencoba kembali akan tetapi tetap kalah dengan izin Allah Ta’ala. Kemudian kami mencoba berperang melawan Rusia dari tahun 1979 hingga 1989, selama 10 tahun dengan kemuliaan Allah swt, lalu kami melanjutkan perlawanan terhadap komunis di Afghanistan. Hari ini kami berada di akhir minggu kedua dan apa perbedaannya seperti malam dan siang antara kedua peperangan tersebut kami mohon kepada Allah swt untuk menguatkan kami dengan pertolongannya dan menghancurkan Amerika, karena Allah mampu untuk melakukannya.<br /><br />TA : Baik syeikh, berhubungan dengan tempat, anda katakan bahwa kami akan mengalahkan Amerika di tempat ini. Tidakkah anda berpikir bahwa eksistensi organisasi Al-Qaidah di tanah Afghanistan membuat penduduk Afghanistan membayar dengan harga yang mahal?<br /><br />UBL : Baik, pandangan itu adalah parsial (sebagian) dan tidak menyeluruh serta hanya berasal dari satu sisi. Ketika kita datang pertama di Afghanistan dan ketika kami datang untuk membawa kemenangan atas para Mujahid pada saat Rusia masuk tahun 1399 Hijriyah (1979 M), pemerintah Saudi secara resmi meminta kami untuk tidak masuk ke Afghanistan. Seyogyanya saya masuk ke Afghanistan, dan karena kedekatan keluarga saya dengan sistem pemerintahan Saudi, sebuah surat datang memerintahkan kepada Usamah untuk tidak masuk ke Afghanistan, dan untuk tetap tinggal dengan Muhajirin (para imigran) di Peshawar, sebab dalam kasus ini Rusia hendak menangkap Usamah, itu merupakan bukti yang menunjukkan bahwa Saudi mendukung para mujahid melawan kekuasaan Soviet. Selama kurun waktu itu, seluruh dunia terguncang dalam ketakutan terhadap kekuasaan Soviet, dan saya tidak melebih-lebihkan tentang larangan ini (untuk masuk ke Afghanistan), lalu dari poin pandangan mereka, tampaknya hal ini merusak mereka. Mereka terdesak karena opini-opini mereka (orang-orang kafir). Ketika kami datang ke Afghanistan pertama kali, kami memikul apa yang menjadi beban kami, dalam keinginan untuk hidup dalam syari’ah Islam, dan mengamankan anak-anak muslim dan keturunan mereka di Afghanistan, serta memberikan kemenangan atas dien (agama) itu adalah sebuah keajaiban atas semua umat muslim, tidak hanya di Afghanistan. Jika saya pergi atau beberapa saudara saya datang untuk jihad, malaksanakan tugas ini, yaitu untuk membawa kemenangan kepada saudara-saudara kita di Palestina, maka tidak bermakna bahwa Usamah sendiri untuk memikul tugas ini, akan tetapi ini adalah sebuah tugas (wajib) atas semua ummat Islam untuk memikulnya karena pelaksanaan ini berada di jalan Allah dan jihad adalah tujuan semua muslim kita saat ini, di Afghanistan ataupun di tempat yang lain. Itu adalah benar bahwa mereka memikulnya, akan tetapi ini adalah sebuah tugas Islam (wajib syar’i) dan sebuah kewajiban atas mereka dan yang lain untuk mendukung ini (fisabilillah)…”<br /><br />TA : Mari kita kembali kepada apa yang terjadi…<br /><br />UBL : …untuk permasalahan yang dihubungkan dengan bom dari Afghanistan yang ditujukan pada kita (para mujahid), itu alasan yang tidak personal. Tidakkah Amerika yang memulai dengan mengambil uang saya, bukankah tindakan Amerika itu telah merugikan saya, sudah menjadi tugas kita untuk mengobarkan semangat melawan orang-orang Yahudi dan Amerika untuk melindungi ummat Islam. Secara fakta Amerikalah yang melawan penegakan negara Islam dan Amir ummat muslim (Amirul Mukmunin, Mullah Muhammad ‘Umar dari Kandahar) yang telah diumumkan lebih dari satu kesempatan oleh Amerika, Amerika juga melawan banyak anggota Taliban, mengindikasikan bahwa mereka adalah obyek target karena agama mereka, tidak hanya karena keberadaan Usamah bin Laden seperti yang beliau (Mullah Umar) katakan, Inggris datang dan mereka dikalahkan di Afghanistan sebelum Usamah ada di sini, Rusiapun datang sebelum Usamah ada dan sekarang Amerika datang. Kami mohon kepada Allah untuk mengalahkan mereka seperti Allah telah mengalahkan musuh-musuh mereka sebelumnya.<br /><br />TA : Mari kita tengok kembali pelanggaran hukum yang terjadi di NewYork dan Washington. Apa analisa anda tentang apa yang terjadi, tentang pengaruhnya terhadap Amerika dan pengaruhnya terhadap dunia Islam? Pertanyaannya ada dalam 2 bagian, mohon dijawab.<br /><br />UBL : Saya katakan bahwa kejadian pada hari selasa 11 September di New York dan Washington adalah kejadian yang benar-benar peristiwa yang besar dalam semua aspek, komentar-komentar yang muncul seputar kejadian tersebut tidak jauh dari hal itu dan kejadian ini masih akan berlanjut. Jika runtuhnya dua menara kembar yang tepat dititik pusat menara merupakan kejadian yang besar maka pertimbangkanlah efek samping yang diakibatkannya setelah itu… mari kita bicarakan tentang pengaruhnya dalam aspek ekonomi yang masih terasa hingga saat ini. Sesuai dengan daftar yang mereka miliki, bagian dari dinding jalan pasar yang hancur mencapai 16%. Mereka mengatakan bahwa jumlah (angka) ini adalah sebuah rekor, karena kejadian ini tidak pernah terjadi semenjak pembukaan pasar lebih dari 230 tahun yang lalu. Ini adalah jumlah kehancuran yang besar yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Jumlah kotor perdagangan di swalayan mencapai 4 trilyun dolar. Lalu jika kita lipat gandakan 16% dengan 4 trilyun dolar Amerika maka didapatkan keterangan kehilangan yang mempengaruhi persediaan yang mencapai 640 miliyar dolar Amerika, dengan kehendak dan kemuliaan Allah swt. Jumlah ini setara dengan neraca keuangan Sudan selama 640 tahun. Mereka telah kehilangan ini karena sebuah serangan yang sukses dengan izin Allah hanya dalam 1 jam terakhir. Pemasukan perhari dari bangsa Amerika adalah 20 Milyar dollar Amerika. Pada minggu pertama mereka tidak bekerja karena semuanya menderita syok secara psikis atas serangan tersebut, dan bahkan hingga hari ini sebagian dari mereka belum bekerja karena trauma serangan 11 September. Jika kamu melipatgandakan 20 milyar dolar Amerika dalam 1 minggu, maka yang keluar berjumlah 140 milyar dolar Amerika, dan bahkan bisa mencapai lebih besar dari ini. Jika kamu menambahkan 640 milyar dolar Amerika, kita telah mencapai berapa banyak? Rata-rata 800 milyar dolar Amerika. Biaya pembangunan gedung dan konstruksi yang hancur berapa? Mungkin dapat kami katakan lebih dari 30 milyar dolar Amerika. Lalu mereka yang terbakar dalam kejadian ini atau hilang hingga hari ini atau pasangan-pasangan yang terbakar beberapa hari yang lalu? Dari rombongan yang ada di pesawat lebih dari 170.000 pekerja, itu termasuk muatan yang ada di pesawat, perniagaan pesawat, kelompok studi Amerika, dari analisa yang disebutkan bahwa 70% rakyat Amerika hingga saat ini masih menderita depresi dan trauma psikis setelah kejadian dari 2 menara kembar tersebut serta serangan atas menteri pertahanan Pentagon, puji syukur kepada Allah swt.<br /><br />Salah satu hotel terkenal Amerika dikalangan antar benuapun tak luput ikut terbakar dalam kejadian tersebut beserta 20.000 pekerjanya, puji syukur kepada Allah swt. Orang-orang mengatakan tidak bisa mengkalkulasikan satu persatu kerugian yang mereka derita karena banyaknya korban dan rumitnya kerusakan yang ada, dan bisa jadi skala kerugian yang telah dikalkulasikan sebelumnya lebih meningkat lagi, terima kasih ya Allah. Bisa kita lihat bahwa jumlah perkiraan kerugian yang terbawah kurang lebih 1 trilyun dolar Amerika. Puji syukur kepada Allah swt, karena telah mensukseskan secara penuh dan merahmati serangan tersebut. Kami berdo’a kepada Allah untuk menerima saudara-saudara muslim kita yang menduduki syahid dan menerima mereka untuk dimasukkan pada tingkatan syurga yang tertinggi.<br /><br />Saya prediksikan bahwa akan hadir lagi kejadian-kejadian lain yang terjadi, yang lebih besar, lebih dahsyat dan lebih berbahaya dari keruntuhan 2 menara kembar tersebut. Dalam peradaban Barat yang menjadi sandaran Amerika, banyak sekali ditemukan nilai-nilai. Bangunan materialistik dapat dihancurkan untuk mencapai kebebasan, hak-hak manusia dan persamaan hak. Sebuah penghinaan secara total yang nampak jelas ketika pemerintah AS melakukan intervensi dan melarang media untuk melakukan siaran tidak lebih selama beberapa menit karena mereka merasa bahwa kebenaran mulai nampak di kalangan masyarakat Amerika bahwa kami sebenarnya bukanlah teroris dengan definisi yang mereka inginkan akan tetapi kami adalah orang-orang yang dianiaya di Palestina, Iraq, Libanon, Sudan, Somalia, Kasmir, Filipina dan diberbagai tempat dan ini adalah reaksi dari pemuda dari ummat ini untuk melawan pelanggaran yang dilakukan oleh pemerintah Inggris. Oleh karena itu mereka mendeklarasikan apa yang mereka deklarasikan, mereka memerintah apa yang mereka perintah dan mereka telah melupakan segala sesuatu yang telah mereka sebutkan tentang kebebasa berbicara dan tidak memihak opini dalam semua persoalan. Saya katakan bahwa kebebasan dan hak-hak di Amerika serta hak-hak azasi manusia yang telah mereka ajarkan, mereka penggal (hilangkan) sendiri, tidak mereka tempatkan kecuali jika mereka dibutuhkan kembali untuk ditempatkan. Pemerintahan Amerika akan menjadikan orang-orang Amerika dan rakyat Barat secara umum masuk ke dalam kehidupan yang mencekik dan mendorong mereka tercebur ke dalam neraka, sebab secara fakta orang-orang yang ada dalam pemerintahannya sangat kuat mengikat mereka (rakyatnya) dan mereka dilupakan oleh Zionis Yahudi untuk melayani kebutuhan Israel membunuh anak-anak kami dan keturunan-keturunan kami tanpa hak lalu mereka mengontrol hukum secara penuh.<br /><br />TA : Tentang pengaruh atas aksi-aksi tersebut di dunia Islam, ternyata ada perbedaan pendapat. Ada sebagian yang mengatakan bahwa sesuatu yang terjadi itu adalah sesuatu yang diperbolehkan dalam dunia Islam dan andapun juga mendengar semua pernyataan secara resmi serta pernyataan yang dibuat oleh orang-orang yang senantiasa mengatakan bahwa orang-orang yang melakukan serangan itu adalah teroris, dan telah membunuh penduduk yang tidak berdosa, kami tidak akan menerima orang-orang semacam itu dan orang-orang yang tidak menyerukan kedamaian bersama dengan agama Islam modern, serta tidak akan menerima orang-orang yang sepaham dengan mereka. Lalu apa pendapat anda mengenai berita-berita yang mampu anda ikuti yang terjadi di dunia Islam dengan jaringan yang anda miliki atau pendapat anda tentang semua yang terjadi di dunia saat ini?<br /><br />UBL : Saya katakan bahwa kejadian-kejadian tersebut cukup membuktikan dengan jelas akan terorisme Amerika yang berdampak di dunia. Bush hanya menerima 2 macam manusia: pertama Bush dam pengikutnya, kedua, ummat yang lain yang tidak mengikuti perintah Bush atau dunia perang salib, lalu mereka akan menjulukinya dengan teroris. Lalu terorisme macam apa yang lebih mengerikan dan lebih jelas daripada itu? Ada banyak negara yang tidak bisa berkomentar tentang diri mereka sendiri, mereka mengikuti dunia yang kuat tentang definisi terorisme, dan mereka dipaksa sejak saat itu bahwa mereka bersama dengan Bush (di pihak Bush). Padahal mereka semua mengetahui tanpa keraguan bahwa kami berperang untuk melindungi saudara-saudara kami dan tempat suci kami. Kemudian mereka mendeklarasikan bahwa pemimpin-pemimpin kami baik di timur atau di barat, merekalah penyebabnya dan akar dari terorisme yang harus ditinggalkan. Setelah ditanya siapakah mereka, menjawab, itu berkaitan dengan persoalan Palestina. Kami menjadi bagian dari persoalan Palestina, akan tetapi karena takut kepada Amerika, mereka tidak mengatakan persoalan kita secara adil lalu mereka menyebut kita sebagai teroris dan meminta kita untuk memperbaiki isu Palestina. Kemudian didasarkan atas orang-orang yang melakukan aksi 11 September baru-baru ini dan atas apa yang terjadi, Bush dan Blair bergerak dan berkata sekaranglah waktunya untuk menciptakan negara Palestina yang merdeka. Subhanallah, ini adalah kalimat yang sangat mengherankan!! Selama waktu 10 tahun terakhirpun itu tidak terjadi (negara Palestina yang independen) hingga serangan itu terjadi?? Lalu mereka (kaum muslimin pun) belum juga tersadar! Tanpa bahasa mengalahkan dan membunuh seperti halnya mereka (orang-orang kafir) membunuh kita (kaum muslimin), tanpa ada keraguan kemudian kami membunuh mereka hingga kami mendapatkan keseimbangan dalam teror. Inilah pertama kalinya skala teror mendapatkan kedekatan antara dua sisi yaitu ummat muslim dan Amerika dengan kejadian akhir-akhir ini (11 September). Orang-orang Amerika telah berbuat terhadap kita apa saja yang mereka sukai dan korban dari kitapun berjatuhan, tidakkah itu menimbulkan jeritan tangis? Kemudian Cinton muncul di publik dan mengatakan kepada kita bahwa Israel itu benar karena mempertahankan diri mereka sendiri setelah mereka (Israel) melakukan pembunuhan (pembantaian) di Qonaa (Libanon). Mereka (Amerika) tidak memberikan peringatan sama sekali terhadap Israel!<br /><br />Ketika presiden baru Bush datang bersama menteri Colin Powell, bulan pertama pemerintahan mereka, mereka mengatakan bahwa mereka akan menggerakkan pasukan AS dari Tel Aviv ke Jerusalem dan Jerusalem akan menjadi ibukota abadi Israel, adapun konggres dan majelis tinggi AS bertepuk tangan untuk mereka.<br /><br />Itu adalah bentuk kemunafikan di atas kemunafikan, dan jelas-jelas sebuah penganiayaan. Mereka (orang-orang kafir itu) tidak akan pernah sadar akan apa yang mereka lakukan kecuali kalau serangan dijatuhkan di atas kepala-kepala mereka dan bersama dengan keagungan Allah SWT, perang digerakkan ke jantung kota Amerika. Kami akan terus berjuang atas izin Allah hingga kemenangan dapat tercapai atau hingga kami bertemu Allah SWT (melalui Syahid).<br /><br />TA : Tapi Syeikh, berdasar atas apa yang saya lihat dari jawaban-jawaban anda, anda katakan mereka selalu mengait-ngaitkan dengan isu Palestina dan orang-orang Palestina. Saya bertanya kepada anda, berkaitan dengan pernyataan-pernyataan anda yang terakhir atau tepatnya pernyataan bahwa beberapa tahun yang silam telah diajarkan untuk membunuh orang-orang Yahudi dan pelaku Perang Salib dan kami masih ingat akan sebuah hadits yang terkenal, “Usirlah orang-orang musyrik dari Jazirah Arab” (HR Bukhari No. 2932 dan Muslim No. 3089), anda berkonsentrasi untuk mengusir orang-orang Amerika dari jazirah Arab. Perkataan anda yang terakhir kami lihat mengarah ke sana. Anda meletakkan kelayakan atas isu Palestina atau sepertinya anda menyerukan juga isu tentang Aqsa pada garis terdepan dan anda menggerakkan isu dari Haramain untuk penekanan kedua. Lalu apa opini atau argumen anda mengenai hal ini?<br /><br />UBL : Saya katakan tanpa ada keraguan bahwa jihad itu diperintahkan atas semua muslim (fardhu ‘ain) untuk membebaskan Aqsa atau untuk menyelamatkan Palestina, Libanon, Iraq dan semua tanah-tanah Islam. Tidak ada keraguan bahwa pembebasan jazirah Arab dari orang-orang musyrik juga diperintahkan atas semua muslim (fardhu ‘ain).<br /><div style="text-align: justify;">Berkaitan perkataan bahwa Usamah meletakkan isu Palestina di garis terdepan itu tidak benar. “ Al-Abd Al-Faqir” (Syekh UBL) pada tahun 1407 H telah mengatakan perkataan untuk mengobarkan semangat ummat muslim untuk memboikot produk-produk Amerika dan saya menggunakan perkataan bahwa Amerika telah mengambil uang-uang kita dan memberikannya kepada Yahudi sehingga mereka dapat membunuh anak-anak kita di Palestina. Diperintahkan atas semua ummat muslim (fardhu ‘ain) untuk melakukan jihad seperti yang terjadi di Kashmir, begitu juga seperti perang yang telah terjadi beberapa tahun yang lalu yang disebut: Front Islam Untuk Jihad melawan orang-orang Yahudi dan Salibiyyin.”(Al-Jabha Al-Islamiyyah lil Jihad Dudda Al Yahuud wal Salibiyin). Lalu kami menyebutkan 2 topik atau 2 isu yang keduanya sama-sama penting. Beberapa kejadian penting akhir-akhir ini telah mendorong seseorang untuk berpindah ke isu yang lain lalu kami berjuang secara langsung terhadap isu tersebut tanpa menafikan isu kaum muslimin yang lain.[rofx/grb]</div>ghozinhttp://www.blogger.com/profile/09190111902987610755noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3982074334405547271.post-68823273987276011472009-04-24T05:52:00.001-07:002009-04-24T06:03:59.047-07:00islam dan tantangan demokrasi<div style="text-align: center;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhALIHMqrMUASo_l9hdrf4hzHRNYYQORO4fSSC-hYxRWr1n5MQb76T7TaeODpXKEbtrrxmpkcMbZD54hL9rHUiNUMReF_pdccvwmii4HNSr_aLxwsvtfm7jXzsSdlbpq5Cnn8u_Z2OSlQ/s1600-h/1copy.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 28px; height: 28px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhALIHMqrMUASo_l9hdrf4hzHRNYYQORO4fSSC-hYxRWr1n5MQb76T7TaeODpXKEbtrrxmpkcMbZD54hL9rHUiNUMReF_pdccvwmii4HNSr_aLxwsvtfm7jXzsSdlbpq5Cnn8u_Z2OSlQ/s400/1copy.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5328241917123485490" border="0" /></a><br /></div>Islam dan Tantangan Demokrasi<br /> Dapatkah hak-hak individu dan kedaulatan rakyat dilandaskan pada keimanan? <br /><br />Seorang ahli hukum Muslim klasik yang menulis tema tentang Islam dan pemerintahan akan memulai tulisannya dengan membedakan jenis sistem politik. Pertama-tama, ia akan menggambarkan sistem politik natural–sebuah dunia anarkis, tak berperadaban, dan primitif. Di dalamnya, kelompok yang paling kuat menguasai kelompok yang lemah. Tidak ada hukum; yang ada hanya tradisi. Tidak ada pemerintahan; yang ada hanya pemimpin-pemimpin suku yang ditaati selama mereka dianggap sebagai yang terkuat.<br />Para ahli hukum itu kemudian akan menggambarkan sistem kedua, yang diperintah oleh seorang pangeran atau raja yang titahnya dipandang sebagai hukum. Karena hukum ditetapkan dengan kehendak sewenang-wenang penguasa, dan rakyat menaatinya semata karena sebuah keharusan dan paksaan, sistem ini juga dipandang sebagai bentuk tirani dan tidak memperoleh legitimasi.<br />Yang ketiga adalah sistem yang paling baik, yaitu sistem khilafah, yang didasarkan pada Syariat–batang tubuh hukum agama Islam yang dilandaskan pada Alquran dan perilaku serta perkataan nabi. Menurut para ahli hukum Muslim, hukum Syariat memenuhi kriteria keadilan dan legitimasi, dan mengikat rakyat dan juga penguasa. Karena ia didasarkan pada aturan hukum dan menolak otoritas manusia atas manusia lainnya, sistem khilafah dipandang lebih unggul dari pada sistem lainnya.<br />Untuk mendukung aturan hukum dan pemerintahan yang tidak tak terbatas, para ulama klasik menganut unsur-unsur inti yang dipraktikkan dalam sistem demokrasi modern. Namun, pemerintahan yang tidak tak terbatas dan aturan hukum hanyalah dua unsur dari sebuah sistem pemerintahan yang saat ini memiliki klaim legitimasi yang paling meyakinkan. Kekuatan moral demokrasi terletak pada gagasan bahwa warga negara sebuah bangsa adalah pemilik kedaulatan, dan–dalam sistem demokrasi representatif modern–para warga mewujudkan kehendaknya yang tertinggi dengan memilih orang-orang yang mewakili mereka. Dalam sebuah sistem demokrasi, rakyat adalah sumber hukum dan hukum pada gilirannya berfungsi menjamin perlindungan terhadap kesejahteraan dan kepentingan setiap orang yang memiliki kedaulatan itu.<br />Dari sudut pandang Islam, demokrasi menyuguhkan sebuah tantangan yang sangat berat. Para ahli hukum Muslim berargumen bahwa hukum yang dibuat oleh sebuah sistem kerajaan dipandang tidak sah karena ia menggantikan kedaulatan Tuhan dengan otoritas manusia. Tapi hukum yang dibuat oleh rakyat sebagai pemilik kedaulatan juga mengandung persoalan legitimasi serupa. Dalam agama Islam, Tuhan adalah satu-satunya pemegang kedaulatan dan sumber hukum tertinggi. Jadi, bagaimana konsep demokrasi tentang otoritas rakyat dapat diserasikan dengan ajaran Islam tentang otoritas Tuhan?<br />Menjawab pertanyaan ini sangat penting sekaligus luar biasa beratnya, baik dari sisi politis maupun dari sisi konsep. Dari sisi politis, sejak awal kita harus tegaskan bahwa demokrasi menghadapi sejumlah kendala praktis di negara-negara Islam–berbagai tradisi politik otoriter, sejarah imperialisme dan kolonialisme, dan dominasi negara terhadap aktivitas ekonomi dan kehidupan masyarakat. Kita juga perlu mengemukakan persoalan filosofis dan doktrinal, dan saya mengusulkan agar kita berkonsentrasi pada persoalan tersebut untuk memulai diskusi kita tentang kemungkinan penerapan demokrasi di dunia Islam.<br />Sebuah persoalan konseptual yang paling penting adalah bahwa demokrasi modern telah berkembang selama berabad-abad dalam konteks dunia Eropa Kristen pasca Reformasi yang sangat unik. Apakah masuk akal bila kita mencari titik temu pada sebuah konteks yang sangat jauh berbeda? &&& Jawaban saya dimulai dari premis bahwa demokrasi dan Islam didefinisikan berdasarkan nilai-nilai moral utama yang mendasarinya, serta komitmen para pelakunya–bukan berdasarkan cara penerapan nilai-nilai dan komitmen tersebut. Jika kita berkonsentrasi pada nilai-nilai moral yang mendasar itu, saya yakin, kita akan menyaksikan bahwa tradisi pemikiran politik Islam memuat kemungkinan-kemungkinan interpretatif maupun praktis yang dapat dikembangkan ke dalam sebuah sistem demokrasi. Jelasnya, kemungkinan-kemungkinan doktrinal ini bisa saja tidak terwujud: tanpa kekuatan kehendak, visi yang tercerahkan, dan komitmen moral, tidak akan terwujud sebuah demokrasi dalam Islam. Tapi, orang-orang Islam, yang menjadikan Islam sebagai kerangka rujukan yang otoritatif, akhirnya bisa meyakini bahwa demokrasi adalah sebuah kebaikan etis, dan bahwa upaya mengejar kebaikan tersebut tidak berarti harus meninggalkan Islam.<br /><br />Demokrasi dan Kedaulatan Tuhan<br />Meskipun para ahli hukum Muslim telah memperdebatkan berbagai sistem politik, Alquran sendiri tidak menjelaskan secara spesifik bentuk pemerintahan tertentu. Tapi Alquran jelas-jelas menyebutkan seperangkat nilai sosial dan politis yang penting bagi sebuah pemerintahan Islam. Tiga nilai Qurani berikut ini memiliki signifikansi khusus: mencapai keadilan melalui kerja sama sosial dan prinsip saling membantu (Q.S. 49:13, 11:119); membangun sebuah sistem pemerintahan konsultatif yang tidak otokratis; dan melembagakan kasih sayang dalam interaksi sosial (Q.S. 6:12, 54; 21:77; 27:77; 45:20). Jadi, orang-orang Islam dewasa ini harus menyokong sebuah bentuk pemerintahan yang paling efektif untuk membantu mereka mewujudkan nilai-nilai tersebut.<br /><br />Kasus demokrasi<br /><br />Beberapa pertimbangan mengungkapkan bahwa demokrasi–terutama demokrasi konstitusional yang melindungi hak-hak individu yang paling mendasar–adalah bentuk pemerintahan yang dimaksud. Argumentasi saya (argumentasi lainnya akan disebutkan kemudian) adalah bahwa demokrasi–dengan memberikan hak yang sama kepada semua orang untuk berekspresi, berkumpul, dan menggunakan hak pilih–menawarkan peluang yang paling besar untuk menjunjung keadilan dan melindungi martabat manusia, tanpa menjadikan Tuhan sebagai pihak yang bertanggung jawab atas ketidakadilan yang diderita manusia, atau atas penghinaan terhadap manusia oleh manusia lainnya. Gagasan mendasar dalam Alquran adalah bahwa Tuhan telah menanamkan ke dalam diri manusia sifat-sifat ilahi dengan menjadikan semua manusia sebagai wakil Tuhan di muka bumi: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.’ Mereka berkata: ‘Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?’ Tuhan berfirman: ‘Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.’” (Q.S. 2:30). Secara khusus, manusia memiliki tanggung jawab, sebagai wakil Tuhan di bumi, untuk memenuhi dunia dengan keadilan. Dengan memberikan hak-hak politik yang sama terhadap semua orang yang sudah dewasa, demokrasi mengekspresikan kedudukan khusus manusia di antara seluruh makhluk ciptaan Tuhan, dan memungkinkan manusia melepas tanggung jawab tersebut. discharge<br />Tentu saja, khalifah Tuhan tidak memiliki kesempurnaan penilaian dan kehendak seperti yang dimiliki Tuhan. Jadi, sebuah demokrasi konstitusional mengakui dan mengantisipasi kesalahan dalam pengambilan keputusan akibat berbagai godaan dan keburukan yang terkait dengan kesalahan alami manusia dengan cara memancangkan standar-standar moral unggulan dalam sebuah dokumen konstitusi–berbagai standar moral yang mengekspresikan martabat manusia. Jelasnya, demokrasi memang tidak menjamin terlaksananya keadilan hakiki. Tapi ia dengan sungguh-sungguh membangun sebuah landasan untuk menegakkan keadilan dan memenuhi tanggung jawab paling utama yang diamanatkan Tuhan kepada semua individu.<br />Tentu saja, dalam sebuah demokrasi representatif, beberapa individu tertentu memiliki otoritas yang lebih besar dari pada individu lainnya. Tapi sebuah sistem demokrasi menjadikan otoritas tersebut sebagai bentuk tanggung jawab terhadap semua orang dan dengan demikian menentang kecenderungan kebal hukum dari orang-orang yang berkuasa. Persyaratan tentang pertanggungjawaban ini selaras dengan perintah untuk menegakkan keadilan yang diajarkan Islam. Jika sebuah sistem politik tidak memiliki mekanisme institusional untuk meminta pertanggungjawaban dari seorang penguasa yang tidak adil, maka sistem itu sendiri dipandang sebagai sistem yang tidak adil, tanpa memandang apakah ketidakadilan tengah berlangsung atau tidak. Jika sebuah hukum kriminal tidak memberikan hukuman terhadap tindak pemerkosaan, maka hukum itu dipandang tidak adil, tidak peduli apakah tindak kejahatan itu terjadi atau tidak. Karena kebaikan moral yang ada pada demokrasi itulah, yaitu adanya lembaga pemilihan suara, pemisahan dan pembagian kekuasaan, dan jaminan terhadap pluralisme, demokrasi setidaknya menawarkan kemungkinan untuk melakukan perbaikan.<br />Kita memiliki sebuah kasus uji coba demokrasi yang dibangun atas dasar gagasan Islam tentang kedudukan khusus manusia di antara makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Dikatakan uji coba karena kita belum pernah mengkaji tantangan serius dari kasus tersebut: bagaimana hukum Syariat, yang dibangun atas dasar kedaulatan Tuhan, bisa didamaikan dengan gagasan demokrasi bahwa manusia, sebagai pemegang kedaulatan, dengan bebas dapat mengabaikan hukum Syariat?<br /><br /><br />Tuhan sebagai pemegang kedaulatan<br /><br />Pada awal sejarah Islam, persoalan tentang kekuasaan politik Tuhan (hakimiyyat Allah) mulai dimunculkan oleh kelompok yang dikenal dengan sebutan Haruriyya (belakangan dikenal sebagai kelompok Khawarij) ketika mereka memberontak terhadap Khalifah keempat, ‘Ali ibn Abi Thalib. Sebelumnya mereka adalah pendukung ‘Ali, namun kemudian berbalik menjadi penentangnya, ketika ‘Ali setuju dengan proses arbitrase untuk menyelesaikan perselisihan politik dengan kelompok politik saingannya yang dipimpin oleh Mu‘awiyah.<br />‘Ali sendiri setuju untuk melakukan arbitrase dengan syarat bahwa para arbitrator terikat dengan Alquran, dan menjadikan syariat sebagai bahan pertimbangan tertinggi. Namun, kelompok Khawarij–yang terdiri dari orang-orang yang saleh, puritan dan fanatik–yakin bahwa hukum Tuhan jelas berpihak pada ‘Ali. Jadi mereka menentang proses arbitrase sebagai hal yang jelas-jelas tidak sah dan merupakan bentuk penentangan terhadap kedaulatan Tuhan. Menurut kelompok Khawarij, tindakan ‘Ali menunjukkan bahwa ia telah mengabaikan kedaulatan Tuhan dengan menyerahkan pembuatan keputusan kepada manusia. Mereka memandang ‘Ali telah mengkhianati Tuhan, dan setelah upaya untuk mencari penyelesaian secara damai gagal dilakukan, mereka membunuh ‘Ali. Setelah kematian ‘Ali, Mu‘awiyah mengambil alih kekuasaan dan mengangkat dirinya sebagai khalifah dinasti Umayyah yang pertama.<br />Anekdot-anekdot tentang perdebatan antara ‘Ali dengan kelompok Khawarij mencerminkan sebuah ketegangan yang sangat jelas tentang makna legalitas dan dampaknya terhadap aturan hukum. Dalam sebuah anekdot dilaporkan bahwa anggota kelompok Khawarij menuduh ‘Ali telah menerima keputusan dan kekuasaan (hakimiyah) manusia, bukannya tunduk pada hukum Tuhan. Setelah mendengar tuduhan itu, ‘Ali memanggil orang-orang agar berkumpul di sekelilingnya dan membawa sebuah mushaf Alquran. ‘Ali kemudian menyentuh mushaf itu dan menyuruhnya agar berbicara kepada manusia dan menginformasikan kepada mereka tentang hukum Tuhan. Karena terkejut, orang-orang yang mengelilingi ‘Ali itu kemudian berkata, “Apa yang kamu lakukan? Alquran tidak bisa bicara, karena ia bukan manusia!” Lalu ‘Ali mengatakan bahwa itulah yang ia maksudkan. ‘Ali menjelaskan bahwa Alquran tidak lain adalah kertas dan tinta, dan ia sendiri tidak bisa berbicara. Hanya manusia yang memberinya daya sesuai dengan keputusan dan pendapat mereka yang terbatas itu.<br />Kisah-kisah semacam itu merupakan tema yang mengandung beragam penafsiran, tapi yang terpenting adalah bahwa kisah yang satu ini menunjukkan kedangkalan dogmatis dari pengakuan tentang kedaulatan Tuhan yang berujung pada pengkudusan terhadap penetapan manusia. Slogan kelompok Khawarij bahwa “kekuasaan hanyalah milik Allah,” atau “keputusan hanya dari Alquran” (la hukma illa lillah atau al-hukm lil Qur’an) hampir mirip dengan slogan yang dikumandangkan oleh kelompok fundamentalis dewasa ini. Tapi, dengan mempertimbangkan konteks historisnya, slogan kaum Khawarij itu pada awalnya merupakan simbol tentang legalitas dan supremasi hukum yang kemudian dibelokkan menjadi sebuah tuntutan radikal untuk menarik garis pembatas yang tegas antara yang sah (benar) dan yang tidak sah (batil).<br />Bagi orang-orang yang beriman, Tuhan adalah Maha Kuasa dan Pemilik langit dan bumi. Tapi ketika berbicara tentang hukum dalam sebuah sistem politik, argumentasi-argumentasi yang mengklaim bahwa Tuhan merupakan satu-satunya pembentuk hukum menghasilkan dampak serius yang tidak bisa dipertahankan dari sudut pandang teologi Islam. Argumentasi semacam itu mengandaikan bahwa (beberapa) agen manusia memiliki akses yang sempurna terhadap kehendak Tuhan, dan bahwa manusia dapat menjadi pelaksana sempurna dari kehendak Tuhan tanpa sedikitpun menyertakan keputusan dan kecenderungan mereka dalam proses tersebut.<br />Lebih jauh lagi, klaim tentang kedaulatan Tuhan mengasumsikan bahwa pemegang kekuasaan legislatif dari Tuhan akan berusaha mengatur semua bentuk interaksi manusia, bahwa Syariat merupakan aturan moral yang lengkap yang menyediakan aturan tentang semua peristiwa. Tuhan sendiri tidak berusaha mengatur seluruh kehidupan manusia, tapi justru memberikan manusia kebebasan yang sangat luas untuk mengatur urusan mereka sendiri selama mereka tetap mengikuti standar perilaku yang bermoral, termasuk di dalamnya segala bentuk upaya untuk melestarikan dan menjunjung tinggi martabat dan kesejahteraan manusia. Dalam diskurus Alquran, Tuhan memerintahkan semua ciptaan-Nya untuk menghormati manusia karena kecerdasan akalnya–sebagai cerminan keagungan Tuhan. Secara argumentatif bisa dikatakan bahwa kenyataan bahwa Tuhan telah menghormati akal manusia dan memandang manusia sebagai simbol ketuhanan sudah cukup memadai untuk memberikan pembenaran terhadap komitmen moral untuk melindungi dan melestarikan integritas dan martabat dari simbol ketuhanan itu (manusia). Tapi–dan inilah yang dimaksudkan ‘Ali–kedaulatan Tuhan tidak serta merta membebaskan manusia dari tanggung jawabnya sebagai khalifah Tuhan.<br />Ketika manusia mencari jalan untuk mendekati keindahan dan keadilan Tuhan, maka ia tidak dipandang telah menolak kedaulatan Tuhan; ia justru sedang mengagungkannya. Begitu pula halnya ketika manusia berusaha menjaga nilai-nilai moral yang mencerminkan sifat-sifat Tuhan. Jika kita katakan bahwa satu-satunya sumber hukum yang sah adalah teks kitab suci dan bahwa pengalaman dan kecerdasan manusia tidak memadai untuk mengetahui kehendak Tuhan, maka konsep tentang kedaulatan Tuhan akan selalu menjadi alat bagi sistem otoritarianisme dan hambatan bagi demokrasi. Dan sudut pandang otoriter tersebut justru merendahkan kedaulatan Tuhan.<br />Saya akan mengembangkan argumentasi itu lebih jauh lagi pada halaman selanjutnya, tapi untuk membuat persoalan tersebut lebih menarik dan mudah diikuti, saya pertama-tama perlu mambangun sebuah landasan yang lebih luas bagi doktrin politik dan hukum Islam.<br /><br />Pemerintahan dan Hukum<br /><br />Jika, seperti yang diyakini oleh kaum fundamentalis Muslim dan para orientalis Barat, kekuasaan dan kedaulatan Tuhan berarti bahwa Tuhan merupakan satu-satunya pembuat hukum, maka konsekuensinya adalah bahwa seorang khalifah atau penguasa Muslim harus diperlakukan sebagai agen atau wakil Tuhan. Jika Tuhan adalah satu-satunya pemegang kedaulatan dalam sebuah sistem politik, maka seorang penguasa harus diangkat berdasarkan kedaulatan Tuhan, mengabdi untuk kepentingan-Nya, dan menjalankan kehendak-Nya. Namun, seperti halnya makna dan implikasi dari kedaulatan Tuhan yang telah menjadi tema perdebatan serius, kekuasaan seorang penguasa dan peran hukum dalam membatasi kekuasaan tersebut juga telah menjadi perdebatan yang tidak kalah seru pada masa pra-modern Islam. Beberapa alur argumentasi dalam perdebatan tersebut senada dengan gagasan-gagasan demokrasi modern.<br /><br />Penguasa dan rakyat<br /><br />Telah menjadi pendapat yang mapan, setidaknya dalam lingkungan Islam Sunni, bahwa nabi meninggal tanpa menunjuk penggantinya untuk memimpin masyarakat Muslim yang baru lahir. Nabi sengaja membiarkan masyarakat Muslim memilih sendiri pemimpin mereka. Sebuah pernyataan yang dinisbatkan kepada Khalifah Abu Bakr menyebutkan, “Tuhan telah membiarkan manusia mengatur sendiri urusannya sehingga mereka bisa memilih seorang pemimpin yang akan melayani kepentingan mereka.”<br />Kata khalifa, gelar bagi seorang penguasa Muslim, secara harfiah berarti penerus atau wakil. Pada masa paling awal, orang-orang Islam memperdebatkan apakah layak jika seorang pemimpin Muslim diberi gelar dengan khalifat Allah (wakil Tuhan), tapi kebanyakan ulama lebih suka menyebutnya dengan khalifat Rasul Allah (penerus nabi). Namun, seorang khalifah–apakah disebut penerus nabi atau wakil Tuhan–tidak memiliki otoritas seperti nabi yang kekuasaannya untuk membuat hukum, memperoleh wahyu, memberikan ampunan dan hukuman tidak dapat dialihkan kepada siapapun. Pertanyaannya kemudian adalah sejauh mana otoritas kenabian bisa dimiliki oleh seorang khalifah? Dan kepada siapa ia bertanggung jawab?<br />Jika kewajiban utama seorang khalifah adalah melaksanakan hukum Tuhan, maka secara argumentatif bisa dikatakan bahwa ia hanya bertanggung jawab kepada Tuhan. Selama tindakan seorang khalifah berlandaskan penafsiran yang logis terhadap perintah Tuhan, maka penafsiran semacam itu harus diterima dan ia dipandang telah melaksanakan tugasnya terhadap rakyat. Hanya Tuhan yang dapat menilai niat seorang khalifah, dan–menurut argumentasi kebanyakan kelompok Sunni–seorang penguasa tidak bisa dicabut kekuasaannya kecuali jika ia melakukan pelanggaran serius dan terang-terangan terhadap Tuhan (yaitu, dosa besar).<br />Namun, para ahli hukum Muslim tidak sepenuhnya mempertegas hubungan antara penguasa dan rakyat. Dalam teori hukum Sunni, kekhalifahan harus didasarkan pada sebuah perjanjian (‘aqd) antara seorang khalifah dengan ahl al-hall wa al-‘aqd (orang yang memiliki kekuatan dalam menetapkan perjanjian) yang memberikan bay‘a (sumpah setia dan restu kepada seorang khalifah): seorang khalifah berhak memperoleh bay‘a itu sebagai imbalan atas janjinya untuk melaksanakan diktum perjanjian itu. Diktum perjanjian tersebut tidak didiskusikan secara panjang lebar dalam sumber-sumber Islam. Biasanya, para ahli hukum akan memasukkan diktum berupa kewajiban untuk menerapkan hukum Tuhan dan melindungi umat Islam dan wilayah Islam; sebagai imbalannya seorang penguasa dijanjikan akan memperoleh dukungan dan ketaatan rakyat. Diasumsikan bahwa hukum Syariat menentukan diktum perjanjian.<br />Siapakah pihak yang memiliki kekuasaan untuk memilih dan menurunkan seorang penguasa? Seorang ulama Mu‘tazilah, Abu Bakr al-Asam (w. 200/816) berargumen bahwa masyarakat secara umum merupakan pemegang kekuasaan tersebut: harus ada sebuah konsensus umum mengenai siapa yang akan ditunjuk menjadi penguasa, dan setiap orang harus memberikan persetujuannya secara perorangan. Mayoritas ahli hukum Islam berargumen dengan cara yang lebih pragmatis bahwa ahl al-hall wa al-‘aqd adalah mereka yang memiliki syawka (kekuasaan atau kekuatan) yang diperlukan untuk menjamin ketaatan atau persetujuan rakyat.<br />Gagasan tentang konsensus rakyat, meskipun bernuansa demokratis, tidak mesti disejajarkan dengan konsep tentang kekuasaan atau pemerintahan yang didelegasikan oleh rakyat. Konsensus dalam diskursus Muslim pra-modern tampaknya mirip dengan bentuk kesepakatan aklamasi. Yang melatarbelakangi diskusi ini adalah terdapatnya sejumlah ketidakpercayaan terhadap masyarakat jelata/masyarakat awam (al-‘amma): “Mereka [rakyat jelata] cenderung mudah terbawa arus, dan mereka mungkin akan lebih puas dengan memilih [penguasa] yang berkelakuan buruk dari pada memilih yang saleh …” Pendapat semacam itu dianut luas oleh para ahli hukum Muslim, dan dengan mempertimbangkan konteks historis ketika mereka hidup–jauh sebelum muncul sistem demokrasi dan kemampuan baca tulis publik yang tinggi–pernyataan semacam itu tidak mengejutkan kita. Akibatnya, berbagai konsep yang digunakan dalam diskursus-diskursus politik menyiratkan gagasan tentang pemerintahan representatif, tapi tidak pernah sepenuhnya menyokong pemerintahan semacam itu. Paradigma dominan yang berkembang saat itu adalah bahwa baik penguasa ataupun rakyatnya adalah wakil Tuhan (khulafa’ Allah) untuk melaksanakan hukum-hukum-Nya.<br /><br />Kaidah hukum<br /><br />Seperti yang dicatat sebelumnya, karakteristik utama sebuah pemerintahan Islam yang sah adalah bahwa ia tunduk pada dan dibatasi oleh hukum Syariat. Meskipun konsep ini memang memberikan dukungan bagi tegaknya kaidah hukum, kita harus membedakan antara supremasi hukum dengan supremasi seperangkat aturan hukum. Kedua istilah itu agak berbeda, dan keduanya sama-sama dibahas dalam tradisi hukum Islam. Beberapa pemikiran politik terdiri dari berbagai kemungkinan interpretasi. Dan lagi-lagi, beberapa dari kemungkinan interpretasi itu memiliki keterkaitan yang lebih besar dengan prinsip-prinsip demokrasi.<br />Ketika menegaskan supremasi Syariat, para sarjana Muslim biasanya berargumen bahwa perintah positif Syariat, seperti hukuman terhadap pelaku perzinaan atau peminum minuman keras, harus dipedomani oleh pemerintah. Tapi pemerintah yang menyatakan keinginannya untuk mengikuti semua ketentuan positif dalam Syariat mungkin akan memanipulasi ketentuan tersebut untuk mencapai tujuan yang mereka kehendaki. Dengan mengatasnamakan pemeliharaan ketertiban umum, pemerintah dapat mengeluarkan hukum yang sewenang-wenang untuk melarang berbagai bentuk pertemuan umum; dengan mengatasnamakan perlindungan terhadap ortodoksi, pemerintah dapat mengeluarkan hukum yang sewenang-wenang untuk mengekang kreatifitas; dengan mengatasnamakan perlindungan terhadap individu dari fitnah, pemerintah dapat menekan berbagai kritik bernuansa politis dan sosial; dan pemerintah dapat memenjarakan atau menghukum mati lawan-lawan politiknya atas dasar klaim bahwa mereka telah menebar fitnah (perselisihan dan pergolakan sosial). Secara argumentatif bisa dikatakan bahwa semua jenis tindakan pemerintah seperti tersebut di atas merupakan bentuk ketundukan terhadap Syariat kecuali jika ada petunjuk yang jelas tentang batasan terhadap kewenangan pemerintah untuk melaksanakan dan menyokong hukum Syariat sekalipun.<br />Namun, penegakan kaidah hukum tidak mesti berarti bahwa pemerintah terikat dengan kitab hukum yang memuat aturan-aturan khusus. Ia justru dapat ditafsirkan sebagai perintah agar pemerintah mengikatkan diri dengan proses pembuatan dan penafsiran hukum, dan bahkan tuntutan yang lebih penting lagi adalah bahwa proses itu sendiri harus terikat dengan komitmen moral–terutama terhadap martabat dan kebebasan manusia.<br />Kita menemukan bukti tentang konsep alternatif seputar kaidah hukum dalam literatur hukum pra-modern. Para ahli hukum telah mendiskusikan batasan kekuasaan negara dalam membuat hukum, yang di antara dibicarakan dalam kerangka konsep kepentingan publik (al-masalih al-mursalah) dan penutupan pintu keburukan (sadd al-dzari‘ah). Kedua konsep yurisprudensi itu memungkinkan negara memperluas kekuasaannya dalam membuat hukum untuk menyuruh pada kebaikan dan mencegah keburukan. Misalnya, berdasarkan prinsip menutup pintu keburukan, pembuat hukum dapat mengklaim bahwa perilaku yang sah secara hukum harus dipandang tidak sah jika ia dapat menyebabkan terbukanya pintu bagi terjadinya tindakan yang melanggar hukum. Pada dasarnya, kedua konsep tersebut di atas menjadikan hukum semakin luwes dan adaptif. Tentu saja, kedua konsep itu dapat digunakan untuk memperluas hukum, bukan saja untuk melayani kepentingan umum, tapi juga untuk mempersempit otonomi individu. Secara khusus, konsep tentang menutup pintu keburukan, yang didasarkan pada gagasan tentang tindakan pencegahan dan kehati-hatian (al-ihtiyat), dapat dieksplorasi lebih lanjut untuk memperluas kekuasaan negara dengan mengatasnamakan perlindungan terhadap Syariat. Jenis dinamika semacam ini dapat dihindari di antaranya dengan menerapkan jaminan prosedural, tapi yang lebih penting lagi adalah dengan memahami bahwa aturan hukum merupakan sebuah jaminan terhadap martabat dan kebebasan manusia, yang bisa digunakan untuk memberikan pembenaran terhadap Syariat, bukan untuk mengabaikannya.<br />Dimensi penting yang terkait dengan tantangan terhadap pembentukan kaidah hukum adalah hubungan yang kompleks antara Syariat, yang dijabarkan oleh para ahli hukum, dengan praktik administratif negara atau politik hukum (al-ahkam al-siyasiyyah). Jika pada dua abad pertama Islam kita mungkin melihat banyak ahli hukum yang menjadikan praktik-praktik negara sebagai contoh normatif, dengan berlalunya waktu fenomena semacam itu semakin jarang terlihat. Pada abad ke-4/10 para ahli hukum Muslim telah mengklaim diri mereka sebagai satu-satunya otoritas yang sah untuk menguraikan hukum Tuhan. Praktik negara tetap dipandang sah, tapi hanya para ahli hukum Muslim itulah yang boleh menetapkan hukum. Negara hanya berfungsi melaksanakan hukum-hukum Tuhan, bukan menentukan materinya.<br />Sebagai pelaksana hukum Tuhan, negara diberi mandat yang luas untuk mengeluarkan kebijakan tentang persoalan yang menyangkut kepentingan publik (yang dikenal dengan al-siyasah al-syar‘iyyah). Aturan-aturan yang dibuat negara bisa dipandang sah dan harus ditegakkan selama aturan-aturan tersebut tidak bertolak belakang dengan hukum Tuhan, seperti yang dipaparkan oleh para ahli hukum, atau tidak menyalahgunakan kebijakan (al-ta‘assuf fi masa’il al-khiyar). Untuk itulah karya-karya yurisprudensi telah merekam secara mendetil ketetapan-ketetapan para ahli hukum, tapi tidak banyak merekam aturan-aturan negara, yang didokumentasikan oleh para pejabat negara dalam tulisan-tulisan tentang praktik administrasi negara. Dalam adagium hukum para ahli hukum Muslim, Syariat dipandang sebagai pilar hukum, dan politik adalah penjaganya. (Para ahli hukum Islam juga sering menegaskan bahwa agama adalah pilar sebuah bangunan dan otoritas politik adalah penjaganya.) Namun, paradigma ini menyisakan persoalan penting tentang batasan kekuasaan pemerintah, yaitu sejauh mana pemerintah dapat memperluas jangkauan hukum-hukumnya dalam kerangka perlindungan terhadap terlaksananya tujuan Syariat?<br />Perhatian terhadap cakupan kekuasaan pemerintah dalam kerangka Syariat memiliki landasan dalam sejarah Islam sehingga, berdasarkan standar dunia modern, persoalan tersebut tidak sepenuhnya baru. Namun, persoalan semacam itu hampir-hampir tidak ditemukan dalam tulisan para Islamis kontemporer. Hingga belakangan ini, para islamis di Iran, Arab Saudi, atau Pakistan melimpahkan kekuasaan legislatif kepada negara, bukan kepada hukum Tuhan. Misalnya, klaim tentang penutupan pintu keburukan kini diterapkan di Arab Saudi untuk memberikan pembenaran terhadap serangkaian hukum yang membatasi gerak perempuan, termasuk larangan mengendarai mobil bagi perempuan. Kasus tersebut merupakan bentuk kreasi yang relatif baru dalam praktik negara Islam, dan dalam berbagai kasus hal semacam itu berpuncak pada penggunaan Syariat untuk melecehkan Syariat.<br />Secara tradisional, para ahli hukum Islam bersikukuh bahwa para penguasa harus berkonsultasi dengan para ahli hukum tentang semua hal yang terkait dengan persoalan hukum, tapi para ahli hukum itu sendiri tidak pernah menuntut hak untuk menguasai jalannya pemerintahan Islam secara langsung. Pada kenyataannya, hingga masa-masa belakangan ini, para ahli hukum Sunni maupun Syi‘ah tidak pernah memegang kekuasaan politik secara langsung. Sepanjang sejarah Islam, para ahli hukum (‘ulama) telah menjalankan fungsi ekonomi, politik dan administrasi, tapi yang paling penting adalah peran mereka sebagai penengah antara kelas penguasa dan rakyat jelata. Seperti yang dikemukakan oleh Afaf Marsot: “[‘Ulama] adalah pelayan Islam, penjaga tradisi, pemegang ilmu leluhur, dan penganjur moral bagi masyarakat luas.” Selain memberikan legitimasi terhadap para penguasa, para ahli hukum juga menggunakan pengaruh mereka untuk menjegal kebijakan-kebijakan yang tidak adil dan seringkali memimpin atau memberikan legitimasi terhadap pemberontakan melawan kelas penguasa. Namun, modernitas telah merubah para ulama dari statusnya sebagai “juru bicara publik yang lantang” menjadi pejabat negara yang digaji yang hanya berperan sebagai pemberi legitimasi bagi rezim penguasa di dunia Islam. Tumbangnya peran ulama dan pemihakan mereka terhadap negara sekuler modern, dengan berbagai praktik sekulernya, telah membuka pintu bagi negara untuk menjadi pembuat dan pelaksana hukum Tuhan; dengan begitu, negara memiliki kekuasaan yang amat besar dan pada gilirannya semakin menyuburkan praktik-praktik otoriter di berbagai negara Islam.<br /><br />Pemerintahan konsultatif<br /><br />Alquran menyuruh Nabi untuk berkonsultasi secara berkala dengan orang-orang Islam tentang semua persoalan penting, dan menegaskan bahwa sebuah masyarakat yang menjalankan urusannya melalui proses musyawarah merupakan masyarakat terpuji di mata Tuhan (Q.S. 3:159; 42:38). Banyak laporan-laporan sejarah yang menyebutkan bahwa Nabi berkonsultasi secara berkala dengan para sahabatnya menyangkut persoalan-persoalan negara. Di samping itu, tidak lama setelah Nabi wafat, konsep syura (musyawarah) menjadi sebuah simbol yang menandai pentingnya politik dan legitimasi partisipatif. Kegagalan untuk menegakkan atau mengamalkan syura menjadi tema umum yang dikumandangkan dalam kisah-kisah penindasan dan pemberontakan. Misalnya, diriwayatkan bahwa sepupu Nabi, ‘Ali, mengritik Umar ibn al-Khattab, khalifah kedua, dan Abu Bakar, khalifah pertama, karena keduanya tidak menghormati lembaga syura dalam kasus pencalonan Abu Bakar sebagai khalifah yang tidak menyertakan keluarga Nabi. Dan para penentang ‘Utsman ibn ‘Affan (memerintah dari tahun 23-35/644-656), khalifah ketiga, menuduhnya telah menghancurkan lembaga syura dengan berbagai kebijakannya yang disinyalir bernuansa nepotisme dan otoriter.<br />Meskipun pengertian syura dalam kisah-kisah sejarah itu tidak begitu jelas, konsep tentang syura jelas tidak merujuk semata pada tindakan penguasa untuk meminta pendapat dari tokoh-tokoh masyarakat; lebih luas lagi, ia menandai pentingnya perlawanan terhadap bentuk kelaliman, pemerintahan yang otoriter, atau penindasan. Hal ini selaras dengan penentangan hukum terhadap kelaliman (al-istibdad) dan pemerintahan yang didasarkan pada hawa nafsu dan kesewenang-wenangan (al-hukm bi’l hawa wa al-tasallut). Bahkan meskipun para ahli hukum Muslim melarang pemberontakan terhadap penguasa tiran, mereka tetap mentolerir pemerintahan tirani sebagai keburukan yang diperlukan, bukan sebagai kebaikan yang diinginkan.<br />Setelah abad ke-3/9, konsep tentang syura mengambil bentuk kelembagaan yang konkrit dalam diskursus para ahli hukum Muslim. Syura menjadi sebuah forum formal untuk meminta pendapat para ahl al-syura (orang-orang yang diminta mengemukakan pendapat), yang menurut literatur hukum merupakan kelompok yang juga membentuk ahl al-‘aqd (orang-orang yang memilih penguasa). Para ahli hukum Sunni memperdebatkan apakah hasil dari proses konsultasi itu mempunyai kekuatan hukum yang mengikat (syrura mulzima) atau tidak (ghayra mulzima). Jika syura dipandang mengikat, maka seorang penguasa harus mengikuti penetapan para ahl al-syura. Namun, kebanyakan ahli hukum menyimpulkan bahwa penetapan para ahl al-syura semata merupakan nasihat dan tidak mengikat. Tapi, banyak ahli hukum yang menegaskan bahwa setelah melakukan konsultasi, seorang penguasa harus mengikuti pendapat yang paling selaras dengan Alquran, sunnah, dan konsensus para ahli hukum. Al-Ghazali merujuk pada konsensus umum ketika ia mengatakan bahwa: “Pengambilan keputusan yang lalim dan tidak-konsultatif, meskipun dilakukan oleh orang yang bijak dan terpelajar, patut ditolak dan tidak bisa diterima.” <br />Para reformis modern menggunakan gagasan tentang pemerintahan konsultatif sebagai bahan argumentasi untuk memperlihatkan kesesuaian yang mendasar antara Islam dan demokrasi. Namun sekalipun jika etika syura dikembangkan menjadi sebuah konsep yang lebih luas tentang pemerintahan partisipatif, persoalan tentang dominasi mayoritas memperlihatkan bahwa komitmen moral yang melandasi proses pembuatan hukum sama pentingnya dengan proses itu sendiri. Jadi, sekalipun jika syura diubah menjadi sebuah lembaga representasi partisipatif, ia sendiri harus dibatasi oleh sebuah skema hak pribadi dan individual yang berperan sebagai tujuan moral tertinggi, seperti keadilan. Dengan kata lain, syura harus dinilai bukan atas dasar apa yang dihasilkan, tapi atas dasar nilai moral yang diwakilinya. Oleh karena itu, apapun nilai dari berbagai pandangan yang berlawanan, perbedaan pendapat tetap ditolerir karena hal tersebut dipandang sebagai bagian penting dari penegakan keadilan.<br />Tradisi Islam dalam pemikiran politik hukum menggambarkan gagasan tentang representasi, konsultasi dan proses hukum. Tapi kandungan utama dari gagasan-gagasan tersebut masih diperdebatkan dan tidak menggambarkan hubungan langsung antara Islam dan demokrasi. Untuk memahami kemungkinan tentang Islam yang demokratis, kita harus melihat lebih dalam lagi tentang peran manusia di tengah-tengah ciptaan Tuhan lainnya, dan posisi penting keadilan dalam kehidupan manusia seperti yang ditegaskan dalam Alquran.<br /><br />Keadilan dan Kasih Sayang<br /><br />Keadilan memainkan peranan yang penting dalam diskursus Alquran: ia merupakan kewajiban yang harus kita tunaikan kepada Tuhan, dan juga terhadap sesama manusia. Di samping itu, perintah menegakkan keadilan terkait dengan kewajiban untuk menyeru pada kebaikan dan melarang kejahatan, dan juga terkait dengan keharusan bersaksi atas nama Tuhan. Meskipun Alquran tidak menentukan unsur-unsur pembentuk keadilan, ia menekankan kemampuan manusia untuk mencapai keadilan sebagai sebuah bentuk tuntutan yang sangat unik–sebuah kewajiban yang dibebankan kepada kita semua dalam kapasitas kita sebagai khalifah Tuhan. Pada hakikatnya, Alquran menuntut sebuah komitmen terhadap tuntutan moral yang bersifat samar tapi dapat dipahami melalui intuisi, akal dan pengalaman manusia.<br />Perdebatan Islam tentang bagaimana pemerintah menegakkan keadilan sangat mirip dengan diskursus Barat abad ke-17 tentang karakteristik alami, atau sifat dasar manusia. Sebuah pendapat–yang dikemukakan oleh Ibn Khaldun dan Ghazali–menegaskan bahwa manusia secara alamiah bersifat mudah marah, cenderung berselisih, dan tidak suka bekerja sama. Jadi, pemerintahan dibutuhkan untuk memaksa manusia bekerja sama, meskipun hal itu bertentangan dengan sifat alami mereka, dan untuk menjunjung keadilan dan kepentingan umum.<br />Mazhab pemikiran lainnya, misalnya al-Mawardi dan Ibn Abi al-‘Arabi, berargumen bahwa Tuhan menciptakan manusia dalam kondisi yang lemah dan membutuhkan bantuan, sehingga mereka akan membangun sebuah kerja sama ketika terdesak; kerja sama itu akan membatasi ketidakadilan dengan cara membatasi kekuasaan yang kuat, dan melindungi hak yang lemah. Pendapat yang lain mengatakah bahwa Tuhan menciptakan manusia berbeda satu sama lain, sehingga mereka akan saling membutuhkan untuk mencapai tujuannya. Menurut pandangan mazhab ini, manusia pada dasarnya menghendaki keadilan dan cenderung bekerja sama untuk mencapainya. Sekalipun jika manusia mengeksploitasi anugerah Tuhan berupa kecerdasan dan tuntunan Tuhan berupa hukum-hukum-Nya, melalui kerja sama mereka bisa mencapai tingkat keadilan dan kepuasan moral yang lebih tinggi. Kemudian seorang penguasa diangkat ke tampuk kekuasaannya melalui sebuah kontrak dengan rakyatnya, yang atas dasar kontrak tersebut ia setuju untuk meningkatkan kerja sama yang telah terjalin dalam masyarakatnya dengan tujuan membangun sebuah masyarakat yang adil.<br />Ketika merenungkan tuntutan untuk menegakkan keadilan, kita perlu memperhatikan argumentasi hukum tentang keragaman dan kerja sama manusia. Alquran mengatakan bahwa Tuhan telah menciptakan manusia berbeda-beda dan menjadikan mereka berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar mereka dapat saling mengenal satu sama lain. Para ahli hukum Muslim berargumen bahwa ungkapan “saling mengenal satu sama lain” menunjukkan perlunya kerja sama sosial dan tolong menolong untuk mencapai keadilan (Q.S. 49:13). Alquran juga mencatat bahwa manusia selalu memiliki perbedaan antara satu dengan yang lainnya hingga akhir zaman. Ia juga menjelaskan bahwa realitas keberagaman manusia merupakan bagian dari kebijaksanaan Tuhan dan maksud penciptaan: “Jika Tuhanmu menghendaki, tentu Dia mejadikan umat manusia yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat …” (Q.S. 11:118).<br />Penghargaan dan pengakuan Alquran tentang keberagaman manusia memadukan keberagaman tersebut ke dalam proses pencapaian keadilan yang dicita-citakan dan menciptakan berbagai kemungkinan komitmen yang beragam dalam Islam modern. Komitmen tersebut dapat dikembangkan menjadi sebuah etika yang menghargai perbedaan dan hak manusia untuk berbeda, termasuk hak untuk memeluk agama atau keyakinan non-agama yang berbeda. Pada tataran politis, hal tersebut dapat dikembangkan menjadi sebuah keyakinan normatif yang memandang keadilan dan keberagaman sebagai nilai keadilan yang paling asasi yang harus dilindungi oleh tatanan konsitusi yang demokratis. Lebih jauh lagi, ia dapat dikembangkan menjadi sebuah gagasan tentang kekuasaan mandataris, di mana seorang penguasa diberi amanat untuk menjaga nilai keadilan yang paling asasi dengan menjamin hak untuk berkumpul, bekerja sama dan berbeda pendapat. Lebih jauh lagi, gagasan tentang pembatasan dapat dikembangkan untuk menghalangi pemerintah agar tidak merusak upaya pencarian keadilan atau tidak mengekang hak rakyat untuk bekerja sama, atau berbeda pendapat, dalam rangka mencari keadilan itu. Penting untuk saya catat, jika pemerintah gagal melaksanakan kewajiban yang tertuang dalam kontrak, maka ia kehilangan legitimasi kekuasaannya.<br />Namun, sayangnya terdapat beberapa faktor yang membatasi terlaksananya kemungkinan-kemungkinan tersebut dalam Islam modern. Pada tataran teologis dan filosofis, unsur-unsur keadilan tidak diteliti secara cermat dalam doktrin Islam. Penjelasan tentang pembatasan itu terletak pada perbedaan mendasar dalam memahami karakteristik keadilan itu sendiri. Apakah hukum Tuhan membatasi keadilan, atau apakah keadilan membatasi hukum Tuhan? Jika kita mengambil pendapat pertama, maka apapun yang kita pahami sebagai hukum Tuhan, di sanalah terdapat keadilan. Tapi jika kita mengambil pendapat kedua, maka apapun yang dituntut oleh keadilan pada kenyataannya ia juga merupakan tuntutan Tuhan.<br />Jika kita dapat mengetahui apa yang dituntut oleh keadilan dengan cara menentukan hukum Tuhan, maka kita tidak perlu melakukan berbagai upaya untuk mengetahui tuntutan keadilan–apakah keadilan yang dimaksud bermakna kesetaraan kesempatan atau hasil, atau membangun otonomi individu, atau memaksimalkan kemanfaatan kolektif, atau melindungi kehormatan dasar manusia. Jika hukum Tuhan lebih didahulukan dari pada keadilan, maka masyarakat yang adil bukan lagi merupakan persoalan tentang hak berbicara dan berkumpul, atau hak untuk menggali berbagai sarana menuju keadilan, tapi semata tentang penerapan hukum Tuhan.<br />Seandainya kita menerima pentingnya keadilan dalam diskursus Alquran, gagasan tentang kekhalifahan manusia, dan gagasan bahwa tugas untuk menegakkan keadilan telah dibebankan kepada manusia secara umum, maka kesimpulan yang masuk akal adalah bahwa nilai keadilan harus mengendalikan dan memandu semua upaya penafsiran dan pemahaman hukum Tuhan. Hal ini menuntut adanya sebuah perubahan paradigma dalam pemikiran Islam. Menurut saya, keadilan merupakan perintah Tuhan, dan mewakili kedaulatan Tuhan. Tuhan menggambarkan diri-Nya sebagai Yang Maha Adil, dan Alquran menegaskan bahwa Tuhan telah menetapkan atas diri-Nya kasih sayang (Q.S. 6:12, 54). Lebih jauh lagi, maksud sebenarnya dari diturunkannya pesan Tuhan kepada Nabi Muhammad adalah sebagai bentuk pemberian kasih sayang Tuhan kepada seluruh manusia.<br />Dalam diskursus Islam kasih sayang Tuhan bukan sekedar pengampunan, bukan juga kesediaan untuk mengabaikan kesalahan dan dosa manusia, tapi merupakan kondisi di mana seseorang mampu berbuat adil terhadap dirinya sendiri atau orang lain, dengan memberikan hak yang semestinya kepada setiap individu. Secara mendasar bisa dikatakan bahwa kasih sayang Tuhan terikat erat dengan sikap empati terhadap sesama–itulah sebabnya dalam Alquran, kasih sayang Tuhan disandingkan dengan perlunya manusia bersikap sabar dan toleran terhadap sesamanya. Yang paling penting lagi adalah bahwa dalam diskursus Alquran, keberagaman dan perbedaan di antara sesama manusia merupakan bentuk rahmat Tuhan kepada seluruh manusia (Q.S. 11:119). Persepsi yang memungkinkan seseorang memahami, menghargai, dan memperkaya dirinya dengan keberagaman manusia merupakan salah satu unsur penting untuk membentuk masyarakat yang adil dan untuk mencapai keadilan. Tuntutan Tuhan kepada manusia secara umum dan kepada umat Islam secara khusus adalah, seperti yang dinyatakan dalam Alquran, “untuk mengenal satu sama lain,” dan memanfaatkan pengetahuan itu untuk mewujudkan keadilan.<br />Jadi, dari sudut pandang tersebut, mandat Tuhan bagi pemerintahan Islam adalah untuk mewujudkan keadilan dengan berlandaskan kasih sayang. Meskipun hidup bersama dalam kedamaian merupakan syarat utama untuk tumbuhnya kasih sayang, untuk mewujudkan pengenalan terhadap sesama dan untuk mencapai keadilan, manusia perlu bekerja sama mewujudkan kebaikan dan keindahan, dengan cara mengembangkan diskursus moral yang terencana. Menerapkan aturan-aturan hukum semata, sekalipun jika aturan-aturan semacam itu merupakan hasil dari penafsiran terhadap kitab suci, belum dipandang cukup untuk mewujudkan kasih sayang–kemampuan alami untuk memahami sesama–atau, terutama, keadilan.<br />Jadi, prinsip kasih sayang dan keadilan merupakan tuntutan utama Tuhan, dan kedaulatan Tuhan terletak pada kenyataan bahwa Tuhan adalah pemegang otoritas yang mendelegasikan kepada manusia tugas untuk mewujudkan keadilan di muka bumi dengan menjalankan nilai-nilai yang mendekati sifat-sifat ketuhanan. Konsep tentang kedaulatan Tuhan ini tidak menggantikan peran manusia melalui tuntutan penegakan hukum Tuhan secara mekanis, tapi konsep tersebut justru menyalurkan peran manusia dan bahkan mengedepankan peran tersebut sejauh ia dapat memberikan sumbangsih terhadap terwujudnya keadilan. Penting untuk saya catat bahwa menurut diskursus hukum kita tidak mungkin mencapai keadilan kecuali jika setiap orang diberikan hak secara semestinya. Tantangan bagi manusia sebagai khalifah Tuhan adalah bagaimana ia mengakui bahwa ada sebuah hak, memahami siapa yang memiliki hak semacam itu, dan akhirnya memastikan bahwa pemiliknya telah menikmati haknya. Sebuah masyarakat yang gagal dalam melaksanakan tugas tersebut–tidak peduli berapa banyak aturan yang telah diterapkan–bukanlah masyarakat yang diliputi kasih sayang atau keadilan. Pembahasan ini membawa kita pada pembahasan seputar kemungkinan adanya hak individu dalam Islam.<br /><br />Hak-Hak Individu<br /><br />Semua demokrasi konstitusional memberikan perlindungan terhadap kepentingan individu, seperti kebebasan untuk berbicara dan berkumpul, kedudukan yang sama di depan hukum, hak untuk memiliki harta benda, dan jaminan proses hukum di pengadilan. Tapi hak mana saja yang harus dilindungi, dan sejauh mana perlindungan diberikan, merupakan wilayah bahasan berbagai jenis teori dan praktik. Di sini saya berasumsi bahwa apapun karakteristik hak itu, kepentingan individu harus diperlakukan sebagai hal yang tidak bisa diganggu gugat. Ia merupakan kepentingan yang jika dilanggar akan melukai rasa harga diri korban dan menghancurkan kemampuannya untuk memahami eksistensinya. Jadi, penggunaan penyiksaan dan larangan pemenuhan kebutuhan pangan dan perumahan, atau sarana pertahanan hidup lainnya, seperti pekerjaan, merupakan hal yang tidak bisa diterima.<br />Untuk memahami posisi kepentingan tersebut dalam Islam, perlu kita catat bahwa tujuan Syariat menurut teori hukum adalah mewujudkan kesejahteraan manusia (tahqiq masalih al-‘ibad). Secara khusus, para ahli hukum Islam membagi kesejahteraan manusia ke dalam tiga kategori: kesejahteraan primer (daruriyyat), kesejahteraan sekunder (hajiyyat) dan kesejahteraan tertier (kamaliyyat atau tahsiniyyat). Menurut para ahli hukum Muslim, hukum dan kebijakan pemerintah harus memenuhi kepentingan-kepentingan tersebut, mengikuti urutan prioritasnya–pertama keserjahteraan primer, lalu sekunder dan terakhir tertier. Kesejahteraan primer dibagi lebih jauh ke dalam lima kepentingan utama–al-daruriyyat al-khamsah: agama, kehidupan, akal, keturunan atau kehormatan, dan harta benda. Tapi para ahli hukum Muslim tidak mengembangkan kelima nilai dasar tersebut ke dalam kategori yang lebih luas, dan kemudian menggali implikasi teoritis dari masing-masing nilai tersebut. Mereka menganalisa aturan hukum yang dipandang dapat melayani nilai-nilai tersebut dan menyimpulkan bahwa dengan menghimpun aturan-aturan spesifik tersebut, kelima nilai tersebut bisa terwujud. Jadi, misalnya, para ahli hukum Muslim berargumen bahwa larangan pembunuhan dalam hukum Islam bertujuan melindungi nilai dasar kehidupan, hukuman terhadap orang yang murtad bertujuan melindungi kepentingan agama, larangan terhadap minuman beralkohol bertujuan melindungi akal, larangan terhadap praktik pelacuran dan perzinaan bertujuan melindungi keturunan, dan hak untuk mendapat ganti rugi bertujuan melindungi harta benda. Namun, membatasi perlindungan akal hanya dengan menetapkan larangan terhadap minuman beralkohol, atau perlindungan terhadap kehidupan hanya dengan menetapkan larangan membunuh, tidak cukup memadai. Sayangnya, tradisi hukum tampaknya telah mereduksi kelima nilai tersebut ke dalam tujuan-tujuan yang bersifat teknis. Padahal, kelima nilai tersebut bisa berperan sebagai landasan bagi sebuah teori yang sistematis tentang hak individu di dunia modern.<br />Yang pasti, tradisi hukum Islam mengungkapkan sejumlah besar pandangan yang mempelihatkan perlindungan terhadap individu. Misalnya, para ahli hukum Muslim telah mengembangkan gagasan tentang praduga tak bersalah dalam kasus kriminal dan perdata, dan berargumen bahwa penuduh dibebankan dengan pembuktian (al-bayyina ‘ala man idda‘a). Dalam hal-hal yang terkait dengan bid’ah, para ahli hukum Muslim selalu berargumen bahwa jauh lebih baik membebaskan ribuan pelaku bid’ah dari pada keliru menjatuhkan hukuman kepada seorang Muslim yang jujur. Dalam kasus-kasus kriminal, para ahli hukum berargumen bahwa jauh lebih baik membebaskan seseorang yang bersalah dari pada terjerumus pada risiko menghukum orang yang tidak bersalah. Lebih jauh lagi, banyak ahli hukum yang mengecam praktik penahanan dan pengurungan terhadap kelompok heterodok sekalipun ketika kelompok tersebut menyatakan secara terbuka sikap heterodok mereka (seperti kelompok Khawarij), dan berargumen bahwa kelompok-kelompok semacam itu tidak boleh dilecehkan atau diganggu kecuali jika mereka mulai mengangkat senjata dan menunjukkan niat yang nyata untuk memberontak pemerintah. Para ahli hukum Muslim juga mengecam penggunaan siksaan, dengan berargumen bahwa Nabi melarang penggunaan muthla (penggunaan alat siksa) dalam semua situasi, dan tidak memperkenankan penggunaan pengakuan hasil pemaksaan dalam semua persoalan hukum dan politik. Pada kenyataannya, sejumlah besar ahli hukum telah mengemukakan sebuah doktrin yang mirip dengan doktrin pembebasan dari tuduhan bersalah yang dipraktikkan dalam sistem hukum Amerika–pengakuan atau bukti yang diperoleh dari proses pemaksaan dinilai tidak sah dalam persidangan. Yang menarik adalah bahwa beberapa ahli hukum bahkan menegaskan bahwa para hakim yang bersandar pada sebuah pengakuan semacam itu dalam memutuskan kasus kriminal dipandang telah bertanggung jawab atas penetapan keputusan yang keliru. Kebanyakan ahli hukum berargumen bahwa tergugat atau keluarganya boleh mengajukan gugatan balik untuk memperoleh ganti rugi kepada hakim tersebut secara khusus, dan kepada khalifah dan wakilnya secara umum, karena pemerintah dipandang bertanggung jawab karena berdiam diri atas tindakan hakim-hakimnya yang bertentangan dengan hukum.<br />Namun, diskursus yang paling menarik tentang persoalan tersebut dalam tradisi hukum Islam adalah seputar hak Tuhan dan hak manusia. Hak Tuhan (huquq Allah) adalah hak yang sepenuhnya dimiliki Tuhan dalam arti bahwa hanya Tuhan yang dapat menetapkan hukuman atas pelanggaran terhadap hak-hak tersebut, dan hanya Tuhan yang memiliki hak untuk memberi maaf atas pelanggaran semacam itu. Namun, hak-hak yang secara eksplisit tidak dimiliki Tuhan kemudian diserahkan kepada manusia. Sementara pelanggaran terhadap hak-hak Tuhan hanya bisa diampuni oleh Tuhan melalui tobat yang benar, pelanggaran terhadap hak-hak manusia hanya bisa dimaafkan oleh individu yang bersangkutan. Jadi, hak mendapat ganti rugi dimiliki secara pribadi oleh semua manusia dan pelanggaran terhadapnya hanya dapat dimaafkan oleh individu yang bersangkutan. Baik pemerintah maupun Tuhan sekalipun tidak memiliki hak untuk memberi ampunan atau membayarkan ganti rugi, jika ia telah menjadi bagian dari hak manusia.<br />Para ahli hukum Muslim tidak melukiskan seperangkat hak yang tidak bisa diganggu gugat dan berlaku umum yang dimiliki oleh setiap orang dalam setiap kesempatan. Tapi, mereka memandang hak-hak individu sebagai hak yang berasal dari sebab hukum (legal cause) akibat pelanggaran hukum. Seseorang tidak memiliki hak hingga ia dizalimi, dan oleh karena itu ia berhak mengklaim ganti rugi atau pembalasan. Untuk merubah paradigma tersebut diperlukan sebuah transformasi konsep tradisional tentang hak, sehingga hak menjadi harta milik individu, tanpa mempertimbangkan apakah terdapat sebab hukum dari tindakan tersebut. Seperangkat hak yang diakui bersifat abadi adalah hak-hak yang dipandang penting untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan menjunjung tinggi kasih sayang. Menurut saya, ia pasti merupakan hak yang menjamin keselamatan fisik dan kehormatan manusia. Bisa saja hak-hak individu yang relevan adalah kelima nilai yang disebutkan di atas, tapi persoalan tersebut harus dianalisa ulang dari sudut pandang keberagaman manusia. Dalam konteks ini, komitmen terhadap hak-hak manusia tidak menunjukkan penafian komitmen kepada Tuhan, tapi justru merupakan bentuk penghormatan terhadap keberagaman manusia, penghargaan terhadap khalifah Tuhan, perwujudan kasih sayang, dan upaya pencapaian tujuan tertinggi keadilan.<br />Penting untuk saya catat bahwa ternyata bukan tradisi hukum Islam pra-modern yang menyodorkan hambatan terbesar bagi pengembangan hak-hak individu dalam Islam. Hambatan serius justru berasal dari orang-orang Islam modern sendiri. Terutama pada paruh kedua abad ini, sejumlah besar orang Islam membentuk asumsi yang tidak berdasar bahwa hukum Islam mengarahkan perhatian utamanya pada kewajiban, bukan pada hak, dan bahwa konsep Islam tentang hak bersifat kolektif, bukan individual. Meskipun demikian, kedua asumsi tersebut hanya didasarkan pada asumsi kultural tentang “pihak lain” yang bukan Barat. Hal itu seolah-olah menegaskan bahwa para penafsir itu telah membakukan konsep Judeo-Kristen atau mungkin konsep Barat tentang hak, dan mengasumsikan bahwa Islam harus memiliki konsep yang berbeda.<br />Pada kenyataannya, klaim-klaim tentang hak individu atau kolektif pada dasarnya bersifat anakronis. Para ahli hukum Muslim pra-modern tidak menegaskan sebuah visi tentang hak yang bersifat kolektif atau individual. Mereka memang berbicara tentang al-haqq al-‘amm (hak publik), dan sering menegaskan bahwa hak publik harus didahulukan dari pada hak pribadi. Tapi hal tersebut berujung pada sebuah penegasan bahwa kelompok terbesar tidak boleh dirampas hak-haknya oleh kelompok yang lebih kecil. Misalnya, sebagai sebuah adagium hukum hal tersebut telah digunakan untuk memberikan pembenaran terhadap gagasan tentang public takings (penghasilan publik?) atau hak membangun sarana publik di atas tanah milik pribadi. Prinsip tersebut juga digunakan untuk melarang praktik para dokter yang tidak memenuhi standar kualifikasi. Tapi seperti yang telah dibahas di atas, para ahli hukum Muslim tidak membenarkan, misalnya, pembunuhan atau penyiksaan manusia untuk mewujudkan kesejahteraan negara atau kepentingan publik.<br />Barangkali, penegasan tentang pentingnya perspektif kolektifitas dan orientasi kewajiban dalam Islam muncul dari karakteristik reaktif dalam kebanyakan diskursus hukum Islam kontemporer. Namun, gagasan tentang hak individu sebenarnya lebih mudah mendapat pembenaran dalam Islam dari pada hak kolektif. Tuhan menciptakan manusia sebagai individu-individu, dan pertanggungjawaban mereka di akhirat kelak juga dilakukan secara individual. Seseorang yang memiliki komitmen untuk mempertahankan dan melindungi kemaslahatan individu berarti telah menghargai ciptaan Tuhan. Masing-masing individu mencerminkan gambaran semesta keagungan Tuhan. Mengapa seorang Muslim harus memegang komitmen untuk melindungi hak dan kemaslahatan sesama manusia? Jawabannya adalah bahwa Tuhan telah menetapkan komitmen semacam itu ketika Dia meniupkan ruh-Nya ke dalam setiap diri manusia. Itulah sebabnya mengapa Alquran menegaskan bahwa siapapun yang membunuh sesamanya secara tidak benar dipandang telah membunuh semua manusia; seolah-olah pelaku pembunuhan telah membunuh kesucian ilahi dan menghancurkan makna ketuhanan yang terdalam (Q.S. 5:32).<br />Lebih jauh lagi, Alquran tidak membedakan antara kesucian seorang Muslim dengan non-Muslim. Seperti yang dinyatakan secara berulang-ulang dalam Alquran, tidak seorangpun manusia yang dapat membatasi kepengasihan Tuhan dengan cara apapun, atau memilih-milih siapa yang berhak menerimanya (Q.S. 2:105; 3:74; 35:2; 38:9; 39:38; 40:7; 43:32). Dengan kenyataan itu, saya ingin menegaskan bahwa baik Muslim maupun non-Muslim bisa menjadi penerima atau pemberi kasih sayang ilahi. Yang menjadi ukuran nilai moral dalam kehidupan dunia saat ini adalah kedekatan seseorang kepada Tuhan melalui keadilan, bukan label keagamaannya. Yang menjadi ukuran di akhirat kelak adalah hal lain, dan hal tersebut merupakan hak prerogatif Tuhan. Tuhan akan merealisasikan hak-Nya di akhirat kelak dengan cara yang menurut-Nya paling sesuai. Tapi, kewajiban moral yang paling penting bagi kita di muka bumi ini adalah merealisasikan hak sesama. Komitmen untuk menghargai hak-hak manusia paralel dengan komitmen untuk melindungi ciptaan Tuhan, dan pada akhirnya juga merupakan komitmen terhadap Tuhan sendiri.<br /><br /><br />Syariat dan Negara Demokratis<br /><br />Sebuah bentuk demokrasi yang muncul dari dalam wilayah agama Islam harus menerima gagasan tentang kedaulatan Tuhan: ia tidak dapat meletakkan kedaulatan rakyat di atas kedaulatan Tuhan, tapi justru harus memperlihatkan bagaimana kedaulatan rakyat–beserta gagasan bahwa warga negara memiliki hak dan tanggung jawab yang sebanding untuk mewujudkan keadilan dengan kasih sayang–mengekspresikan otoritas Tuhan. Sama halnya, ia tidak dapat menolak gagasan bahwa hukum Tuhan harus didahulukan dari pada hukum manusia, tapi justru harus memperlihatkan bagaimana pembentukan hukum yang demokratis menghormati prioritas tersebut. Saya sengaja menempatkan bahasan tentang Syariat dan Negara di akhir tulisan karena saya perlu terlebih dahulu meletakkan landasan pembahasan tersebut. Sebagai bagian dari landasan tersebut, kita perlu menghargai posisi penting Syariat bagi kehidupan seorang Muslim. Syariat adalah Jalan Tuhan; ia direpresentasikan dengan seperangkat prinsip-prinsip normatif, metodologi untuk menghasilkan aturan hukum, dan seperangkat aturan hukum positif. Seperti yang telah dimaklumi bersama, Syariat mengatasi beragam mazhab pemikiran dan pendekatan, yang semuanya sama-sama sah dan ortodoks. Meskipun demikian, Syariat secara keseluruhan, beserta semua mazhab dan berbagai pendapat yang berbeda, tetap merupakan Jalan dan Hukum Tuhan.<br />Bagian terbesar Syariat tidak ditetapkan secara eksplisit oleh Tuhan. Syariat justru mengandalkan upaya interpretasi agen manusia untuk menghasilkan dan melaksanakan hukum-hukumnya. Namun, sesungguhnya Syariat merupakan nilai inti yang harus dilestarikan oleh masyarakat. Paradoks ini ditampilkan dalam bentuk ketegangan antara kewajiban untuk hidup berlandaskan hukum Tuhan dengan kenyataan bahwa hukum tersebut terbentuk semata melalui penetapan interpretasi subyektif manusia. Bahkan sekiranya ada sebuah pemahaman tunggal bahwa sebuah perintah positif tertentu benar-benar mencerminkan hukum Tuhan, masih ada banyak sekali kemungkinan pelaksanaan dan penerapan yang bersifat subyektif. Dilema ini sedikit terpecahkan dalam diskursus Islam dengan cara membuat perbedaan antara fikih dan Syariat. Dikatakan bahwa Syariat merupakan Gagasan Ideal Tuhan, berada di atas langit, dan tidak terpengaruh atau tercemar oleh ketidakpastian. Fikih merupakan upaya manusia untuk memahami dan menerapkan gagasan ideal Syariat. Oleh karena itu, Syariat bersifat kekal, suci dan tanpa cacat–sementara fikih tidak demikian.<br />Sebagai bagian dari landasan doktrinal dalam diskursus ini, pembahasan para ahli hukum Sunni berfokus pada sebuah hadis yang dinisbatkan kepada Nabi, yang berbunyi: “Setiap mujtahid (ahli hukum yang berusaha keras menemukan jawaban yang benar) dipandang benar” atau “Setiap mujtahid akan mendapat pahala.” Hal ini mengisyaratkan bahwa jawaban yang benar untuk sebuah pertanyaan yang sama bisa lebih dari satu. Menurut para ahli hukum Sunni, hal itu memunculkan persoalan tentang tujuan dan motif di balik pencarian Kehendak Tuhan. Apa sebenarnya Tujuan Tuhan memberikan berbagai petunjuk ke arah hukum-Nya dan kemudian menuntut manusia untuk melakukan pencarian? Jika Tuhan menghendaki manusia untuk mencapai satu jawaban yang benar, maka bagaimana mungkin setiap penafsir atau ahli hukum dipandang benar? Dengan ungkapan lain, adakah satu jawaban yang benar untuk setiap persoalan hukum, dan apakah orang-orang Islam dibebani kewajiban hukum untuk menemukan jawaban tersebut?<br />Mayoritas ahli hukum Sunni sepakat bahwa ketekunan yang dilandasi kejujuran dalam mencari kehendak Tuhan cukup memadai untuk melindungi diri dari tuntutan di hadapan Tuhan kelak. Di luar semua itu, para ahli hukum terbagi ke dalam dua kelompok utama. Kelompok utama, yang dikenal dengan mukhatti’ah, berargumen bahwa pada dasarnya dalam setiap persoalan hukum terdapat satu jawaban yang benar; namun hanya Tuhan yang tahu jawaban yang benar itu, dan kebenaran tersebut hanya akan terungkap pada hari akhirat kelak. Manusia sebagian besar tidak dapat mengetahui secara pasti apakah mereka telah menemukan jawaban yang benar itu. Dalam pengertian ini, setiap mujtahid dipandang benar karena telah mencoba mencari jawaban; namun, seseorang mujtahid mungkin dapat mencapai kebenaran sedangkan yang lainnya mungkin keliru. Di akhirat kelak, Tuhan akan memberitahu semua orang tentang siapa yang tepat dan siapa yang keliru. Ketepatan di sini berarti bahwa seorang mujtahid diberi penghargaan atas upayanya, tapi hal itu tidak berarti bahwa semua jawaban sama-sama benar.<br />Mazhab kedua, yang dikenal dengan sebutan musawwibah, berargumen bahwa tidak ada satupun jawaban yang benar-benar tepat (hukm mu‘ayyan) yang harus ditemukan oleh manusia: bagaimanapun, jika ada jawaban yang tepat, Tuhan akan memberikan hujjah yang menunjukkan kepastian dan kejelasan aturan Tuhan. Tuhan tidak akan memerintahkan manusia menemukan jawaban yang tepat sementara petunjuk obyektif untuk menemukan jawaban tersebut tidak tersedia. Jika memang ada kebenaran obyektif bagi semua hal, Tuhan akan menjadikan kebenaran itu bisa diketahui di dunia ini. Dalam berbagai kondisi, kebenaran hukum, atau ketepatan bergantung pada keyakinan dan pembuktian, dan validitas dari sebuah aturan atau tindakan hukum seringkali bergantung pada kaidah-kaidah persepsi (rules of recognition) yang menjadi syarat keberadaannya. Manusia tidak dibebani dengan kewajiban untuk menemukan hasil yang abstrak, sulit dipahami dan benar secara hukum. Pada kenyataannya manusia hanya dibebani dengan kewajiban untuk secara sungguh-sungguh menganalisa sebuah persoalan dan kemudian mengikuti hasil-hasil ijtihad mereka sendiri. Menurut al-Juwayni, misalnya, yang dikehendaki Tuhan dari manusia adalah mencari kebenaran–meniti kehidupan sambil mendekatkan diri sepenuhnya pada Tuhan. Al-Juwayni menjelaskan: seolah-olah Tuhan berkata kepada manusia, “Perintah-Ku pada hamba-hamba-Ku sebanding dengan besarnya keimanan mereka. Jadi, siapa saja yang yakin bahwa ia diwajibkan melakukan sesuatu, maka bertindak atas dasar keyakinannya itu merupakan perintah-Ku.” Perintah Tuhan kepada manusia adalah agar mereka bersungguh-sungguh melakukan pencarian, dan hukum Tuhan akan ditunda hingga manusia memperoleh kepastian yang kuat tentang hukum tersebut. Ketika keyakinan yang kuat terbentuk, hukum Tuhan mengikuti keyakinan kuat yang dibentuk oleh individu tersebut. Singkatnya, jika seseorang secara jujur dan tulus meyakini bahwa hukum Tuhan adalah begini dan begitu, maka baginya ia menjadi hukum Tuhan.<br />Pendapat mazhab kedua ini memunculkan persoalan rumit seputar penerapan Syariat dalam masyarakat. Pendapat ini mengisyaratkan bahwa hukum Tuhan adalah upaya pencarian hukum Tuhan itu sendiri; jika tidak, maka beban hukum (taklif) sepenuhnya bergantung pada subyektifitas dan kejujuran dari keyakinan seseorang. Berdasarkan sudut pandang mazhab pertama, hukum apapun yang diterapkan oleh negara, hukum tersebut secara potensial merupakan hukum Tuhan, dan kita tidak akan mengetahui hukum Tuhan yang sebenarnya hingga akhir zaman. Dari sudut pandang mazhab kedua, hukum apapun yang diterapkan oleh negara bukanlah hukum Tuhan, kecuali jika orang yang harus menjalankan hukum tersebut meyakininya sebagai kehendak dan perintah Tuhan. Mazhab pertama menangguhkan pengetahuan tentang hukum Tuhan hingga kita memasuki alam akhirat, dan mazhab kedua menggantungkan pengetahuan itu pada validitas proses dan kejujuran sebuah keyakinan.<br />Dengan berpijak pada warisan pemikiran ini, saya memandang bahwa Syariat harus diletakkan dalam politik Islam sebagai konstruksi simbolis tentang kesempurnaan Tuhan yang berada di luar jangkauan manusia. Seperti yang dinyatakan oleh Ibn Qayyim, ia merupakan hakikat keadilan, kebaikan, dan keindahan ilahi. Kesempurnaannya terpelihara dalam Pikiran Tuhan, sementara segala sesuatu yang disalurkan melalui agen manusia pasti akan tercemar oleh ketidaksempurnaan manusia. Dengan ungkapan lain, Syariat yang diwahyukan Tuhan benar-benar sempurna, tapi ketika dipahami oleh manusia, ia menjadi tidak sempurna dan bersifat kondisional. Para ahli hukum harus terus menggali gagasan utama Syariat dan mengerahkan upaya mereka yang tidak sempurna itu untuk memahami kesempurnaan Tuhan. Selama argumentasi yang dibangun itu bersifat normatif, ia tidak akan mampu mencapai kehendak Tuhan, sehingga hukum apapun yang akan diterapkan pasti berpotensi mengalami kegagalan. Syariat bukan hanya sekedar kumpulan hukum (seperangkat aturan positif), tapi juga mencakup senarai prinsip, metodologi, dan proses diskursus yang diarahkan untuk mencapai kehendak Tuhan. Dengan demikian, Syariat merupakan sebuah karya yang berkesinambungan dan tidak pernah rampung.<br />Penjelasan konkritnya adalah sebagai berikut: jika sebuah pendapat diadopsi dan dilaksanakan oleh sebuah negara, pendapat tersebut tidak bisa dikatakan sebagai hukum Tuhan. Setelah melalui proses penetapan dan penegakan oleh negara, pendapat hukum itu tidak lagi semata mengandung potensi–ia menjadi hukum yang sebenarnya, yang diterapkan dan dilaksanakan. Tapi, hukum yang telah diterapkan dan dilaksanakan bukanlah hukum Tuhan–ia menjadi hukum negara. Dengan demikian, hukum agama sebuah negara merupakan istilah yang kontradiktif, karena hukum itu seharusnya hanya milik negara atau milik Tuhan semata, dan selama penjelasan dan pelaksanaan hukum itu bersandar pada agen subyektif negara, maka hukum tersebut pasti bukanlah hukum Tuhan. Kalau tidak begitu, maka kita harus mau mengakui bahwa kegagalan hukum negara pada kenyataannya merupakan kegagalan hukum Tuhan, dan akhirnya juga berarti kegagalan Tuhan sendiri. Dalam konsep teologi Islam, kemungkinan tersebut tidak dapat diterima.<br />Tentu saja, tantangan terbesar bagi pendapat tersebut adalah argumentasi bahwa Tuhan dan Nabi-Nya telah menetapkan perintah hukum yang jelas yang tidak dapat diabaikan. Secara argumentatif bisa dikatakan bahwa Tuhan telah menetapkan hukum-Nya secara jelas dan tepat karena Dia ingin membatasi peran agen manusia dan menutup kemungkinan melakukan inovasi. Tapi–kembali lagi pada pendapat yang telah saya tekankan sebelumnya–bagaimanapun jelas dan akuratnya pernyataan dalam Alquran dan sunah, yang diambil dari kedua sumber itu harus dinegosiasikan melalui agen manusia. Misalnya, Alquran menyebutkan, “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Q.S. 5:38). Meskipun kandungan hukum dari ayat tersebut tampak jelas, ia setidaknya menuntut manusia untuk menafsirkan makna “pencuri,” “memotong,” “tangan,” dan “balasan.” Alquran menggunakan ungkapan iqta‘u, dari akar kata qata‘a, yang bisa bermakna “memutuskan” atau “memotong,” tapi ia juga bisa berarti “bersikap tegas,” “mengakhiri,” “mencegah,” atau “menjauhkan seseorang.” Apapun makna yang kita ambil dari teks tersebut, pertanyaannya kemudian adalah dapatkah seorang penafsir mengklaim dengan penuh kepastian bahwa penetapan yang ia capai identik dengan penetapan yang dikehendaki Tuhan? Dan sekalipun ketika persoalan makna itu berhasil dipecahkan, dapatkah hukum tersebut dilaksanakan dengan jalan sedemikian rupa sehingga kita dapat mengklaim bahwa hasilnya sesuai dengan kehendak Tuhan? Pengetahuan dan keadilan Tuhan bersifat sempurna, dan manusia tidak mungkin menentukan atau melaksanakan hukum dengan cara sedemikian rupa sehingga sepenuhnya terhindar dari kemungkinan melakukan kesalahan. Hal ini tidak berarti bahwa pencarian hukum Tuhan berujung pada kesia-siaan; ia hanya berarti bahwa penafsiran para ahli hukum merupakan pemenuhan kehendak Tuhan, tapi hukum-hukum yang dikodifikasi dan diterapkan oleh negara tidak dapat dipandang sebagai pemenuhan kehendak Tuhan yang sebenarnya.<br />Dalam sejarah Islam, secara kelembagaan ulama, yaitu para ahli hukum, dapat dan benar-benar bertindak sebagai penafsir Firman Tuhan, penjaga moral masyarakat, dan pengawas yang mengingatkan dan mengarahkan bangsa pada tujuan tertinggi, yaitu Tuhan. Tapi hukum negara, apapun asal-usul dan landasannya, merupakan milik negara semata. Berdasarkan konsep ini, tidak ada hukum agama yang dapat atau boleh ditegakkan oleh negara. Semua hukum yang dijelaskan dan diterapkan dalam sebuah negara sepenuhnya merupakan hukum manusia, dan harus diperlakukan sebagai hukum manusia. Hukum-hukum tersebut merupakan bagian dari hukum Syariat hanya sejauh pengertian bahwa pendapat hukum manusia bisa dikatakan sebagai bagian dari Syariat. Sebuah undang-undang, sekalipun bersumber dari Syariat, bukanlah Syariat. Dalam ungkapan yang berbeda, manusia (creation), dengan seluruh kekayaan tekstual dan non-tekstual, dapat dan harus menghasilkan hak yang mendasar dan hukum yang terorganisir (arganizational law) yang mampu menghargai dan menjunjung tinggi hak tersebut. Tapi hak dan hukum itu tidak mencerminkan kesempurnaan ciptaan Tuhan. Berdasarkan paradigma tersebut, demokrasi merupakan sebuah sistem yang memadai dari perspektif Islam karena selain mengungkapkan sisi penting manusia–yaitu statusnya sebagai khalifah Tuhan–pada saat yang sama juga mencegah negara bertindak sebagai juru bicara Tuhan dengan meletakkan otoritas tertinggi di tangan rakyat, bukan di tangan ulama. Di samping itu pendidik moral memiliki peran yang serius, karena mereka harus siap membimbing masyarakat untuk mendekati Tuhan. Tapi kehendak kelompok mayoritas sekalipun–sebaik apapun moralitas mereka–tidak dapat mewakili kehendak Tuhan. Dan dalam kasus yang paling buruk–jika kelompok mayoritas lepas dari bimbingan para ulama, jika kelompok mayoritas bersikeras untuk menyimpang dari jalan Tuhan, tapi masih menghormati hak-hak dasar individu, termasuk hak untuk mempertimbangkan penciptaan dengan hati-hati dan menyeru pada jalan Tuhan–individu-individu yang membentuk kelompok mayoritas itu tetap harus bertanggung jawab kepada Tuhan di akhirat kelak.[]ghozinhttp://www.blogger.com/profile/09190111902987610755noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3982074334405547271.post-38273162194451775122009-04-24T05:41:00.000-07:002009-06-13T06:44:36.056-07:00prinsip dasar mujahidahprinsip dasar mujahidah<br /><br />I. Pendahuluan<br />Akhwat fillah,sepatutnya kita bersyukur kepada Allah SWT atas kelahiran Nabi pembawa kebenaran, pengangkat derajat wanita, Muhammad Rasulullah SAW.<br /> Sebagaimana sejarah telah mencatat bahwa sebelum kedatangan Nabi Muhammad SAW. Kaum wanita diperjual belikan laksana binatang dan barang , dipaksa kawin dan ditindas, diwarisis dan tidak mewarisi, dikuasai dan tidak ernah menguasai, sampai-samapi ada yang mempertanyakan ” Apakah kaum wanita itu mahkluk yang berjiwa seperti layaknya kaum pria atau tidak? “ Punya kewajiban keagamaan dan sah beribadah atau tidak? Bisa masuk surga atau tidak?<br /> Sebuah kembaga di Athena pernah mengeluarkan keputusan bahwa: Kaum wanit aadalah binatang najis yang tidak memiliki ruh yang abadi, namun meraka tetap diwajibkan beribadah dan berbakti, mulut mereka dibungkam laksana unta, anjing dan sapi, tidak boleh berbicara dan tertawa, karena mereka dianngap sebagai tali-temali (teman) syetan.<br />Pada tahun 586 M, Perancis menetapkan bahwa wanita adalah juga manusia, tetapi ditakdirkan untuk melayani kaum pria.<br /> Demikian juga kalau kita tengok pandangan Hindu terhadap nilai wanita , ajaran Hindu menempatkan wanita pada kedudukan yang hina sekali, sebagaimana dalam manu diterangkan<br /> Wanita Hindu dilarang bersuami kalau suami telah meninggal dan ia menjadi hak negara, suami yang meninngal dibakar bersamasama istrinya yang masih hidup<br /> Wanita Hindu yang tidak berketurunan diperbolehkan bersetubuh dengan lelaki-lelaki lain untuk mendapatkan keturunan<br /> Wanita yang sedang haid dilarang tidur pakai alas melainkan diatas tanah, dilarang tertaw, makan, duduk, dan bercakap-cakap dengan lelaki<br /> Makanan yang disediakan bagi wanita yang baru melahirkan (nifas) adalah najis<br />Dan tidak ketinggalan tokoh yahudi dan Nasrani dalam memberikan penilaian tentang wanita. Menurut mereka, “ Karena wanitalah, syetan mendapatkan kemenangan dan oleh karenanya pula surga menjadi hilang.” Dibanding binatnag buas maka wanita adalah yang paling berbahaya.<br /> Wanita adalah sumber kebohongan, penunggu neraka, musuh keselamatan, dank arena wanita Adam terusir dari Surga. (Johan Damascene)<br /> Wanita adalah kalajengking, tiap saat menjepit, mereka itutombak syetan (Bona vaenture)<br /> Wanita itu mahkluk berambut panjang dan berfikir pendek (Schopenhaeur)<br /> Wanita adalah pintu gerbang syetan (Tartain)<br /> Wanita asal mulanya tangan syetan, suaranya adalah siulan ular (Anthony)<br /> Wanita hendaklah dijauhkan dari pelajaran, tidak berguna bagi manusia walaupun diberi pendidikan (Marthin Luther)<br /> Semoga perempuan tidak lagi lahir kedunia, hendaklah dijaga keras, jangan sampai para pemuda diperdaya oleh keturunan Eva (Agustinus)<br />Begitulah pandangan orang-orang Hindu, Yahudi dan Nasrani terhadap nilai wanita.<br /> Menurut penyelidikan para ahli, wanita di dunia ini sejak dahulu hingga kini telah melalui beberapa tingkatan pemikiran dan filsafat yang berbea-beda.<br />1. Wanita adalah makhluk tak bernilai dan hina, ia dimisalkan binatang buas bahkan lebih rendah lagi. Merupakan barang dagangan yang dapat diperjual belikan dengan harga murah dipasar<br />2. Wanita dikiaskan sebagai fortuna, dewi yang dipuja-puja, dihormati dan dimuliakan: dimana ada wanita disitulah tempat menyenangkan, ketiadaan laksana hidup tanpa makna <br />3. Wanita, kedudukannya sejajarkan seratus persen dengan kaum laki-laki. Pada tahap ini, ia merdeka dari kungkungan, tingkat dan kedudukannya sama dengan kau laki-laki, dan terjadi persaingan bebas antar wanita dan laki=laki dalam segala aspek kehidupan<br />4. Wanit aditempatkan pada proporsi yang sesuai dengan fitnah manusia. Bahwa ia diciptakan oleh Allah SWT sebagai pasangan kaum laki-laki untuk kelangsungan hidup manusia di muka bumi sampai waktu yang ditetapkan tiba. Wanita bukan binatang buas, bukan dewi yang dipuja, juga bukan laki-laki tetapi tetapi wanita tetap wanita dimana dan kapanpun ia berada. Ia punya hak dan kewajiban terhadap penciptanya sama dengan laki-laki, yang pada saatnya nanti akan dimintai pertanggungjawaban<br />Akhwat Fillah demikinlah gambaran wanita sebelu kedatangan Islam. Dan selanjutnya setelah Islam datang, Islam menjelaskan dan menetapkan kedudukan wanita-wanita adalah manusia sama dnegan laki-laki dalam hal:<br />1. Keimanan, sebagaimana Allah telah berfirman dalam :<br /> Surat Al-Mumtahana (60):10<br /><br />” Wahai orang-orang yang beriman, bila datng kepadamu wanita-wanita beriman sebagai pengungsi ujian mereka. Allah tahu benar keimanannya. Jika kamu kenal mereka sebagai wanita beriman maka janganlah kirim mereka kembali kepada orang-orang kafir.<br /> Surat Al-Ahzab (33): 58<br /><br />” Mereka yang menyakiti hati orang Mukmin laki-laki dan perempuan dengan tidak semestinya, sungguh mereka memikul fitnah dan dosa yang besar.”<br /> Surat Al-Buruj (85):10<br />” Sesungguhnya orang-orang yang memfitnah orang yang beriman laki-laki dan perempuan, kemudian tidak bertobat bagi mereka adzab yang membakar.”<br /> Surat Muhammad (47): 19<br /><br />” Maka ketahuilah olehmu, bahwa tiada Tuhan selain Allah, mohonlah ampun atas dosa-dosamu, dan atas dosa-dosa orang beriman laki-laki maupun perempuan. Allah tahu tempat kamu bekerja dan tempa tinggalmu.<br /><br />2. Pahala yang sama, Allah berfirman dalam<br /> Surat An-Nahl (16): 97<br /><br />” Barang siapa beramal shalih, laki-laki maupun perempuan sedang dalam keadaan beriman, dan niscaya Kami berikan kehidupan yang baik dan Kami sediakan sebaik-baik pahala bagi amal-amal yang mereka lakukan.”<br /> Surat Al-Mukmin (40): 40<br /> <br />” Barangsiapa melakukan kejahatan akan dibalas sebanding dengan kejahatannya. Dan barangsiapa melakukan amal halih, laki-laki maupun perempuan sedang ia seorang beriman mereka masuk ke dalam surga, beroleh rizki didalamnya tanpa bisa dihitung.<br /> Surat An-Nisa’ (4): 123-124<br /> <br />” Pahala Allah, bukanlah menurut angan-anganmu dan bukan pula menurut angan-angan ahli ktab. Siapa saja yang melakukan kejahatan, pasti mendapat pelindung atau pembela selain Allah. Dan barangsiapa melakukan amal shalih, laki-laki maupun sedang ia orang beriman, mereka masuk surga tanpa dianiaya sedikit pun.<br /> Surat Ali-Imran (3): 195<br /><br />” Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal diantara kamu, baik laki-laki ataupun perempuan perempuan karena kamu adalah turunan dari sebagian yang lain.”<br /> Surat Al-Ahzab (33): 35<br /> <br />” Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mu’min, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu’, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan permpuan yang banyak menyebut nama Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka pahala dan ampuann yang besar.”<br /> Surat At-taubah (9) : 72<br /> <br />” Allah menjanjikan kepada kaum Mukminin dan Mukminat, Surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Mereka kekal didalamnya. Dan Allah menjanjikan pula kediaman yang indah di surga-surga Adn’ dan keridhoan yang besar. Itulah kemenangan yang gemilang.<br /><br />3. Aktivitas keagamaan, sosial, politik<br />Allah berfirman dalam surat At-Taubah (9): 71<br /> <br />” Kaum Mukminin dan Mukminat, lindung-melindungi satu sama lain. Mereka menganjurkan yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar, mendirikan sholat, menunaikan zakat, serta mentaati Allah dan Rasul-Nya. Merekalah yang akan dirahmati Allah, sungguh Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana.”<br />Dalam ayat diatas Allah memberikan medan kegiatan kepada kaum wanita yang mutlak sama dengan yang diberikan kepada kaum pria, yaitu dalam persaudaraan, kasih sayang,tolong menolong baik dengan harta maupun kegiatan sosial, misalnya membantu urusan perang dan politik. Kaum wanita dan juga istri-istri Rasulullah, seringkali ikut bernagkat ke medan tempur, yaitu dengan menyediakan air minum, makanan, mengobati yang luka, dan memberi dorongan memotivasi dalam pertempuran.<br /><br />4. Memberikan perlindungan<br />Salah satu diantara hak politik kaum wanita adalah memberikan perlindungan kepada tawanan, sebagaiman Ummu Hani’ (putri Abu Thalib) pernah melakukannya dan hal ini termaktub dalam hadist shahih yang disepakati oleh Bukhari-Muslim (Mutafaqun Alaih), yang artinya:<br />” Ummu Hani’ berkata kepada Rasulullah SAW: Ada dua orang dari suku Ahma’iy meminta perlindungan kepada saya,” dan beliau pun bersabda,” Kami memberikan perlindunagan kepada orang yang engkau lindungi, ya Ummu Hani’<br />Dilain riwayat disebutkan:<br />”Dari Abu Hurairah Nabi bersabda,” Sesungguhnya kaum wanita itu boleh memberi perlindungan kepada mereka (kawan muslimin). ” (HR. At-Tirmidzi)<br /><br />5. Amar Ma’ruf Nahi Munkar<br />Perintah amar ma’ruf nahi mungkar tidak hanya dikenakan kepada kaum pria tapi juga kaum wanita, baik melalui ucapan atau tulisan sebagaimana firman Allah dalam surat At-Taubah (9) : 71<br /> <br />“Kaum pria dan wanita yang beriman, lindung melindungi satu sama lain. Mereka menganjurkan yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar, mendirikan sholat, menunaikan zakat, serta mentaati Allah dan rasul-Nya. Merekalah yang akan dirahmati Allah. Sungguh Allah maha perkasa, maha bijaksana.”<br />Dalam suatu riwayat Amirul Mukminin Umar Ibn Al-Khattab melihat bahwa kaum wanita menetapkan mahar yang cukup tinggi waktu suatu pernikahan, disaat kondisi ekonomi mereka sudah cukup baik. Ia khawatir gejala ini terus berkelanjutan. Untuk itu ia menetapkan agar kaum wanita tidak menentukan mahar lebih dari empat ratus dirham. Ketetapan ini ditentang oleh seorang wanita Quraisy, yang mengatakan :<br />“Tidakkah tuan telah mendengar bahwa Allah SWT telah berfirman :<br />..... dan kamu sekalian telah memberikan kepada salah seorang diantara wanita-wanita itu harta yang banyak, maka janganlah sekali-kali kamu sekalian mengambilnya kembali barang sedikitpun.<br />Mendengar itu Umar menjawab : “Semoga Allah memberikan ampunan.”<br />Demikianlah gambaran wanita yang turut dalam amar ma’ruf nahi mungkar.<br /><br />6. Pemba’iatan terhadap Kaum Wanita<br />Dalam sejarah, Rasulullan SAW tidak hanya membai’at kaum pria tapi juga wanita. Hal ini pernah dilakukan terhadap wanita Anshar sebelum hijrah ke Madinah dan juga kaum wanita pada saat Fath Makkah yang dilakukan di As-Shofa dengan menggunakan teks yang sekarang tertera dalam surat Al Mumtahna (60) : 12<br /> <br />“Wahai Nabi, bila datang kepadamu wanita beriman dan berjanji kepadamu untuk tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu apapun, tidak akan mencuri dan berzina, tidak membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka dan tidak mendurhakai dalam urusan yang baik, maka terimalah janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan kepada Allah untuk mereka. Sesungguhnya Allah maha pengampun lagi maha penyanyang.”<br />Demikianlah beberapa persamaan kedudukan kaum wanita dan laki-laki dalam Islam. Dan yang perlu diingat adalah wanita mungkin saja menjadi manusia yang lebih mulia disisi Allah daripada laki-laki, jika ia paling taqwa dan akan menjadi orang terhormat jika ia paling bersih dan jujur.<br />Akhwat fillah, setelah kita mengetahui bahwa wanita dan laki-laki sama dalam beberapa hal, seperti yang tersebut diatas. Kita juga harus menyadari bahwa walaupun bagaimana wanita dan laki-laki tetap berbeda dalam struktur tubuh, kulit, sel-sel, suara, otak dan produksi sebagian kelenjar-kelenjarnya. Dan hal ini seiring dengan firman Allah dalam surat Ali Imran (3) : 36<br /><br />“Dan anak laki-laki tidaklah sama dengan anak perempuan.”<br />Sungguh Allah menciptakan yang demikian, tidaklah sia-sia. Dengan perbedaan struktur fisis yang berbeda, maka berbeda pula fungsi masing-masing. Wanita degan kelebihannya berfungsi sebagai pendidik dan pemelihara anak, pengatur rumah tangga. Sedangkan laki-laki berfungsi sebagai pemimpin, wajib berperang, bekerja diluar rumah, menafkahi anak istri, sebagaimana Allah telah menjelaskan dengan firman-Nya dalam surat An-Nisa’ (4) : 34<br /><br />“Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari diri mereka.”<br />Akhwat fillah, kalau tadi kita telah membicarakan kedudukan wanita, maka sekarang kita akan membahas hakikat wanita itu sendiri. Dengan memperhatikan surat Ali Imran (3) : 14<br /> <br />“Dijadikanlah indah pada manusia kecintaan terhadap apa-apa yang dapat menyenagkan yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas perak, kuda-kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sudah ladang. Itulah kenikmatan / ketenangan hidup dunia dan kepada Allahlah tempat kembali yang paling indah.”<br />Wanita menduduki ranking teratas dalam posisinya sebagai perhiasan hidup dunia, hal ini dapat bermakna ganda boleh jadi wanita merupakan sumber fitnah yang paling berbahaya dan tumpukan penyakit kehidupan. Sebagaimana Rasulullah SAW telah bersabda :<br />a.<br />Rosulullah SAW telah bersabda : “Takutlah kalian dengan fitnah dunia dan fitnah wanita, sesungguhnya permulaan fitnah terhadap Bani Israil terjadi dari arah wanita.” (HR. Muslim)<br />b.<br />“Rasulullah SAW bersabda : Setelah kepergianku, tiadalah aku tinggalkan fitnah yang paling berbahaya bagi laki-laki melebihi fitnahnya wanita.”<br />c.<br />“Sesungguhnya wanita itu (bila) menghadap berupa syetan dan bila membelakangi juga nampak seperti syetan. Jika seseorang diantaramu tertarik dengan (kecantikan) seorang wanita, hendaklah ia datangi istrinya, agar nafsu birahinya dapat tersalur.” (HR. Muslim, Abu Daud dan Tirmidzi)<br />Hal ini tidak lain karena syetan laknatullah memanfaatkan segi kelemahan wanita, namun disisi lain wanita mampu berlaku sebagai dewi fortuna pembawa kedamaian dan keindahan. Dengan demikian dapatlah dikatakan, semua wanita adalah sumber fitnah kecuali wanita sholihah. Sebagaimana Muslim meriwayatkan :<br />“Dunia adalah tempat kesenangan / perhiasan, dan sebaik-baik kesenangan adalah wanita sholihah.”<br /><br />Akhwat fillah, dalam berislam janganlah kita setengah-setengah tapi berislamlah secara berislamlah secara totalitas / kaffah. Allah berfirman dalam surat Al-Baqarah (2) : 208<br /> <br />“Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kamu dalam Islam secara keseluruhan, janganlah engkau ikuti langkah-langkah syetan, sesungguhnya syetan adalah musuh yang nyata bagimu.”<br />Demikian juga kita sebagai wanita, janganlah kita datang ke dunia ini hanya membawa bencana malapetaka serta fitnah bagi manusia. Tapi jadikanlah diri kita sebagai perhiasan dunia yang paling indah, yakni: wanita sholihah.<br /><br /><br /><br />II. DEFINISI WANITA SHOLIHAH<br />Wanita sholihah adalah wanita yang darah daging dan tulang belulangnya bersih dari benda-benda haram sedang bathinnya bersih dari kotoran kejiwaan, amal perbuatannya didasari atas iman dan ilmu yang datang dari Allah SWT.<br />Akhwat fillah, istilah sholihah adalah sebaik-baik julukan terhadap wanita, dan tidak sembarang wanita dapat menyandang julukan tersebut, kecuali wanita yang telah memenuhi kriteria Allah dan RasulNya. Sebagaimana Allah berfirman dalam surat An-Nisa’ (4) : 34<br /> <br />“Karena wanita yang sholihah adalah wanita yang taat beribadah kepada Allah dan taat kepada suaminya sebagaimana Allah telah menjaga dirinya”.<br />Dari ayat diatas, jelas sekali bahwa wanita dapat menyandang predikat sebagai wanita sholihah jika wanita tersebut :<br />1. Taat kepada Allah SWT<br />2. Taat kepada suami<br /><br />II.1. Taat Kepada Allah<br />Taat di sini dapat diartikan sebagai :<br />1. Menyerahkan diri kepada Allah SWT<br />2. Menyerahkan semua urusan hidup kepada hukum Allah<br />3. Mengorbankan keinginan pribadi untuk memenuhi kehendak Allah<br />4. Mengutamakan nasehat dari Allah SWT untuk menghindarkan diri dari tipu daya manusia.<br />5. Melakukan apa yang disuruh Allah (Al-Qur’an) dan Rasulullah SAW (Sunnah) dan meninggalkan apa yang dilarangnya.<br />Jadi taat kepada Allah adalah melakukan perbuatan-perbuatan yang disukai oleh Allah SWT dan meninggalkan apa yang tidak disukainya, tanpa berfikir dan ditimbang-timbang lebih dahulu.<br />Hal ini berarti salah satu ciri wanita sholihah adalah wanita yang menetapi hukum dan undang-undang Allah dengan penuh ketaatan dan kepatuhan dalam setiap aspek kehidupan. Sedangkan hukum dan undang-undang tersebut adalah :<br /><br />II.1.1. Memprioritaskan Kecintaan Terhadap Allah, Rasul Dan Berjihad Melebihi Dari Keduniaan<br />Allah berfirman dalah surat at-taubah (9) : 24<br /> <br />“Katakanlah jika bapak-bapak, anak-anak, istri-istri, kaum, kerabatmu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari pada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalanNya, dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang yang fasiq”.<br />Belumlah cukup wanita dikatakan sholihah kecuali mempunyai skala prioritas yang jelas dimana hak allah, rasul dan panggilan jihad merupakan kewajiban yang diutamakan. Diantara hak Allah itu adalah :<br />1. Selalu mengingatNya<br />2. Mengimani szat, sifat dan af’al-Nya<br />3. Mengakui-Nya sebagai Illah<br />4. Bersama kaum muslimin menegakkan ketentuan-Nya<br />5. Berjihad di jalan-Nya sehingga hanya kalimah-Nya yang tertinggi di alam ini dan meneladani Rasul-Nya di dalam setiap kondisi dan situasi.<br />Allah berfirman dalam :<br />a. Surat Ali-Imran (3) : 31<br /> <br />“Katakanlah: Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu”<br />b. Surat Al Isra (17) : 18-19<br /> <br />“Barang siapa menghendaki kehidupan sekarang (dunia) maka kami segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki. Dan Kami tentukan baginya neraka jahannam ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir.<br />Dan barang siapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh sedang ia adalah orang yang beriman, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik”.<br />c. Surat Al-Qoshosh (28) : 83<br /> <br />“Negeri akhirat itu, kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di muka bumi. Dan kesudahan yang baik itu adalah bagi orang-orang yang bertaqwa.”<br />Demikianlah ayat-ayat yang menerangkan, hendaklah kataatan yang kita lupakan semata-mata karena Allah, hanya mengharap keridhaan dan jannah-Nya, sehingga Allah akan memberikan kebaikan di dunia dan akhirat.<br /><br />II.1.2 Wajib Menutup Aurat (Berpakaian Taqwa) dan Tidak Berhias untuk Pamer Kecantikan, melainkan dalam Rangka Ketaatan<br />Berdasarkan firman Allah, dalam :<br />a. Surat An-Nur (24) : 31<br /><br />“Katakanlah kepada wanita yang beriman, hendaklah merekan menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang biasa nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutup kain kerudung ke dadanya dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-puteri mereka, atau putera-puteri saudara perempuan mereka atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kaki mereka agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Bertasbihlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.”<br />b. Surat Al-Ahzab (33) : 50<br /><br />“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuan dan istri-istri orang yang beriman. Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah maha pengampun lagi maha penyayang.”<br />Dari kedua ayat diatas, sebagai wanita beriman (wanita sholihah) wajib menutup aurat, sehingga aurat tidak terlihat oleh selain mahram, hal ini dilakukan diluar rumah (jika didalam rumah ada orang-orang selai mahram kita).<br />Dalam pembahasan ini ada dua masalah penting yang perlu kita tinjau, yaitu aurat dan pakaian yang menutupinya.<br />Aurat adalah bagian dari tubuh yang tidak boleh diperlihatkan melainkan apa yang diizinkan Allah dan Rasul-Nya, yaitu muka dan telapak tangan, sebagaimana sabda Rasulullah yang diriwayatkan oleh Abu Daud.<br /><br />“Telah berkata Aisyah : Sesungguhnya Asma binti Abu Bakar datang menemui Nabi SAW, dengan memakai busana tipis, maka nabi berpaling dari padanya sambil berkata : Hai Asma sesungguhnya apabila wanita itu baligh, tidak boleh dilihat daripadanya melainkan ini dan ini, sambil nabi mengisyaratkan kepada muka dan tangannya.” (HR. Abu Daud)<br />Sedangkan mahrom yang boleh melihat aurat kita (leher keatas, lengan, lutut kebawah) adalah : (seperti dalam QS. 24 : 31)<br />1. Suami-suami mereka<br />2. Bapak-bapak mereka<br />3. Bapak-bapak dari suami mereka (mertua laki-laki)<br />4. Anak-anak mereka (anak kandung)<br />5. Anak-anak dari suami mereka (anak tiri)<br />6. Anak-anak dari saudara laki-laki mereka (keponakan)<br />7. Saudara laki-laki mereka (saudara kandung)<br />8. Anak-anak dari saudara perempuan mereka (keponakan)<br />9. Wanita-wanita Islam<br />10. Hamba-gamba (budak-budak) mereka<br />11. Pelayan-pelayan laki-laki (yang digaji) yang tidak mempunyai kebutuhan sexual.<br />12. Anak-anak yang belum menegrti aurat wanita.<br />Setelah kita mengetahui tentang aurat dan siapa-siapa yang boleh melihatnya atau tidak, maka selanjutnya akan kita bahas busana yang patut kita pakai. Dalam surat Al-A’raf (7) : 26, Allah berfirman :<br /><br />“Wahai bani Adam! Telah kami turunkan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu, dan busana indah untuk perhiasan. Dan pakaian taqwa itulah busana yang paling baijk. Yang demikian itu adalah sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.”<br />Ayat diatas menjelaskan bahwa busana itu berfungsi untuk menutup aurat, sedang fungsi lain adalah untuk perhiasan. Disini perlu juga kita ketahui bahwa busana yang telah diatur oleh iman dan taqwa jauh lebih indah dari busana yang diatur oleh hawa nafsu, yaitu busana setengah telanjang dengan memperlihatkan aurat. Dalam surat Al-A’raf (7) : 27, Allah berfirman :<br /><br />“Wahai bani Adam! Jangan biarkan syetan menggodamu, sebagaimana ia telah mengeluarkan leluhurmu dari dalam surga dengan menanggalkan pakaian mereka, untuk memperlihatkan auratnya kepada mereka. Sungguh dia mengawasimu bersama gerombolannya dari tempat dimana kamu tidak dapat melihatnya. Sungguh Kami jadikan syetan pemimpin bagi orang yang tidak beriman.”<br />Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa busana yang patut kita pakai adalah busana / pakaian taqwa, yaitu pakaian yang batas-batasnya telah ditentukan oleh Allah dan Rasul-Nya. Batasan-batasan tersebut adalah :<br />1. Busana itu harus menutup aurat<br />Dasar : surat An-Nur (24) : 31<br />2. Busana itu tidak terlalu tipis (transparan) sehingga tampak bagian tubuh dari luar.<br />Dasar : Hadits riwayat Muslim<br /><br />“Ada dua golongan penghuni neraka dimana aku belum pernah melihat keduanya. Pertama, suatu kaum yang memiliki pecut seekor sapi, mereka menggunakan pecut ini untuk memukul manusia. Kedua, wanita yang berbusana tipis (berpakaian tapi seperti telanjang), suka menyeleweng dan kepala mereka bagaikan punuk unta yang miring. Sungguh mereka tidak akan masuk surga. Baunya pun tidak mereka cium, baunya akan didapati dari jarak ini dan ini (sangat jauh).” (HR. Muslim)<br /><br />3. Busana tidak ketat dan sempit, tetapi longgar sehingga tidak menampakkan bentuk tubuh.<br />Dasar :<br /><br />- “Dari Usamah binti Zaid berkata ia, Rasulullah memberikan pakaian Zibtiah yang tebal kepadaku, dimana baju ini hadiah dari Ditiyah Al-Kalby. Lalu aku berikan pakaian itu kepada istriku. Beliau bertanya, kenapa engkau tidak memakai baju Qibty (yang pernah aku hadiahkan kepadamu), aku jawab, baju itu telah kuberikan istriku. Nabi bersabda : “Perintahkanlah kepadanya agar dibuat terusan bawahnya, aku khawatir akan terlihat bentuk tubuhnya.”<br /><br />- “Dari Abdillah bin Abi Shalamah telah driwiyatkan, bahwa Umar bin Khottab ra, memberi pakaian qibty kepada beberapa orang laki-laki, lalu berkata, “Jangan istri-istrimu membuat baju dari Qibty! Ada seseorang bertanya, wahai amirulmukminin, istriku mengenakan baju itu dan memperagakannya di rumah. Aku tidak melihat baju itu membuat tubuhnya terbayang, Umar menjawab : “meski begitu, bahan pakaian itu membuat tubuhnya terbentuk.”<br /><br />4. Warna busana tidak menyolok mata.<br />Menurut keterangan Imam As-Syaukani dalam kitab “Nailur Authar”, beliau mengatakan. Imam Ibnu Atsir berkata : yang dimaksud dengan pakaian menyolok mata ialah, dalam bentuk penampilan yang aneh, ditengah-tengah orang banyak karena memiliki warna yang menyolok, lain daripada yang lain sehingga menarik perhatian orang lain (atas diri si pemakai), lalu menimbulkan rasa congkak, kesombongan serta ajuban terhadap dirinya secara berlebihan.<br />Dasar :<br />- Hadits dari Ibnu Umar ra :<br /><br />“Rasulullah SAW bersabda : siapa yang mengenakan busana yang menyolok di dunia, Allah akan memakaikannya pakaian kerendahan di hari kiamat dan akan dilahap didalam api neraka bersama pakaiannya tersebut.”<br />- Hadits dari Abu Dzar ra :<br /><br />“Siapa yang menggunakan busana yang menyolok secara berlebihan Allah akan memalingkan pandangan dari melihatnya, sampai dia meninggalkan pakaian tersebut.”<br /><br />5. Busana itu tidak sekali-kali dipakaikan harum-haruman yang semerbak demikian pula pada tubuh.<br />Dasar :<br />- Hadits riwayat Abu Daud<br /><br />“Wanita apabila memakai wangi-wangian kemudian berjalan melalui majelis (laki-laki), maka dia itu begini dan begini, yakni wanita pelacur.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)<br />- Hadits riwayat Ahmad :<br /><br />“Dari Musa Al ‘Asy’arie ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : istri mana yang pakai wewangian, lalu keluar (dengan maksud pamer) agar sekelompok kaum mencium bau wanginya, maka ia seperti pelacur. Dan setiap mata yang memandanginya berarti mata zina.” (HR. Ahmad, Nasa’i dan Hakim)<br /><br />6. Busana itu tidak menyerupai busana laki-laki.<br />Dasar :<br /> <br />- “Rasulullah melaknat kaum laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki.” (HR. Bukhori)<br /><br />- “Rasulullah melaknat laki-laki memakai pakaian wanita dan wanita yang memakai pakaian laki-laki.” (HR. Abu Daud, Nasa’i, Ibnu Majah).<br /><br />“Tiga golongan tidak akan masuk surga selama-lamanya: 1)Al-Dayuts; 2) Wanita yang menyerupai laki-laki dalam bentuk perkataan dan perbuatan; 3)peminum arak Ya Rasulullah, adapun peminum arak kami sudah tahu, tapi apakah yang dimaksud Dayuts? Nabi menjawab: Dayuts adalah orang yang tidak peduli ( membiarkan orlang lain masuk kepada ahlinya: Kepada suami atau istrinya) .Kami tanyakan lagi, apkah Ar-Rijlah dari wanita? Beilau menjawab, wanita yang menyerupai laki-laki.<br /><br />7. Busana tidak menyerupai model busana kafir<br />Dalam islam baik wanita ataupu laki-laki dilarang menyerupai atau menyamakan dirinya dengan orang kafir dalam segala aspek kehidupan. Baik dalam car peribaatan, pergaulan, persoalan sikap dan santun, persoalan makan dan minum, jenazah, pesoalan pakaian dan perhiasan dan segala macam persoalan yang menyangkut syariat. Rasulullah SAW bersabda<br /><br />“Barangsiapa menyerupai suatu golngan maka ia termasuk golongan itu.” (HR. Ahmad Abu Daud, Tabrani & Ibn Majah)<br />Hadist lain yang dapt memperkuat adalah<br />- Dari Abdillah bin Amribnil Ash berkata : Rasulullah melihat dua buah pakaian berwarna kuning (menyolok), lalu Nabi bersabda ini adalah pakaian orang kafir, jangan engkau pakai<br />- Dari Abi Ummah: Ali Bin Abi Thalib berkata: Janganlah kalian memakai pakaian pendeta: sebab berpakaian seperti itu bukan umatku<br />8. Busana itu bermegah-megahan atau untuk perhiasan semata<br />Busana yang dikenakan hendaknya unuk menu aurat untuk ketaqwaaan dan untuk mengharap ridha Allah. Taqwa berarti memelihara diri agar tidak melanggar hukum Allah. Hukum Allah yan tidak boleh dilanggar adalah:<br />- Wanita harus sopan dan tunduk bila berhadaapn dengan laki-laki dimanapun berada. Tidak boleh menampakkan kebolehan dalam sikap, ucapan dan perilaku yang tujuannya mengungguli laki-laki<br />- Wanita dalam berbicara yang benar dan wajar, agar laki-laki tidak tertarik kepadanya dan menyenanginya<br />Allah berfirman dalam surat Al-Ahzab (33) : 32-33<br /><br />Wahai istri nabi, kamu semua tidak sama dengan wanita lain, jika kamu taqwa. Maka janganlah kamu bersikap merangsnag hawa nafsu pria dikala kamu berbicara, sehingga bangkit birahi orang yang dalam hatinya ada penyakit. Dan berkatalah yang benar, tetaolah tinggal diruamhmu, dan janganlah kamu berhias (bermode, bersolek) dan bertingkah laku seperti orang jahiliyah dahulu.dirikanlah sholat, tunaikan zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Dengan begitu Allah akan menghapuskan dosa-dosamu wahai ahlul bait dan mensucikan kamu dengan sebersih-bersihnya .”<br /><br />II.1.3. Tidak Berhias Dan Bertingkah Laku Seperi Wanita Jahiliyah<br />Akhwat fillah, jika kita berani mengikrarkan wanita yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya ( wanita sholihah) maka konsekuensi kita adalah meninggalkan kegiatan-kegiatan/ perilaku-wanita jahiliyah. Sebagaimana Allah berfirman dalam surat Al-Ahzab (33): 33<br /><br />“Dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang jahiliyah dulu<br />Dari ayat diatas, Allah telah melarang wanita sholihah bertingkah laku seperti wanita jahiliyah. Diantara perilaku yang harus ditinggalkan adalah:<br />1. memotong rambut<br />dasar:<br /><br />“Ali ra berkata: Rasulullah SAW melarang kaum wanita mencukur kepala.” (HR. An-Nasai’)<br />“ Ummu Salamah ra ( istri Rasulullah SAW) bertanya kepada Rasulullah SAW: “Ya Rasulullah, saya adalah seorang wanita yang mengikat rambut kepala saya, apakah wajib saya membukanya untuk mandi janabat? Nabi bersabda: “ Tak usah, cukup bagimu menyiram kepala 3 kali siraman: (HR.Muslim)<br />Dari hadist di atas, dapatlah dimengerti jikalau Rasulullah saw membolehkan memotong rambut, agar wanita tidak kesulitan, karena rambut panjang. Namun beliau tidak melakukan hal itu, justru beliau memberikan keringanan untuk tidak membuka rambutnya di kala mandi jinabat.<br />Perlu diingat, larangan ini dapat gugur jika ada keterangan yang lebih kuat yang membolehkan wanita memotong rambutnya.<br /><br />2. Membuat kecantikan palsu dengan merusak ciptaan Allah.<br /><br />“Dari Ibnu Mas’ud ra, sesungguhnya dia (Rasulullah saw) telah berkata, Allah telah melaknat wanita-wanita yang membuat tahi lalat palsu yang minta dibuatkan, yang memangur giginya serta yang membuat kecantikan dengan merusak ciptaan Allah (Operasi plastic, salon rambut, dan lain-lain). Maka seseorang bertanya kepada Ibn Mas’ud dalam keterangan ini, lalu Ibn Mas’ud menjawab : mengapa saya tidak mengutuk orang yang telah dikutuk oleh Rasulullah saw sedang telah disebut dalam kitab Allah, bahwa apa yang dibawa Rasulullah saw kepadaMu, laksanakanlah, dan apa yang dilarang tinggalkanlah.” (HR. Bukhari Muslim)<br /><br />3. Memakai cemara, mncacah kulit.<br />Dasar :<br /><br />“Ibnu Umar ra berkata : Rasulullah saw telah melaknat wanita-wanita yang menyambung rambutnya, dan yang minta disambungkan, dan membuat tahi lalat palsu dan minta dibuatkan.” (HR. Bukhori Muslim)<br /><br />“Allah telah melaknat orang-orang yang memakai cemara (rambut palsu) dan minta dipakaikan dan wanita yang mencacah kulit dan yang inta dicacah.” (HR. Bukhari)<br /><br />4. Berjabat tangan engan laki-laki yang bukan muhrim<br />Dasar :<br />a.<br />“Sesungguhnya aku tidak menjabat tangan kaum wanita, hanya saja perkataanku kepada seratus orang wanita sama seperti perkataanku kepada seorang wanita.”<br />b.<br />“Telah berkata ‘Aisyah : Tidak! Demi Allah, sekali-kali tak pernah menyentuk tangan wanita (asing), hanya dia ambil janji setia (bai’ah) mereka dengan perkataan.”<br />c.<br />Telah berkata ‘Aisyah : tidak pernah sekali-kali tangan Rasulullah saw menyentuk tangan wanita yang tidak halal baginya.<br />d.<br />“Ditikam seorang dari kamu di kepalanya dari jarum besi, ialah lebih baik bagimu daripada menyentuh seorang yang tidak halal baginya.” (HR. Tabrani)<br />e.<br />“Seorang laki-laki bersentuhan dengan babi yang berlumuran dengan Lumpur itu lebih baik daripada bersentuhan bahu dengan wanita yang tidak halal baginya.” (HR. Bukhori)<br /><br /><br />II.1.4. Tidak Berpergian Sendirian, Dan Tidak Pula Bersama Lelaki Manapun Kecuali Didampigi Oleh Mulkhimnya<br />Seorang wanita solihah tidak diperkenankan pergi sendirian, kecuali tidak da mukhrim atau laki-laki yang menjaganya dan dalam keadaan yang dibolehkan oleh syar’I dengan menjaga fitnah. Sebagaimana sabda Rasulullah saw dalam hadist berikut :<br />a.<br />“Tidak halal bagi wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhirat bahwa ia bepergian disuatu perjalanan mencapai tiga hari lebih kecuali ada yang menyertai baik ayahnya, saudara yang laki-laki, atau suaminya, atau anaknya yang laki-laki atau muhrimnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)<br />b. <br />“Tidak halal bagi wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir bahwa ia berjalan sejarak satu hari satu malam melainkan harus ada muhrim yang menyertinya. (Dan dalam suatu riwayat, perjalanan satu hari, daripada riwayat lain perjalanan semalam) kecuali harus disertai oleh laki-laki mukhrim (yang haram dinikahi)”. (HR. Bukhori dan Muslim)<br />c.<br />“Sesungguhnya telah diizinkan Allah bagimu (wanita) keluar untuk sesuatu keperluan (yang dibenarkan oleh syara’)”. (HR. Bukhori)<br /><br />II.1.5. Tidak Berkhalwat<br />Dasar :<br />a. <br />“Janganlah duduk bersepi-sepi (berduaan) seorang laki-laki dengan seorang perempuan, kecuali disertai muhrimnya, dan janganlah berpergian seorang wanita melainkan ditemani muhrimnya. Seorang bertanya : Ya Rasulullah, istriku naik aji sedangkan aku telah tercacat berperang begini dan begini. Bersabda Rasulullah : Berangkatlah kamu naik haji bersama istrimu.”<br />b. <br />“Tidak sekali-kali seorang wanita dan laki-laki menyendiri (berduaan), karena yang ketiganya adalah syaitan, kecuali disertai mukhrimnya”. (HR. Ahmad)<br />c.<br />“Dan janganlah kamu biasakan menyepi, maka sesungguhnya setan menjalar ke dalam tubuh salah seorang kamu seperti mengalirnya darah.”(HR.Turmudzi)<br /><br />Ii. 1.6 Selalu Membantu Lelaki Dalam Rangka Kebenaran, Kebajikan Dan Taqwa.<br /> Allah berfirman dalam surat At-Taubah (9) : 71<br /><br />“Dan orang-orang yang beriman,laki-laki maupun perempuan, sebagian mereka adalah penolong sebagian yang lain. Mereka menyuruh berbuat ma’ruf dan melarang berbuat mungkar,mendirikan sholat,menunaikan zakat dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah yang akan mendapat rahmat Allah, sungguh Allah maha perkasa lagi Maha Bijaksana.”<br />Ayat diatas, disamping berlaku untuk laki-laki beriman juga untuk wanita beriman (wanita sholehah) yang menganjurkan untuk saling tolong menolong sesame saudara seiman, yang tentunya dalam rangka kebaikan, kebenaran dan dalam upaya untuk mendekatkan diri kepada Alloh, baik dengan harta, lisan, pengalaman/fikiran/nasehat”<br />Rasululloh SAW telah bersabda :<br /><br />“Barangsiapa melapangkan kesusahan dari kesusahan dunia seorang mukmin. Alloh akan melapangkannya di hari kiamat. Barangsiapa melepaskan kesukaran seorang mu’min Alloh akan melepaskannya kesukaran di dunia dan dakhirat. Dan barangsiapa menutupi (aib) seorang muslim, Alloh akan menutupi (aibnya) didunia dan diakhirat. Dan Allah selalu menolong hambaNya selama hamba tersebut menolong saudaranya. Barangsiapa berjalan dijalan menuntut ilmu, Alloh akan memudahkan baginya jalan ke surga.”(HR.Muslim)<br />Dari ayat diatas juga menjelaskan bahwa amar ma’ru nahi mungkar merupakan titik awal dakwah. Seorang wanita shalihah sudah selayaknya bersikap tegas terhadap hal-hal prinsip, berani menyuarakan yang haq dan tidak bungkam jika melihat kebathilan. Sebagaiman Rosululloh SAW telah bersabda :<br /><br />“Siapa saja yang melihat kemungkaran hendaknya mengubah dengan tangannya (kekuasaan). Jika tidak mampu dengan lisan, jika tidak mampu dengan hatinya. Yang demikian adalah selemah-lemah iman.”<br />(HR.Muslim)<br />Hal ini tidak lain dan tidak bukan untuk menolong saudara kita dalam upaya menyelamatkan dari lembah kesesatan.<br />Perlu diingat bahwa Islam tidak pernah memisahkan amar ma’ruf dan nahi mungkar tapi keduanya perlu dilaksanakan bersama-sama, guna menegakkan kalimatulloh.<br /><br />III.1.7 Berbuat Baik Pada Ibu Bapak.<br />Dasar perintah berbuat baik kepada ibu bapak.<br />a. Surat An-Nisa’ (4) : 36<br /><br />“Dan sembahlah alloh dan janganlah kamu mempersekutukan Nya dengan sesuatupun dan berbuat baiklah kepada ibu bapakmu.”<br /><br />b. Surat Al Isra (11) : 23-24<br /><br />“Dan RobbMu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan akh dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah “Ya Robb kami,kasihanilah mereka (Ibu Bapakku), sebagai mana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.”<br />c. Surat Luqman (31) : 14<br /><br />“Dan kami perintahkan kepada manusia agar berbuat baik kepada ibu bapaknya, ibunya telah mengandungnya dalam keadan lemah yang bertambah-tambah dan menyusukannya dalam 2 tahun. Bersyukurlah kepada Ku dan kepada kedua Ibu Bapakmu, hanya kepada Kulah kembalimu.”<br />d. Surat Al Ahqof (46) : 15<br /><br />“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua ibu bapaknya, Ibunya mengandungnya dengan susah payah. Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa : Ya Robb Ku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat engkau yang telah engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang sholeh yang engkau Ridhoi, berilah kebaikan kepadaku dengan ( memberi kebajikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.”<br />Sedangkan amalan-amalan yang dapat kita lakukan, sebagai aplikasi berbuat baik kepada ibu bapak adalah :<br />1. Tidak sombong dan tidak durhaka<br /><br />“Dan ia seorang yang berbakti kepada kedua orangtuanya, dan tidak bersikap sombong lagi durhaka.” (QS.19 : 14)<br /><br />2. Menghormati Ibu bapak<br /><br />“Dan berbuat baik kepada ibuku, dan tidak menjadikan daku seorang yang sombong lagi jahat.” (QS.19 : 32)<br /><br />3. Mendukung / memotivasi orang tua dalam melaksanakan perintah Alloh.<br /><br />“Wahai ayah ! perbuatlah apa yang diperintahkan (Allah) itu, ayah akan mendapatkan aku, insyaalloh dalam keadaan sabar.” (QS.37 : 102)<br /><br />4. Tidak berkata keras<br />Sebagaimana Luqman pernah menasehatkan kepada anaknya<br /><br />“dan lunakkanlah suaramu, sesungguhnya seburuk-buruk suara adalah suara keledai.”(QS. 31 : 19)<br /><br />Demikian juga dalam hadits yang dikeluarkan oleh Ibnu Majah dalam Al fitan wal Asyribah, yang artinya :<br />“Ismail bin umaiyah berkata :”Ada seorang laki-laki memohon kepada rosululloh saw, dia berkata : Ya rosululloh berilah saya wasiat ! Rosululloh memenuhi permohonannya:”Janganlah engkau menyekutukan Alloh dengan apa dan siapapun, meski kau akan dibakar atau dibelah dua…………….” Lelaki itu masih belum puas lalu meminta lagi : “ Ya Rosululloh berilah saya tambahan lagi !” Dan janganlah kau bersuara keras dihadapannya, walaupun keduanya meminta kepadamu keluar darimu, lakukanlah demi keduanya……”<br /><br />5. Bersikap lemah lembut<br /><br />“Dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia, dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah : “Wahai Robbku kasihanilah mereka keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil .” (QS. 17 : 23-24)<br /><br />6. Minta izin kepada orang tua<br />Dalam Al Quran Surat An-Nur (24) : 59 Allah berfirman :<br /><br />“Dan apabila anak-anakmu sudah mencapai usia baligh, maka haruslah mereka meminta izin kepadamu (untuk masuk), seperti halnya orang-orang sebelum mereka.”<br />Menurut Al Bukhori dalam Al Adabul Mufradi’, dari sofyan, dari Al amary dari Al Qamah, berkata : Ada seseorang bertanya kepada Abdulloh bin Mas’ud : Apakah saya harus minta izin jika masuk ke kamar ibuku?” Ibnu Mas’ud menjawab : Tidak setiap saat ibumu senang Apakah saya harus minta izin jika masuk ke kamar ibuku?” Ibnu Mas’ud menjawab : Tidak setiap saat ibumu senang Apakah saya harus minta izin jika masuk ke kamar ibuku?” Ibnu Mas’ud menjawab : Tidak setiap saat ibumu senang melihat dan dilihat olehmu.”<br /><br />7. Berdiri menyambut kedatangannya.<br />Hal ini merupakan pengagungan, perendahan diri, kepatuhan kepada keduanya dan penampilan kasih saying kepada keduanya. Sebagaimana Fatimah binti Rosululloh mencontohkan :<br />“Kata aisyah Ra :”Saya tidak pernah melihat seseorang yang paling serupa dengan rosululloh, mengenai ketenangan, keagungan dan kecerahannya, kecuali Siti fathimah binti Rosul, Apabila ia dating mengunjungi Rosululloh SAW beliau bangkit menyongsongnya, mencium dan mempersilahkan sang putrid duduk di tempat duduk eliau. Begitu juga jika Nabi SAW dating mengunjungu buah hatinya, Fatimah bangun menyongsong beliau, mencium dan mempersilahkan duduk di tempat duduknya.”(HR.Abu Daud dan H.Turmudzi)<br /><br />Dan yang dapat dilakukan sesudah orang tua meninggal adalah :<br />1. Mendo’akannya<br /><br />• “Seorang laki-laki berkata,”Ya Rosulloh SAW adalah sesuatu kebaikan yang dapat aku persembahkan kepada kedua orang tuaku sepeninggal mereka berdua? Jawab Rosululloh SAW.”Ya menshalatkan keduanya, memohonkan ampun keduanya, menepati janji keduanya setelah keduanya menyambung tali keluarga yang tidak disambung keduanya dan menghormati teman-teman keduanya.”(HR.Abu Daud)<br />• Dari Ibnu Umar Ra, Rosululloh SAW pernah bersabda :<br />“Apabila anak Adam meninggal dunia, terputuslah semua amal perbuatannya, kecuali dari tiga sumber. Sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan orang, atau anak sholeh yang mendo’akannya.” (HR.Bukhori Muslim)<br /><br />2. Berziarah<br />• Dari Abu Hurairah Ra, rosululloh SAW bersabda : “Barangsiapa yang berziarah ke kubur kedua orang tuanya, atau salah seorang dari keduanya pada tiap hari jumat, maka dosanya akan diampuni Alloh dan ia dinyatakan sebagai seorang anak yang berbakti kepada kedua orangtuanya.”(HR.Thabrani dalam Al Ausath)<br />• Muhammad bin Nu’man berkata, bahwa Rosululloh SAW pernah bersabda :<br />“Barangsiapa yang berziarah ke kubur kedua orang tuanya atau salah seorang dari keduanya pada tiap hari jumat, maka dosanya diampuni dan dinyatakan sebagai seorang anak yang berbakti.” (Dikeluarkan oleh Al baihaqi dalam Asy Syuaib dan oleh Ibnu unya dalam al Qubur)<br /><br />3. Membina hubungan baik dengan kawan Ibu Bapak<br /><br />“Dari Abdulloh bin Umar Ra, katanya : “Seorang laki-laki desa bertemu denganya di salah satu jalan dikota Mekkah. Lalu Abdulloh memberi salam kepadanya dan menaikkannya ke atas khimar yang dikendarainya, dan diberinya serban yangs edang dipakainya di kepala. “kata Ibnu Dinar, maka kami berkata kepada Abdullah bin Umar, semoga Alloh ta’ala membalas kebaikan anda. Sesungguhnya orang desa itu lebih suka yang sederhana. Jawab abdulloh : “Bapak orang ini adalah sahabat baik Umar bin Khottob. Aku mendengar Rosululloh SAW bersabda : “Sesungguhnya kebajikan yang utama ialah apabila seorang anak melanjutkan hubungan dengan keluarga sahabat baik ayahnya.” (HR. Muslim)<br /><br />II. 1.8. Senantiasa Berinfaq Dalam Kondisi Sempit/Lapang<br /> Allah berfirman dalam<br />a. QS. Al Munafiqun (63) :10<br /><br />“Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: "Ya Rabb-ku, mengapa Engkau tidak menangguhkan ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh?"<br />b. QS. Al-Baqarah (2): 254<br /><br />“Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah sebagian dari rezki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi syafa'at . Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zalim.”<br />c. Surat Ali Imran (3) :133-134<br /><br />“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, yaitu orang-orang yang menafkahkan, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.”<br />Rasulullah pernah bersabda : “Wahai sekalian wanita! Berinfaqlah kamu dan perbanyaklah mohon ampun. Karena aku tahu bahwa kebanyakan dari kalian menjadi penghuni neraka.” (HR. Muslim)<br /><br />II.1.9. Bersikap Dan Berbuat Baik Kepada Tetangga.<br />Akhwat fillah, sebagai wanita shalihah kita harus taat kepada Allah, dan salah satu konsekwensinya adalah kita memenuhi hak tetangga, dengan berbuat baik kepadanya, yang mana hal ini merupakan tanda keimanan seseorang. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:<br /><br />“ Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka berbuat baiklah dengan tetangganya.”<br /><br /><br /><br /><br />Diantara hak tetangga tersebut adalah :<br />1. Tidak menyakiti kehormatan, harta, jiwa, dan anak. Sehingga tetangga tidak merasa waspada, ketakutan, kesempitan dan kesengsaraan. Senagaimana Rasulullah SAW bersabda :<br /><br />“Dari Abu Hurairah r.a. rasulullah SAW bersabda : Tidaklah akan masuk surga seseorang yang tetangganya tidak aman dari bahayanya.”(HR Muslim)<br /><br />2. Memperhatikan keberadaannya<br /><br />“Tidak dinamakan mukmin seorang yang perutnya kenyang sedang tetangganya kelaparan tampak tulang tulang iganya.” (HR Bukhari)<br /><br />3. Berbuat ihsan, melakukan hubungan dan kebajikan dengan tetangga.<br /><br />“Ibnu Umar menyembelih seekor kambing, kemudian ia berkata kepada istrinya, ‘ Apakah tetangga Yahudi yang di sebelah ini sudah diberi?’ Keluarganya menjawab ‘belum’. Ia berkata ‘Berilah sebagian kepadanya karena Rasulullah bersabda, selalu Jibril mewasiatkan aku dengan tetangga, sehingga aku menyangka ia akan mewarisi.”<br /><br />II.2. TAAT KEPADA SUAMI<br />II.2.1. Kewajiban Terhadap Suami<br />Kewajiban pokok seorang wanita (yang sudah bersuami) setelah ketaatannya kepada Allah ialah taat kepada suami. Bahkan nilai ketaatannya kepada Allah diukur seberapa jauh ia dapat menyelesaikan kewajibannya terhadap suaminya.<br />Rasulullah bersabda :<br /><br />“Sesungguhnya seorang istri belum (dikatakan) menunaikan kewajibannya kepada Allah sehingga menunaikan kewajibannya terhadap suami seluruhnya. Dan andaikata (suaminya) memerlukan di atas kendaraan tidak boleh menolaknya.” (HR At Tirmidzi)<br />Begitu utamanya kewajiban taat kepada suami, sampai Rasulullah SAW bersabda<br /><br />“Seandainya aku memerintahkan kepada seseorang untuk bersujud kepada orang lain, niscaya aku perintahkan istri bersujud di depan suaminya”<br />Allah pun tidak menyia-nyiakan amalan hambaNya yang benar-benar taat kepada uami dengan balasan jannah.<br />Rasulullah SAW bersabda :<br /><br />“Jika seorang istri talah menunaikan shalat lima waktu, dan shaum (puasa) di bulan Ramadhan, dan menjaga kemaluannya dari yan g haram serta taat kepada suaminya. Maka ia dipersilahkan masuk ke surga dari pintu mana saja kamu sukai.”(HR Ahmad & Tabrani)<br /><br />”Tiap-tiap istri yang mati diridhoi oleh suaminya, maka ia akan masuk surga.” (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah)<br />Dan bagi wanita yang tidak taat kepada suaminya akan mendapat laknat dari Allah SWT.<br />Rasulullah bersabda<br /><br />“Siapa saja diantara istri yang durhaka terhadap suaminya, maka ia mendapat laknat Allah, para malaikat dan segenap manusia.”<br /><br />II.2.2. Senantiasa Menyenangkan Suami Dan Kasih Sayang Terhadap Anak<br />Istri yang shalihah tidak akan mengganggu suaminya yang menyebabkan kesusahan suaminya dan berusaha membantu menyelesaiakn persoalan yang sedang dihadapi. Jika dia pemimpin, Bantu dia dengan memberitahu hal kebaikan anak buahnya. Jika suami instruktur, hendaklah melengkapi diri dengan ilmu. Seperti sikap Khadijah, yang menabahkan hati nabi Muhammad SAW dengan mengatakan “Hai Muhammad, demi Allah! Allah tidak akan mengecewakanmu, karena engkau adalah orang yang selalu menjaga dan memupuk kekeluargaan serta sanggup memikul tanggung jawab. Engkau dikenal sebagai penolong kaum yang sengsara, sebagai tuan rumah yang menyenangkan tamu, ringan tangan dalam memberikan pertolongan, senanatiasa bebricara benar dan setia kepada amanat. ”<br />Rasulullah bersabda :<br /><br />“Sukakah aku ceritakan bakal istrimu di surga? Jawab Sahabat ‘Baiklah ya Rasulullah.’ Maka sabda Rasulullah SAW : Yaitu setiap istri yang masih saying dan banyak anak, dan bila ia marah, diganggu atau dimarahi suaminya lalu ia menyerahkan dirinya dan berkata : ini tanganku terserah padamu saya tidak akan dapat tidur hingga engkau rela kepadaku.’” (HR At Tabrani)<br />Rasulullah SAW juga menjelaskan, sifat–sifat istri yang baik adalah mengasuh anaknya, dan menjaga harta suaminya, jika suami tidak dirumah, ia mengurus anak-anaknya. Istri memberikan suasana tempat tinggal yang nyaman dan mengisi kehidupan mereka dengan curahan kasih saying sebagai ganti ayah, dia menjaga hartanya sebaik-baiknya.<br />Dari Abu Hurairah, nabi SAW bersabda :<br /><br />“Sebaik-baik wanita pengendara unta adalah wanita (istri-istri) orang Quraisy, mereka menyayangi anak di waktu kecil dan menjaga harta benda milik suami.”<br /><br />II.2.3. Menjaga Kehormatan Dirinya Dan Harat Suamiya, Bila Sang Suami Tidak Berada Di Rumah.<br />Dari Abu Hurairah r.a berkata, rasulllah SAW bersabda :<br /><br />“Sebaik-baik wanita ialah jika kau pandang ia menyenangkanmu, jika kau perintah ia mentaatimu, jika kau tinggalkan ia menjagamu dalam hal harta dan menjaga dirinya.”<br />Perlu ditegaskan disini bahwa pemeliharaan/penjagaan merupakan beban yang mesti dipertanggungjawabkan di hadapan Allah, sebagaiman sabda Rsulullah :<br /><br />“Setiap kamu adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawabannya tentang kepemimpinannya. Seorang istri pemimpin di rumah suaminya dan bertanggungjawa tentang asuhannya. Seorang pembantu pemimpin dalam menjaga harta majikannya dan bertanggungjawab terhadap harta tersebut. Setiap kamu pemimpin dan bertanggungjawab terhadap kepemimpinanmu ”(HR Bukhari-Muslim)<br />Seorang istri harus menyadari, harat suami yang ada di tangannya adalah amanah. Dia tidak boleh mengambil sedikitpun untuk kepentingan dirinya kecuali untuk belanja dan kelayakan kebutuhan istri yangn mendesak, dan tidak pula boros dalam membelanjakannya.<br />Allah berfirman dalam :<br />a. Surat Al Furqan (25) : 67<br /><br />“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan , mereka tidak berlebihan, dan tidak kikir, dan adalah di tengah-tengah antara yang demikian.”<br />b. Surat Al Israa’ (17) : 27<br /><br />“Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.”<br />Dalam hal menjaga diri / memelihara ehormatan, Al Ustadz Muhammad ‘Abduh mengatakan bahwa yang dimaksud dengan menjaga kehormatan diri disini adalah menutup apa yang dapat membuat malu bila dikemukakan. Artinya menjaga segala sesuatu ang secara khusus berkenaan dengan rahasia suami istri, serta tidak menceritakan rahasia suaminya kepada siapapun.<br />Dan balasan bagi wanita yang memelihara kehormatannya adalah jannah. Sebagaimana Rasulullah bersabda :<br /><br />“Jika istri melakukan shalat lima waktu, puasa sebelum Ramadhan penuh, memelihara kehormatannya dan mematuhi suaminya, ditawarkan kepadanya ‘masuklah surga dari pintu mana saja yang kamu kehendaki’.”<br /><br />II.2.4. Tidak Cemberut Dihadapan Suaminya<br /><br />“Dari Abu Hurairah r.a, Rasulullah bersabda : sebaik-baik wanita adalah jika kau pandang ia menyenangkanmu”. (HR Nasa’i)<br /><br />“Dari Abu Said Al Khudri ra berkata Rasulullah SAW bersabda : sesungguhnya apabila seorang suami menatap istrinya dan istrinya membalas pandang (dengan penuh cinta kasih), maka Allah menatap mereka dengan pandangan kasih mesra, dan jika sang suami membelai tangan istrinya, maka dosa mereka jatuh berguguran di sela-sela jari tangan mereka.” (HR Maisaroh bin Ali)<br /><br />II.2.5. Tidak Menolak Bila Suami Mengajak Tidur<br />Rasulullah bersabda:<br /><br />- “Jika suami menghendaki istrinya tidur diranjang, mendadak ditolak sehingga mengakibakan suaminya marah padanya semalam suntuk, maka istrinya itu dikutuk oleh malaikat hingga pagi” (HR Bukhari Muslim).<br /><br />- “Demi Allah yang jiwaku berada ditanganNya. Tiada suami yang mengajak istrinya tidur bersama ditempat tidur, tiba- tiba ditolak oleh istrinya, maka malaikat yang dilangitakan murka kepada istri tersebut, hingga dimaafkan oleh suaminya” (HR Bukhari Muslim).<br /><br /><br />- “Jika seorang istri meninggalkan tempat tidur suaminya, niscaya dilaknat oleh malaikat sampai dating waktu pagi” (HR Muslim).<br /><br />II.2.6 Tidak Meremehkan Pemberian Suami Dan Menutup Rapat Keluarga Serta Tidak Mencari-cari Alasan Untuk Bercerai<br />Rasulullah bersabda:<br /><br />“Jika istri berkata kepada suaminya, belum pernah aku mendapatkan (merasakan) kebaikan darimu, maka berarti telah gugur amalnya” (HR Ibnu Ady dan Asyakir).<br /><br />Sebagai istri shalihah harus bersifat Qana’ah (menerima apa adanya) dengan menghormati pemberian suami dan tidak menuntut yang berlebihan, tetapi yang diharapkan hanya Ridha Allah dan RasulNya serta kesenangan akhirat. Sebagaimana Allah berfirman dalam surat al Ahzab(33):28-29<br /><br /><br />“Hai Nabi, katakana kepada istri- istrimu, jika kamu sekalian mengingini kehidupan dunia dan perhiasannya, maka marilah supaya kuberikan kepadamu mut’ah dan aku ceraikan dengan cara yang baik. Dan jika kamu sekalian menghendaki (keRidhaan) Allah dan RasulNya serta kesenangan di negeri akhirat, maka sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa yang berbuat baik diantaramu pahala yang besar”<br /><br />Dan dalam hal kehidupan dunia janganlah kita melihat ke atas, tapi lihatlah ke bawah, sehingga kita dapat mensyukuri nikmat Allah, sebagaimana sabda Rasulullah:<br /><br />“Pandanglah orang yang lebih rendah dari kamu. Janganlah kamu pandang orang yang lebih tinggi (ekonominya) dari kamu. Hal ini lebih pantas buat kamu agar tidak menghina nikmat Allah yang ada padamu” (HR ibnu Hibban).<br />Wanita shalihah juga dilarang untuk mencari- cari alas an untuk bercerai, sebagaimana sabda Rasulullah:<br /><br />“Tiap istri yang minta cerai dengan suaminya (tanpa alas an yang dibenarkan), maka haram atasnya bau surga” (HR Abu Daud dan Tirmidzi).<br /><br />II.2.7 Tidak Keluat Tanpa Izin Suaminya<br />Islam melarang wanita (istri shalihah) keluar tanpa izin suami, berdasarkan sabda Rasulullah berikut:<br /><br />“Tiap istri keluar tanpa izin suaminya, tetap dalam murka Allah, sehingga kembali kerumahnya atau di dumahnya atau dimaafkan oleh suaminya”, pada riwayat lain “Setiap malaikat yang ada dilangit mengutuknya dan apa saja yang dilaluinya selain manusia dan jin, sehingga kembali” (HR Khathib).<br />Namun Islam membolehkankeluar tanpa izin suami, jika menanyakan masalah hokum (Fiqh) yang berkaitan dengan agama, sementara suami tidak dapat memberikan jawaban atas pertanyaaan tersebut atau mengunjungi kedua orang tuanya. Rasulullah bersabda:<br /><br />“Sesungguhnya telah diizinkan Allah bagimu (wanita) keluar untuk sesuatu keperluan ( yang dibenarkan oleh syara’)” (HR Bukhari).<br /><br />II.2.8 Tidak Mengeraskan Suara Melebihi Suara Suami<br />Dalam Islam kita selalu dianjurkan untuk mendengar dengan baik dan tidak memotong pembicaraannya, tidak suka berdebat. Rasulullah bersabda<br /><br />“Suatu kaum sesudahku tidak akan pernah sesat, kecuali mereka salinh debat”<br />Demikian juga dalam hal mengeraskan suara, sebagaimana dalam sabda Rasulullah<br /><br />Dari Umar bin Khathab, Rasulullah bersabda: “Istri manapun yang mengeraskan suaranya melebihi saminya, mak dia dia akan mendapat laknat dari segala sesuatu yang disinari matahari”.<br /><br />II.2.9 Tidak Membantah Suaminya Dalam Kebenaran<br />Laki- laki adalah pemimpin bagi wanita. Suami adalah pemimpin dalam rumah tangganya bdan istri tidak boleh membangkang pemimpinnya (suami) dalam hal kebenaran, kecuali kemaksiatan. Rasulullah bersabda<br /><br />“Barangsiapa mentaatiku, maka sesungguhnya ia telah mentaati Allah. Dan barangsiapa membangkangku, maka sesungguhnyaia membangkang Allah. Dan barangsiapa mentaati pemimpin, maka sesungguhnya ia mentaati aku. Dan barangsiapa membangkang pemimpin, maka sesungguhnya telah membangkangku” (HR Bukhari, Muslim dan Nasa’i).<br /><br />“Seorang muslim wajib taat dan patuh kepada pemimpinnya dalam persoalan yang disikai atau yang tidak disuksi, kecuali ia memerintahkan kemaksiatan. Jiak ia memerintah kemaksiatan, maka tidak ada kewajiban patuh dan taat” (HR Khamsah).<br /><br />II.2.10 Tidak Menerima Tamu Yang Dibenci Suaminya Kedalam Rumah<br />Rasulullah bersabda<br /><br />“Tidak dihalalkan bagi seorang istri yang beriman kepada Allah untuk mengizinkan seseorang masuk ke rumah suaminya, padahal suaminya benci. Dan tidak dihalalkan dia keluar sedang suaminya tidak senang” (HR Hakim).<br /><br />III. FUNGSI WANITA SHALIHAH<br />Pada dasarnya tugas dan fungsi wanita shalihah banyak persamaannya dengan kewajiban yang dipikulkan pada suami, namum dalam hal tertentu tardapat tugas khusus yang hanya dapat dilakukan oleh wanita, sesuai karakteristik dan kodrat kewanitaannya. Secara global fungsi wanita shalihah dapat dibedakan atas tiga bagian:<br />1. Sebagai hamba Allah<br />2. Sebagai pendamping suami<br />3. Sebagai ibu rumah tangga<br /><br />III.1 Sebagai Hamba Allah<br />Wanita dan laki- laki adalah sama- sama makhluk yang diciptakan oleh Allah dan keduanya sama- sama dibebani tanggung jawab, agar hanya mengabdi kepada penciptanya. Hal ini sesuai dengan tujuan penciptaan manusia itu sendiri. Sebagaimana Allah berfirman dalam surat adz Dzariyat(51):56<br /><br />“Tidak aku ciptakan jin dan manusia, kecuali agar beribadah kepadaKu”<br />Jadi manusia diciptakan dan diturunkan ke dunia tidak lain dan tidak bukan disuruh untuk beribadah hanya kepada Allah. Sebenarnya hal ini merupakan konsekuensi dari Syahadat. Teks arab “ Tidak ada yang diibadahi kecuali Allah”<br /><br />“Katakanlah, Sesungguhnya Aku perintahkan supaya mengibadahi Allah dengan memurnikan ketaatan kepadaNya dalam melaksanakan dien”( QS.39:11)<br /><br />“Ketika Rasul- rasul dating kepada mereka dari depan dan dari belakang mereka (dengan menyerukan) Janganlah kamu mengibadahi selain Allah” (QS. 41:14)<br /><br />“Dan Kami tidak mengutus seorang rasul sebelum kamu, melainkan kami Wahyukan kepadanya bahwa tidak ada Illah melainkan Aku, maka beribadahlah kamu kepadaku.”(QS.21 25)<br />Wanita shalihah sebagi hamba Allah adalah wanita yang hanya tergantung kepada Allah dengan diiringi rasa cinta, harap dan takut, sehingga dia hanya didominir hanya oleh Allah, mau tunduk dan merendahkan diri kepada Allah. Hali ini berarti dalam sehari- harinya segala aktivitas yang dilakukan selau berdasarkan ketetapan dan peraturan Allah. Sehingga tujuan hidup benar- benar hanya untuk Allah.<br />Karena yang dituntut demikian, maka jelslah bagi kita bahwa shalat, puasa, zakat, haji dan dzikir lainnya belum cukup dikatakan sebagai ibadah yang dapat memenuhi tujuan hidup. Dan tentunya masih ada yang lain, yaitu dalam hal usaha bagaimana mengatur Negara, masyarakat, tetangga dan rumah tangga diatas syari’at islam. Juga ter4masuk tata aturan bergaul antar muslim dan non muslim, mengelolah alam sekitar dengan segala aspeknya.<br />Agar kita dapat menjadi hmba Allah seutuhnya, maka disamping melaksanakan segala aktivitas sesuai dengan ketetapan Allah juga meninggalkan sesembahan selain Allah, yaitu THOGHUT. Thaghut mempunyai banyak arti, antara lain:<br />1. Segala yang disemba selain Allah…(Imam Malik)<br />2. Segala yang melampaui batas dan garis yang telah ditetapkanoleh Allah. Adapun thoghut pada tiap kaum adalah mereka yang mereka semmbah selain Allah. Yang mereka ikuti secara membabi buta tanpa ada koreksi Allah. Dan thoghut pada penguasa adalah membuat hokum selain hokum Allah…(Ibnu Qayyim)<br />3. Syetan laknatullah (Umar bin Khathab)<br />4. Thoghut menurut al Qur’an adalah tiappemerintah (penguasa), taip pemimpin dan tokoh yang melanggarentuan- ketentuan dan hokum Allah dan tidak mengikuti kebenaran, kemudian menyuruh bawahan atau rakyatnya supaya taat kepadanya baik secara paksa atau kesadaran sendiri dengan memberikan ajaran yang merusak…(Abu “Ala al Muududi).<br />Allah berfirman dalam An-Nahl:36<br /> <br />“Sembahlah Allah saja dan jauhilah thoghut”<br />Allah mensejajarkan manusia yang menyembah thoghut sama hinanya dengan babi dan kera, sebagaiman firman-Nya al Maidah:60<br /> <br />“Katakanlah maukah aku beritahukan kepadamu tentang orang- orang yang lebih buruk pembalasannya dari (orang-orang fasik) itu disisi Allah? Yaitu orang yang dikutuk dan dimurkai Allah. Diantara mereka ada yang dijadikan kera dan babi dan orang yang menyembah thoghut”.<br />Akhwat Fillah, demikianlah fungsi yang diperankan oleh wanita shalihah sebagai hamba Allah.<br /><br />III.2 Sebagai Pendamping Suami<br />Wanita sebagai pendamping suami yang baik, tidak terlalu banyak menuntut hal keduniaan diluar batas kemampuan suami. Sebaliknya jika keluarganya dikaruniahi kelebihan rizki, ia pemurah bahkan mendorong suaminya untuk infaq khusus untuk kegiatan fie sabilillah, bukan malah mencegahnya. Ia rela menerima dan menggembirakan tamu tamu suaminya yang berdatangan untuk bertukar fikiran tentang dien. Ia pun maklum kalau suaminya sebagai pegawai Allah (mubaligh, mujahid) sering meninggalkannya. Tidak jarang pulang terlambat, karena memenuhi permintaan ummat, demi mencari muka kepada penguasa tertinggi yaitu Allah swt. Keberangkatan suami dilepas dengan senyum keikhlasan, kedatangannya pun disambut dengan wajah ceria. Demikianlah gambaran wanita sholihah sebagai pendamping suami.<br />Adapun kewajiban-kewajiban seorang pendamping suami, adalah :<br />1. Memperhatikan suami dalam setiap situasi dan kondisi<br />2. Menemaninya dalam suka dan duka<br />3. Menghiburnya dalam suka dan nestapa<br />4. Selalu menyenangkan suami yang sedih<br />5. Menjadikan sumber kasih saying, tempat bermusyawarah yang terpercaya, dan tempat berlindung yang kokoh<br />6. Menjadi harapannya bila suami putus asa<br />7. Memberi ketenangan bila suami tergoncang oleh kehidupan di sekitarnya<br />8. Ikut serta menanggung kesulitan da’wah dan penderitaannya dengan ridha dan gembira<br />9. Tidak memayahkan, tidak menggangunya<br />10. Tidak menjadikan peristiwa kecil sebagai musibah besar sehingga bias mengeruhkan suami.<br />11. Menjaga ketentraman hati suami, membantu menyelesaikan masalah<br />12. Menjadi pendorong serta penasihat dalam hal-hal kebaikan dan kebenaran.<br />Dengan menjalankan kewajiban diatas, insya allah suami akan lebih cinta dan sayang, dan selalu mengenangnya, yang pada akhirnya dia akan ridho dengan apa yang terjadi atas istrinya.<br />Rasullulah saw. Bersabda:<br /> <br />“Tiap-tiap istri yang mati dan diridhai oleh suami maka ia akan masuk surga” (HR. Al Tirmidzi dan Ibnu Majah)<br /><br />III. 3. Sebagai Ibu Rumah Tangga<br />Sebagai ibu rumah tangga wanita sholihah mempunyai tugas mengatur segala urusan rumah tangga. Dan tugas yang paling pokok adalah memelihara dan mendidik anak. Dari kedua orang tuanya. Sang ibu lebih berat tanggung jawabnya untuk mendidik anak agar menjadi anak yang shalih, yang tidak menjadi beban kesengsaraan bagi orang tua, tetapi menjadi penolong diakhirat kelak.<br /><br />III. 3.1 Sebagai Pengatur Urusan Rumah Tangga<br />Sebagai ibu rumah tangga. Wanita tidak lepas dari peran sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya. Sehingga dialah yang akan mengurusi segala kebutuhan suami dan anak-anaknya. Dan dalam hal ini tidak hanya sekedar mengurus rumah tangganya, tetapi pada akhirnya akan dimintai pertanggung jawaban atas asuhannya oleh Allah swt.<br />Rasullalah saw, Bersabda:<br /> <br />“Setiap kamu adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung jawabannya tantang kepemimpinannya. Seorang istri pemimpin dirumah suaminya dan bertanggung jawaban tentang asuhannya seorang pembantu pemimpin dalam menjaga harta majikannya dan bertanggung jawab terhadap kepemimpinanmu”. (HR. Bukhari Muslim)<br />Adapun tugas –tugas istri didalam rumah suaminya adalah:<br />1. Senantiasa memberikan rumah<br />2. Menyediakan mekanan untuk suami tanpa disusruh atau diminta<br />3. Senantiasa menyediakan makanan yang disukai suami<br />4. Senantiasa menyedikan air disisi suami<br />5. Menjahit/ menambal pakaian suami dan anak-anak<br />6. Mencuci pakaian suami dan anak-anak<br />7. Menjaga harta suami dan anak-anak, dengan memperhatikan kesuciannya<br />8. Mendidik anak-anak menjadi manusia yang beriman agar tidak membebankan ibu ayahnya diakhirat kelak<br />9. Menyiapkan barang keperluan suami<br />10. Menjadi penghibur ketika suami berada dirumah dengan member layanan yang baik<br />Seorang istri hendaknya menjadikan rumah tangga seperti surga bagi suami dan anak-anak.<br />Tanggung jawab wanita tersimpul dalam hadits Rasullalah, yang artinya:<br />“Apabila seorang wanita menunaikan kewajibannya terhadap Tuhannya, menaati suaminya dan menggerakan peralatan tenunannya, maka seolah-olah ia membaca tasbih kepada Allah terus menerus. Dan selama berkekalan tenunan itu pada pada tangannya maka seolah-olah ia sholat berjamaah. Apabila ia menjerang periuk untuk memberi makanan kepada anak-anaknya niscaya allah menggugurkan segala dosanya (kecuali dosa besar).”<br />Demikianlah Allah memberikan balasan ampun kepada wanita-wanita sholihah yang telah memenuhi tugasnya sebagaimana diterangkan dalam hadist Rasullah:<br /><br />“Dari Ibnu Mas’ud ra, dari Nabi saw, sesungguhnya beliau bersabda: jika sang istri mencuci piring suaminya, maka allah akan mencatatnya memperoleh seribu pahala, mengapai seribu dosa, mengangkat derajatnya seribu tingkatan: dan akan dimintai ampun segala sesuatu yang terkena sinar matahari.”<br /><br />III.3.2 Sebagai Pemelihara Anak<br />Anak adalah amanah yang dititipkan Allah kepada orang tua dan kelak akan dimintai pertanggungjawabannya dihadapkan hakim yang paling adil yaitu Allah swt.<br />Dalam memelihara anak, seorang ibu hendaknya menjaga makanannya dan menjaga penyusunannya hingga dewasa.<br /><br />III.3.2.1 Menjaga Makanan<br />Islam mengajarkan agar umatnya tidak memasukkan perutnya apa saja yang diharamkan oleh Allah. Karena hal itu dapat menalakakan diri sendiri. Oleh karena itu seorang ibu hendaknya membiasakan anaknya untuk tidak memakan barang haram sejak dini. Dan menguatkan tubuhnya dengan makanan yang halal. Rasullalah saw. Bersabda:<br /><br />“Setiap daging tubuh dari makanan yang haram, maka neraka lebih berhak baginya.”<br /><br />Ahli Sufi mengatakan, makanan yang dimakan seorang ibu akan menumbuhkan daging bagi ibunya sendiri dan berupa anak yang lahir.<br />Sedang makanan yang haram akan berakibat:<br /> Mengotori jiwa, sehingga tidak mendatangkan ketenangan dan ketentraman hati<br /> Berat untuk melakukan ibadah<br /> Hati menjadi kotor keras membantu sehingga membentuk pribadi jahat.<br /> Hati sulit menerima hidayah dan kebenaran<br /> Mengalami kesulitan dalam melahirkan anak.<br />Menurut ahli psikologi, anak yang lahir akibat makan barang haram, menimbulkan beberapa efek negatif:<br /> Anak mempunyai kecenderungan suka mencuri…….. (Tipe Kliptomania)<br /> Anak mempunyai kecenderungan suka minuman keras…… (Tipe Dipsomani)<br /> Anak mempunyai kecenderungan merusak…… (Tipe Pinomania)<br /> Anak mempunayi kecenderungan bersifat amoral, asossiol…… (Tipe Diffesef)<br />Itulah efek negatif dari makanan haram. Karena itu seorang harus betul-betul memperhatikan dan mejga makanan anaknya agar anak tumbuh menjadi orang yang baik dan berakhlak mulia.<br /><br />III.3.2.3 Memelihara Sampai Dewasa<br />Sebagai seorang ibu yang sholihah tidak akan mengkhianati amanah yang diberikan oleh Allah dan dia akan menyusutkan anaknya hingga batas penyusunannya. Allah berfirman dalam Al Baqarah (2): 233<br /><br />“Para ibu hendaklah menyusutkan anak-anaknya selama dua tahun penuh yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusunannya. Dan kewajiban ayah memberi makanan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kemampuannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan pemusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusutkan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu member pembayaran menurut yang patut. Bertaqwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah maha Melihat apa yang kamu kerjakan”. (QS. 2:233)<br /><br />Dan setelah anak dewasa hendaklah tetap memeliharanya dengan menceritakan jodoh dan mengawinkannya. Rasulullah saw bersabda:<br />“Setelah anak perempuan berumur 16 tahun maka kawinkanlah ia dan ketika itu ayah memegang tangannya sambil berkata, Anakku, kau telah kudidik, kuajar dan kukawinkan. Semoga aku dilindungi Allah dari bencana karena dirimu didunia dan diakhirat.”<br />Dan bagi anak lelaki, hendaklah diajar untuk mencari sumber pendapatan dan penghidupan sendiri, dengan tetap memperhatikan syariat Allah.<br />III.3.3. Sebagai Pendidik Anak<br />Setiap anak yang lahir dibekali dengan potensi yang dapat diarahkan kea rah yang baik atau ke arah yang buruk. Maka telah menjadi kewajiban orang tua untuk memanfaatkan potensi tersebut dan menyalurkannya kea rah yang diridhoi oleh Allah swt.<br /><br />“Hai orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluarga dari api neraka”. (QS. 66:6)<br />Memelihara diri dan keluarga dari api neraka adalah dengan jalan memberi pelajaran dan pendidikan yang baik terhadap anak sitri, membiasakan mereka berkelakuan dan berakhlak tinggi serta menunjukkan kepada mereke jalan yang member manfaat.<br />Setiap anak yang dilahirkan itu adalah suci, kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak yang baik dan buruk.<br /><br />“Dari Abu Huroiroh berkata ‘Nabi saw bersabda: tidak ada seorang yang lahir melainkan menurut fitrahnya, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan yahudi atau Mayusi, sebagaimana halnya binatang dilahirkan dengan sempurna”<br />Pertama kali yang didapat anak ketika lahir adalah dari ibunya. Hubungan kasih mesra dan secara otomatis ia akan mendapat didikan langsung dari ibunya. Apa saja perilaku sang ibu direkamnya lewat inderanya yang belum sempurna, mulai dari memandang ibunya tatkala menyusu, melalui rabaan alat melalui senyuman dari pandangan sama ibu terhadap anaknya. Semuanya ibu berperan terhadap anaknya menuju kedewasaan. Maka dalam hal ini seorang ibu adalah dokter bagi anaknya, seorang sarjana bagi anaknya, dan dialah yang terpandai dari pada dosen dan guru yang akan mengajar anaknya dikemudian hari.<br />Adapun perkara-perkara yang perlu dilakukan oleh pendidik terhadap anak adalah<br />1. Menanamkan aqidah tauchid terhadap anak<br />2. Menanamkan rasa cinta kepada rosul, keluargabya dan al qur’an<br />3. Melatih anak-anak mengerjakan sholet dan ibadah lainnya<br />4. Mengajarkan halal dan haram kepada anak<br />5. Mendidik akhlak<br />6. Mendidik anak agar berbakti kepada orang tua<br />7. Mengajarkan untuk memperhatikan tiga waktu aurat<br />8. Mendidik anak agar pandai mensyukuri nikmat allah<br />9. Mendidik anak dalam hal makan dan minum<br />10. Mendidik anak dalam hal perhiasan dan pakaian<br />11. Mendidik anak dalam hal tidur<br />12. Mengajarkan oleh raga dan kesehatan<br />13. Mendidik bertetangga dan bermasyarakat<br />14. Mendidik menyayangi binatang<br />15. Menyuruh anak menegakkan amar ma’ruf dan nahi munkar<br />16. Mengajarkan keoada anak-anak ilmu umum<br /><br />III.3.3.1 Menanamkan Aqidah Tauhid Terhadap Anak<br />Kewajiban pokok manusia adalah taat kepada Allah , maka nak-anak kita pun harus kita didik dengan aqidah tauchid yaitu keimanan kepada Allah swt. Tuhan yang maha Tunggal dan Maha Berkuasa atas segala-galanya.<br />Sebagai pendidik menanamkan ajaran tauchid kepada anak adalah seutama-utama kewajiban, untuk dapat mengajarkan tauchid kepada anak-anak, terlebih dalu kita harus mengetahui pentingnya pendidikan tauchid, supaya kita tidak lengah dalam menanamkan ajaran ini kepada anak-anak. Allah berfirman dalam surat Ibrahim (14): 35-36<br /><br />“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata: “Ya Rabb-ku jadikanlah negeri ini mekkah, negeri yang aman, dan jauhkan aku serta anak cucuku dari menyembah berhala. Ya Rabb-ku sesungguhnya berhala-berhala itu telah menyesatkan kebanyakan dari manusia, maka barangsiapa yang mengikutiku, sesungguhnya orang itu termasuk golonganku dan barang siapa mendurhakai aku, maka sesungguhnya engkau Maha pengampun lagi maha penyayang.”<br />Dari ayat diatas, mengucapkan permohonan nabi Ibrahim kepada Allah untuk menjaga anak keturunannya dari keyakinan yang bertentangan dengan tauchid. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya ajaran tauhid untuk disampaikan kepada anak. Karena tauchid dalam bentuknya yang murni merupakan aqidah (keyakinan yang kuat dalam jiwa) yang akan menjadi WAY OF LIFE. Sebagaimana nasihat Lukman kepada anak-anaknya yang termaktub dalam surat Lukman (31):13<br /><br />“Dan ingatlah tatkala Lukman berkata kepada anaknya: wahai ankku janganlah kamu mempersekutukan Allah, karena sesungguhnya mempersekutukan Allah itu kedzaliman yang besar.” (QS. 31:13)<br />Untuk dapat mengajarkan tauchid kepada anak dapat ditempuh dengan cara praktis, yaitu dengan:<br />1. Mengajarkan ayat-ayat al qur’an yang menerangkan tanda-tanda kekuasaan Allah dialam ini, misalnya:<br />a. Air hujan dapat menyuburkan tanaman yang telah kering atau rumput-rumput yang telah mati<br />b. Angin yang adapat dijadikan kekuatan penggerak perahu layar, kincir angin, bahkan dapat merobohkan rumah dan pohon-pohon besar<br />c. Air merupakan kebutuhan dasar makhluk hidup<br /><br />2. Mengisahkan riwayat kehancuran kaum yang durhaka kepada Allah, seperti:<br />a. Kaum fir’aun di Mesir<br />b. Kaum Namrud di Kan’an<br />c. Kaum nabi Nuh dll.<br /><br />3. Mengamati tubuh manusia sendiri <br />Bagaimana manusia dapat berjalan, melihat, mendengar, dan lain sebagainya.<br /><br />4. Menunjukkan ajaran yang serat kepada anak-anak supaya mereka tahu bahwa ajaran atau keyakinan itu bertentangan dengan tauchid, misalnya:<br />a. Tuhan dikatakan mempunyai anak<br />b. Tuhan mempunyai istri atau mempunyai ibu<br />c. Tuhan mempunyai wakil atau perantara yang disebut Dewa<br />Orang yang ingin menyembah Tuhan tidak bisa langsung tetapi melalui dewa-dewa dengan memberinya sesaji.<br />d. Kepercayaan pada binatang yang katanya mempunyai pengaruh pada nasib manusia.<br />Sedangkan waktu yang tepat untuk mendidik tauhid adalah:<br />1. Sejak anak mulai dapat berbicara (+ 2 Tahun)<br />Yaitu dengan latihan mengucapkan kata-kata Bismillah, Alhamdulilah, Astaghfirullah, Allahu Akbar, Insya Allah, Subhanallah, dan lain-lain, dan menggunakannya secara tepat. Kita ajarkan :<br />- Bismillah : kalau mau makan, minum dan masuk rumah<br />- Alhamdulilah : sesudah makan dan minum<br />- Allahu Akbar : kalau melihat hal-hal yang menajubkan<br />- Subhanallah : kalau melihat keindahan dilangit atau keindahan tumbuh-tumbuhan<br />- Insya Allah : kalau hendak memenuhi janji<br />- Astaghfirullah : kalau berbuat salah<br /><br />2. Anak sudah mencapai usia TK (+ 5 Tahun)<br />Kita ajari membaca Al-Qur’an, menghafal hadist yang pendek, menghafal nama para nabi-nabi dan rasul-nya, dan menghafal syair ketauhitan.<br />Selain menanamkan tauchid, kita juga harus menjauhkan anak-anak dari bacaan-bacaan, kaset-kaset, film yang merusak aqidah, akhlaq dan kesehatan jiwa.<br />Misal :<br />1. Dongeng Nyi Loro Kidul<br />2. Dongeng Kesaktian dewa<br />3. Kaset ntanyian berisikan cinta muda mudi, lagu-lagu persembahan pada dewa, anak tuhan, dan sebaginya.<br />4. Film yang menggambarkan kejadian-kejadian khurafat atau takhayul yang tidak ada dalam wujud ini.<br /><br />III.3.3.2 Menanamkan Rasa Cinta Kepada Rasul, Keluarga Dan Al-Qur’an<br />Rasulullah saw, bersabda:<br /><br />“Tanamkanlah kepada anak-anakmu tentang tiga hal: mencintai Nabimu, mencintai Nabimu, mencintai keluarga Nabi dan menjadikan cinta kepada al qur’an.”(HR. Dailami)<br />Hal ini dapat dilakukan dengan menceritakan kisah-kisah nabi tentang kesabarannya, ketabahannya dalam menghadapi penderitaan kesakitan dalam berdakwah yang tak mengenai putus asa. Sehingga anak menjadai pemberanian dan tak kenal menyerah sekaligus menanamkan cita-cita untuk hidup dan mati dalam berbakti kepada Allah . untuk dapat mencitai Al Qur’an, perlu diajarkan kepada anak, baik dalam membacanya ataupun memahaminya.<br /><br />III.3.3.3 Melatih Mengerjakan Sholat Dan Ibadah Lainnya<br />Cara paling tepat mendidik anak-anak mengenal Allah adalah melatih mereka mereka mengerjakan sholat. dengan cara ini kita membiasakan anak-anak untuk bersujud, walaupun mereka belum mengerti kepada siapa dan untuk apa mereka bersujud. Tapi minimal anak-anak dapat menghayati bahwa dia bersama orang tuanya bersujud bersama-sama. Sekalipun ia tidak tahu untuk siapa dan untuk apa orang tuanya bersujud pula. Namun dengan begitu sudah tertanam dihati anak . begitu sudah tertanam dihati anak, bahwa yang paling tinggi dasar dirinya bukanlah orang tuanya. Inilah yang paling penting tertanam di hati anak, bahwa orang tau pun masih tunduk kepada orang lain.<br />Karena begitu pentingnya sholat sebagai jalan menjadikan manusia untuk tunduk kepada Allah, maka nabi Ibrahim memohon kepada Allah agar dirinya dan keturunannya dijadikan sebagai orang-orang yang tetap menegakkan sholat. Hal ini tercantum dalam QS.14:40.<br /><br />“Ya Rabb-ku jadikan aku dan anak cucu orang-orang yang tetap mendirikan sholat. Ya Robb-ku perkenankan do’aku”.<br /><br />“Hai anakku, dirikanlah sholat”.<br />Memperhatikan pendidikan Ibrahim dan lukman pada anaknya yang menekankan sholat ini. Maka kita harus menyadari bahwa sholatlah yang merupakan pilar utama untuk mengisi jiwa anak-anak dalam beraqidah tauchid. Oleh karena itu Rasulullah pun memerintahkan kepada orang tua untuk mendidik anak-anaknya mengerjakan sholat ketika meraka berumur 7 tahun.<br />Rasulullah saw. Bersabda.<br /><br />“Suruhlah anak-anakmu mengerjakan sholat ketika mereka berumur 1 tahun. Dan pukullah mereka jika tidak mau mengerjakan sholat ketika mereka telah berumur 10 tahun. Dan pisahkanlah tempat tidur mereka (putra dan putri). (HR.Abu Dawud)<br />Sedangkan cara mengerjakan sholat pada anak yang berumur 7 tahun yaitu dengan mengajarkan gerak geriknya terlebih dahulu kemudian bacaannya yang paling mudah dihafal anak secara bertahap.<br />Dan apabila anak sudah bersifat mumaiyiz seperti adanya sifat malu, hendaklah diperketat pengawasan terhadapnya dan diajarkan melaksanakan hokum syariat. Anak sudah mumayiz juga wajib diajar soal-soal thoharoh (bersuci) dengan benar serta dilatih beribadah terutama sholat dan shoum (puasa).<br />Selain itu hendaknya anak-anak diajarkan membaca dan menulis Al-Qur’an, karena sejak umur 7 tahun anak wajib dididik mengerjakan sholat, sedangkan dalam sholat doa’nya dan bacaannya sebagaian dari Al Qur’an dan yang lain dari hadist-hadist Rasulullah. Oleh karena itu logis jika seseorang ibu mengajarkan membaca dan menulis alqur’an, guna memenuhi kewajiban kepada Allah.<br />Rasulullah saw bersabda:<br /><br />1. “Orang yang terbaik diantara kalian ialah orang yang mempelajari Al Qur’an dan mengajarkannya (HR. Bukhori)<br /><br />2. “Sesungguhnya orang yang didalam rongganya tiada melekat sesuatu ayat Al Qur’an, maka ia laksana rumah bobrokan.” (HR. Tirmidzi)<br /><br />3. “Adakalah janji dengan Al Qur’an ini, demi yang memegang jiwa Muhammad, Al Qur’an ini lebih cepat (dari pada seseorang) dari pada seekor onta dari tumbatannya.” ( HR. Bukhori – Muslim)<br />III. 3.3.4 Mengajarkan Halal Dan Haram Kepada Anak<br />Seorang ibu sebagai pendidik anak hendaknya mengajarkan kepada anak-anaknya mana perbuatan halan, perbuatan haram, dan mana benda halal atau yang haram. Hal ini perlu diperhatikan dalam rangka mendidik anak menjalankan syariat islam secara utuh. Bila didapati anak sedang melakukan perbuatan haram atau mengambil benda yang haram, maka wajib bagi seorang ibu mencegahnya seketika itu juga. Sebagaimana pernah dicantumkan Rasulullah dalam haditsnya:<br /><br />“Hasan bin Ali mengambil sebiji kurma dari kurma zakat. Lalu ia memasukkan ke dalam mulutnya. Kemudian Rasulullah berkata: “Wah………Wah………..Wah bungalah kurma itu! Tidakkah engkau mengetahui bahwa kita tidak boleh memakan barang zakat”. ( HR. Bukhori – Muslim).<br />Adapun hal-hal yang perlu diajarkan kepada anak adalah:<br />1. Binatang dan makanan yang haram adalah babi, bangkai, binatang yang mati tenggelam, binatang yang mati tercekik, binatang yang mati karena dibanting, binatang yang disembelih dengan tidak memotong lehernya.<br />2. minuman yang haram yaitu semua minuman yang digolongkan minuman keras, yang disebut minuman keras adalah minuman yang mengandung kadar alcohol yang memabukkan bagi orang yang sama sekali tidak pernah meminum minuman beralkohol.<br />3. barang-barang yang didapat dengan cara mencuri, menipu, korupsi, judi, undian adalah haram hukumnya.<br />4. barang-barang amanat yaitu titipan seseorang kepad kita. Barang semacam ini haram kita memanfaatkan tanpa seizing pemiliknya.<br />Sedangkan perbuatan-perbuatan haram adalah:<br />1. Mencuri 6. Menyakiti orang<br />2. Berdusta 7. Menyakiti binatang<br />3. Menipu 8. Bermusuhan dengan teman<br />4. Berjudi 9. Merusak barang orang lain<br />5. Berani kepada orang tua 10. Menggunjing orang <br />Disamping itu pada anak perlu ditanamkan perasaan malu melakukan perbuatan yang keji, tetapi malu melakukan perkara kebaikan. Dan tanamkan juga bahwa mengambil harta orang lain atau menerima pemberian orang itu tercela, hina danrendah derajatnya, karena sifat itu merupakan kebiasaan seekor anjing yang mengibaskan ekornya menunggu pemebrian orang.<br />Agar anak selalu berbuat kebajikan, ajarkanlah kepada anak tentang kabar gembira dan ancaman Allah bila melaksanakan perintahnya atau meninggalkan perintahnya, sebagaimana nasihat luqman kepada anaknya yang termaktub dalam QS. 31:16<br /><br />III.3.3.5 Mendidik Akhlaq<br />Orang tua berkewajiban membiasakan anak-anaknya berakhlaq islam yaitu dengan menegur secara spontan terhadap anak-anak yang berbuat keliru dan sekaligus membetulkannya dengan akhlaq islam. Dan disini tidak perlu membutuhkan waktu khusus, tetapi setiap soal diperlukan orang tua harus menyampikannya kepada anak-anaknya. Sebagaimana pernah dicontohkan Rosulullah dalam hadits berikut:<br /><br />“Dari Abu Hafsh bin Abi Salama, anak tiri Rasulullah saw berkata sewaktu saya anak-anak dulu tinggal dibawah asuhan Rasulullah dan pada saat itu tanganku meraih (makanan) dalam laki besar. Lalu Rasulullah saw bersabda kepadaku: Wahai bocah, sebutlah nama Allah, makanlah dengan tangan kananmu dan ambillah yang ada didepanmu, lalu untuk selanjutnya bagitulah caraku makan.” (HR. Bukhori – Muslim)<br />Hal-hal yang perlu diajarkan kepada anak agar berakhlaq islam antara lain:<br />1. Membiasakan anak-anak makan dan duduk bersama dengan orang tua diharapkan anak tahu akhlaq dan sopan santun menghargai orang lain dan akhlaq dan sopan santun menghargai orang lain dan akhlaq kepada orang tua serta mendidiknya untuk bertanggung jawab dalam menghargai hak orang lain.<br />2. masuk rumah mengucapkan salam<br />3. hendak berpergian pamit dan minta izin kepad orang tua<br />4. masuk rumah dengan kaki dulu seraya membaca basmalah<br />5. sebelum dan sesudah buang hajat membaca do’a<br />Do’a memasuki kamar kecil:<br /><br />“Ya Allah sesungguhnya aku mohon perlindungan kepadamu dari jin-jin laki-laki dan jin-jin jahat perempuan.” (HR. Bukhori – Muslim)<br />Do’a keluar dari kamar kecil<br /><br />“Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan kepadaku kelezatannya, menetapkan padaku kekuatannya dan menolak dariku penyakitnya.” (HR. Ibnu Suniy dan Al Thabraniy)<br />6. Berdo’a sebelum tidur ketika bangun<br />7. membersihkan diri atau menyimak kaki atau badanya setelah kencing atau buang air besar<br />8. menjauhkan diri dari kata-kata kotor<br />9. mendahulukan yang kanan jika berpakaian dan mendahulukan yang kiri jika melapas<br />10. berdiri apabila didatangi oleh orang yang lebih tua<br />11. tidak bermain dihadapi ibu bapak (orang tua yang lebih tua)<br />12. tidak bermain/ berlari-lari didepan orang yang sedang sholat<br />13. dan lain-lain<br /><br />III.3.3.6 Mendidik Anak Agar Berbakti Kepada Orang Tua<br /> Allah berfirman :<br /><br />“Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada kulah kembali.” (QS. 31.14) <br />Kewajiban taat kepada orang tua menempati urutan kedua setelah Allah SWT, karena itu seorang ibu wajib mengajarkan kepada anaknya agar berbakti kepada orang tuanya sejak kecil, agar tidak menjadi orang yang lalai dan lengah atas jasa orang tuanya.<br />Adapun adab dengan ibu bapak yang perlu diajarkan kepada anak adalah :<br />1. Mencium kedua tanganorang tuanya pada waktu pagi dan sebelum masuk tidur serta waktu-waktu lain yang munasabah.<br />2. Do’akan ampunan bagi mereka, seperti :<br />“Ya Allah, ampunilah dosa kedua ibu bapakku dan kasihanilah mereka sebagaimana mereka mengasihiku sejak kecil”<br />3. Tidak masuk ke dalam bilik kedua orang tuanya tanpa izin.<br />4. Meminta izin dari keduanya apabila hendak keluar rumah.<br />5. Tidak menjulurkan kaki di hadapan orang tuanya.<br />6. Tidak tidur atau berbaring, sementara ibu bapak sedang duduk melainkan mendapat izin.<br />7. Tidak memotong pembicaraan mereka.<br />8. Tidak duduk di tempat yang lebih tinggi atau lebih mulia, sedangkan ibu bapak duduk di bawah atau tempat yang lebih rendah.<br />9. Tidak berlalu di hadapan mereka kecuali setelah diizinkan.<br />10. Menjawab panggilan mereka dengan segera walaupun sedang melakukan amalan sunnah.<br />11. Bersegera melakukan suruhan dan patuh meninggalkan larangan.<br />12. Jangan mememeranjatkan mereka dengan tujuan mengusik atau bergurau.<br />13. Tidak berjalan mendahuluui mereka di siang hari, tetapi boleh di waktu malam.<br />14. Tidak menjamah hidangan makanan sebelum mereka mendahuluinya dan tidak memanjangkan tangan untuk mengambil makanan di hadapan mereka, ambil yang terdekat.<br />15. Berbincang segala masalah tanpa mengesampingkan ibu bapak dalam urusan hidup.<br />16. Bercakap dengan lemah lembut, beradab, dan merendahkan suara di hadapan mereka.<br /><br />III.3.3.7 Mengajarkan Untuk Memperhatikan Tiga Waktu Aurat<br />Yang dimaksud dengan aurat di sini ialah keadaan atau suasana ayah dan ibu bersendirian dalam kamar. Jadi pengertian tiga waktu aurat di sini ialah tiga macam waktu yang digunakan ayah dan ibu untuk beristirahat bersama-sama dalam kamar pribadi mereka sehingga mereka berpakaian sekedarnya. Tiga macam waktu itu ialah :<br />1. Saat menjelang sholat shubuh<br />2. Tengah hari<br />3. Waktu malam setelah isya’<br />Allah berfirman dalam surat An-Nur (24) : 58<br />“Wahai orang-orang yang beriman, hendaklah orang-orang yang dimiliki tangan kananmu dan mereka yang sebelum baligh diantara kaum, meminta izin kepada kamu tiga kali (yaitu) sebelum sholat shubuh dan ketika kamu meletakkan pakaian kamu di tengah hari dan sesudah sholat isya’ : tiga aurat buat kamu. Tidak ada larangan atas kamu dan mereka selain dari (tiga waktu ) itu. (Mereka) pelayan-pelayan kamu, sebagian dari kamu ( berkeperluan ) kepada sebagian. Demikianlah Allah terangkan kepadamu ayat-ayat-Nya, karena Allah itu Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. ( QS. 24 :58)<br />Pelajaran yang dapat diambil dari ketentuan ayat di atas adalah :<br />1. Seorang Ibu wajib mendidik anak-anaknya untuk mengenal waktu khusus bagi orang tua dan menjauhkan diri dari kamar ibu bapaknya selama tiga waktu aurat, yaitu dengan mewajibkan anak untuk minta izin kepada orang tua jika ingin bertemu dengan mereka. Adapun cara anak minta izin kepada ibu bapak pada saat-saat tersebut dapat dilakukan dengan :<br />• Mengucapkan salam<br />• Mengetuk pintu<br />Dan perlu diajarkan bila ibu bapak tidak mengijinkan maka anak harus pergi.<br />2. Sejak dini anak diberi pengertian untuk menghormati kepentingan orang lain sehingga ia menyadari bahwa setiap orang mempunyai waktu-waktu yang khusus dan tidak boleh diganggu orang lain.<br />3. Mengenalkan batas aurat yang halal dan haram untuk dilihat, antara anak-anak terhadap orang tuanya, sehingga mereka dapat diselamatkan dari kerancuan ketentuan aurat yang berbeda antara ajaran Islam dengan ajaran lain.<br />III. 3.3.8. Mendidik Anak Agar Pandai Mensyukuri Nikmat Allah<br />Allah berfirman :<br /><br />“Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmah kepada Lukman, yaitu bersyukurlah kepada Allah. Dan barang siapa bersyukur kepada Allah, maka ia bersyukur untuk dirinya, dan barabg siapa tidak bersyukur (kufur) maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji” (QS. 31 :13)<br /><br />“Dan ( ingatlah juga) , tatkala Rabbmu memaklumkan, sesungguhnya jika kamu bersyuku, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya adzabKu sangat pedih”<br />Hal ini dapat dilakukan dengan mengajarkan kepada anak , seperti hal-hal dibawah ini:<br />1. Membaca do’a sebelim dan sesudah makan.<br />2. Mengucapkan “ atas segala pemberian dan pertolongan orang lain.<br />3. Mengucapkan “ atas kesehatan yang diberikan Allah .<br />4. Membiasakan rajin beribadah sebagai tanda syukur kepada Allah.<br /><br />III. 3.3.9. Mendidik Anak Dalam Hal Makan Dan Minum<br />Makan dan minum merupakan aktivitas yang selalu dilakukan oleh makhluk hidup untuk mempertahankan kehidupannya. Islam mengajarkan kepada umatnya cara makan dan minum melalui sunnah Rasul. Untuk itu sebagai seorang ibu sebagai pendidik anak hendaknya mengajarkan akhlaq Islam dalam hal makan dan minum.<br />Hal-hal yang perlu diajarkan adalah :<br />1. Adab makan dan minum mengikut sunnah Rasul, diantaranya:<br />a. Mengambil makanan dan menyuap dengan cara yang benar yaitu menggunakan tangan kanan. Jangan biarkan ia menggunakan tangan kiri.<br />b. Setelah membasuh tangan lalu membaca do’a ketika memulai makan. Minimal membaca bismillah, dan yang baik membaca do’a berikut :<br />“Ya Allah berikanlah pada kami apa yang telah Engkau rizkikan kepada kami dan jagalah kami dari siksa neraka”<br />c. Jangan memulai makan sebelum orang lain memulainya.<br />d. Jangan memandang makanan dengan pandangan yang liar atau tajam.<br />e. Jangan merenung muka (bermuka masam) kepada orang yang sedang makan.<br />f. Makanan hendaknya dikunyah hancur sebelum ditelan.<br />g. Jangan sampai mengotorkan pakaian dengan makanan itu.<br />h. Sesekali biasakan tanpa lauk supaya ai tidak menganggap lauk pauk itu suatu kepastian.<br />i. Sewaktu minum janganlah menghembuskan udara ke dalam gelas.<br />j. Jika minuman itu panas, jangan dibiarkan meniup, sebaiknya didiklah mereka bersabar dan tunggu sejenak.<br />k. Gelas dipegang dengan tangan kanan.<br /><br />2. Mengingatkan anak supaya jangan banyak makan, karena itu sifat tercela seperti binatang. Anak-anak yang banyak makan, hendaknya dimarahi di hadapan anak-anak lain. Sebaliknya anak yang makan sedikit serta menjaga adab-adabnya diberi pujian yang sewajarnya. Orang yang makan sedikit mudah menerima ilmu.<br /><br />3. Mendidik anak supaya selalu berpuas hati/selalu menerima dengan makanan yang ada dan tidak cerewet.<br /><br />4. Berilah anak-anak makanan yang halal tanpa syubhat. Karena kesucian kamanan mempengaruhi roh dan jasad manusia. Sabda Rasulullah :<br /><br />“Setiap daging yang tumbuh dari makanan yang haram, api neraka adalah lebih utama baginya”<br /><br />III. 3.3.10. Mendidik Anak Dalam Hal Perhiasan Dan Pakaian<br />Salah satu sebab mental manusia mudah menjadi lemah bahkan juga serakah adalah karena kebiasaan hidup mewah. Cara hidup semacam ini dengan keras telah diperingatkan oleh Rasulullah saw. Disamping itu juga menjadi kebijaksanaan pemerintahan Islam di masa kekhilafahan Umar yang melarang rakyatnya untuk hidup mewah. Hadist-hadist berikut menerangkan tentang larangan hidup bermewah-mewah:<br /><br />1. “Dari Umar bin Khathab, ia menulis surat kepada kaum muslimin yang berdiam di Negara Parsi: “Jauhilah oleh kalian bermewah-mewah makan dan minum dan berpakaian seperti orang-orang musyrik” (HR. Bukhari dan Muslim)<br /><br />2. “Dari Mu’adz bin Jabal, dari Rasulullah, sabdanya :”jauhilah olehmu sekalian bermewah-mewah karena hamba-hamba Allah bukanlah orang yang senang bermewah-mewah” (HR. Ahmad dan Abu Nu’aim)<br />Makan, minum, berpakaian dan tempat tinggal yang bermewah-mewah merupakan suatu hal yang dapat menutup maya hati seseorang dari mengingat Allah. Hati yang jauh dari mengingat Allah lambat laun akan menjadikan seseorang terjerumus dalam kekufuran dan kemusyrikan. Sedangkan ukuran bermewah-mewah adalah ukuran lebih dari kebutuhan dasar bagi manusia untuk mempertahankan hidupnya secara layak.<br />Untuk itu, bagi seorang ibu dalam mendidik anaknya hendaknya :<br />1. Mendidik anak hidup dengan kesederhanaan dan tidak membiasakan anak-anak dengan perhiasan dan cara-cara hidup bersenang-senang dan bermewah-mewah. Sabda Rasulullah saw :<br />2. Melarang anak lelaki memakai pakaian sutera dan pakaian yang berwarna-warni karena keduanya adalah pakaian perempuan. Dan jika melihat anak lelaki memakainya hendaklah dicela.<br />3. Membiasakan anak dengan pakaian lengkap menutup aurat serta menanamkan perasaan malu kepada anak jika keluar rumah tanpa menutup aurat.<br />4. Melatih dan membiasakan anak-anak dengan pakaian yang melambangkan syiar Islam, terutama pakaian orang-orang sholih.<br />5. Mengajarkan anak-anak adab memakai pakaian dengan mendahulukan bagian kanan dan membukanya dengan mendahulukan bagian kiri.<br />6. Mengajar do’a ketika berpakaian :<br /><br />“Ya Allah sesungguhnya hamba mohon kepadaMu kebaikan pakaian ini, dan kebaikan yang ada padanya. Dan hamba mohon perlindungan kepadaMu dari kejelekan pakaian ini dan kejelekan yang ada padanya”<br />Do’a membuka pakaian:<br /><br />“Dengan nama Allah yang tiada Ilah selain Dia”<br /><br />III. 3.3.11. Mendidik Anak Dalam Hal Tidur<br />Seorang ibu yang berperan sebagai pendidik anak hendaknya tidak menidurkan anak-anak di tempat yang empuk. Ajari anak-anak supaya bersabar dengan tempat yang keras dan kasar supaya semua anggota badannya menjadi keras dan kuat serta tubuhnya tidak gemuk. Pisahkan tempat tidur anak-anak dari tempat ibu bapaknya, maksimal setelah berumur 9 tahun. Pisahkan juga tempat tiduranak laki-laki dan perempuan, setelah anak mempunyai sifat mumayyiz (rasa malu, dimana anak sudah menyadari perbedaan kelamin), ± umur 10 tahun.<br />Rasulullah saw bersabda:<br /><br />“Suruhlah anak-anakmu mengerjakan sholat ketika berumur 7 tahun. Dan pukullah mereka jika mereka tidak mau mengerjakan sholat ketika berumur 10 tahun. Dan pisahkanlah tempat tidur mereka (putra dan putri)” (HR. Abu Dawud)<br />Adapun adab tidur yang perlu diajarkan pada anak :<br />1. Berwudhu sebelum masuk tidur dan membaca do’a:<br /><br />“Dengan namaMu ya Allah aku hidup dan dengan namaMu aku mati”<br />2. Tidur mengarah ke kiblat, mengiringkan kanan dada menghadap ke kiblatatau kepala kea rah kiblat.<br />3. Jangan biasakan anak-anak tidur dalam satu selimut bersama-sama.<br />4. Ceritakan kisah-kisah nabi, para sahabat, dan orang sholih dengan niat mendidik untuk menanamkan sifat taqwa, berani, dan berakhlaq.<br />5. Latihlah anak-anak sebelum shubuh (bergantung pada umurnya)<br />6. Ajarkan do’a bangun tidur :<br /><br />“Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan kami sesudah mematikan kami dan hanya kepadaNyalah tempat kembali”<br />7. Selepas bangun tidur, cucilah tangan supaya bersih dari najis-najis yang mungkin terpegang selama tidur.<br /><br />III. 3.3.12. Mengajarkan Olah Raga Dan Kesehatan<br />Setiap orang menghendakki anak-anaknya sehat, tangkas, dan terampil fisik maupun mentalnya. Selain itu Islam juga mewajibkan kaum muslimin untuk membela agama secara fisik maupun materi. Bahkan kaum muslimin diwajibkan mempunyai kekuatan militer untuk mempertahankan diri dari serangan musuh.<br />Perintah tersebut terdapat dalam QS. Al Anfal (8) : 60<br /><br /><br />“Dan sediakanlah untuk (melawan) mereka apa-apa yang kamu bisadari kekuatan dan dari persediaan kuda-kuda yang bisa kamu tambatkan untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu meggentarkan musuh Allah, musuhmu, dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya”.<br />Selain itu Rasulullah menegaskan bahwa seorang mukmin yang kuat lebih dicintai Allah daripada seorang mukmin yang lemah.<br />Rasulullah bersabda :<br /><br />“Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah. Dalam segalanya ia lebih baik”.<br />Untuk itu Rasulullah memerintahkan kepada orangtua untuk mendidik dan mengajari anak-anaknya dengan dasar kemiliteran.<br />Rasulullah bersabda :<br /><br />“Ajarkan kepada putra-putri kalian, berenang dan memanah. Dan sebai-baik permainan bagi wanita beriman adalah di rumahnya. Jika ayah ibumu memanggil kamu, maka jawablah panggilan ibumu lebih dulu”. (HR. Ibnu Madah)<br /><br />“Ajarkan kepada putra-putri kamu memanah, karena ini merupakan (kekuatan) penolak musuh”. (HR. Dailanai)<br />Selain dikenalkan permainan ketangkasan, berenang, memanah, menembak / menggunakan pistol, menunggang kuda / naik kendaraan, anak juga perlu dilatih untuk menjaga kesehatan dengan riyadho. Adapun hal-hal yang perlu disampaikan adalah :<br />1. Pad awaktu pagi digalakkan anak-anak berjalan, bergerak dan bersenam supaya mereka tidak biasa menjadi malas.<br />2. Setelah anak-anak belajar atau mengaji, galakkan mereka bermain untuk melepas lelah, tetapi jangan biasakan mereka terburu-buru ketika keluar bermain.<br />3. Anak-anak jangan dipaksa belajar dan dilarang bermain, karena itu akan mematikan hatinya, menumpulkan otaknya dan mendatangkan rasa bosan dalam hidupnya.<br />4. Laranglah anak-anak dari suka tidur siang, karena itu menghidupkan sifat malas tetapi jangan ditahan ia dari tdur pada malam hari.<br />5. Biasakan anak-anak memakai kaus kaki ketika berjalan.<br />6. Pastikan tangan dan kuku anak-anak senantiasa dibersihkan setiap waktu.<br />7. ajari anak bersugi (gosok gigi)<br />8. Latih anak-anak berkemas sambil bermain. Sediakan tempat sampah dalam rumah. Ajar dia menyusun dan mengemaskan berang-barang yang ia sepahkan.<br />9. Bentu riaydha yang dibenarkan ialah jenis berlomba, yang dilarang adalah jenis berebut.<br /><br />III. 3.3.13 Mendidik Bertetangga Dan Bermasyarakat<br /> Allah berfirman :<br /><br />“Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia.<br />Pada ayat di atas ditegaskan oleh Allah bahwa manusia akan menjadi baik ataupun rusak tergantung ketaatannya dalam memenuhi kewajiban kepada Allah dan kepada sesame manusia, apakah ia durhaka kepada Allah dan ssesama manusia atau durhaka terhadap salah satunya.<br /> Hablum minannas, atau tali hubungan sesame manusia, dapat diperinci sebagai berikut :<br />1. Dengan orang yang seikatan kerabat<br />2. Dengan tetangganya<br />3. Dengan orang yang ajuh ; termasuk teman, tamu, orang yang bersama dalam perjalanan, orang yang menjadi bawahan kita atau atasan kita.<br />Rasulullah bersabda :<br /><br /><br />“Barangsiapa berimana kepada Allah dan hari akhirat, maka janganlah ia menyakiti tetangganya. Dan barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia memuliakan tamunya. Dan barang siapa beriman kepada allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata yang baik atau diam “. (HR. bukhori dan Muslim)<br /><br />“Wahai wanita-wanita Muslimat, janganlah seseorang tetangga merendahkan tetangga lainnya walaupun dengan melemparkan kotoran kambing ke tempatnya “. (HR. bukhori dan Muslim)<br />Dari kedua hadist di atas, menegaskan adanay kewajiban setiap muslim kepada tetangganya, yaitu :<br />1. Tidak boleh mengganggunya<br />2. Tidak boleh menghinanya<br />Sedangkan cara menghormati, dan menghargai tetangga, antara lain :<br />1. Memberinya hadiah jika ada kelebihan<br />2. tidak membangun rumah yang menghalangi hak dia untuk mendapatkan sinar matahari<br />3. Jika bau masakan kita sampai pada tetangga, hendaklah kita memberinya<br />4. Janganlah kita memamerkan oleh-oleh di depan tetangga, sekiranya kita tidak dapat memberinya sedikit dari oleh-oleh tersebut.<br />Dengan adanya kewajiban kepada tetangga ini, maka anak-anak pun wajib dididik melakukan tata cara bertetangga secara Islami. Seperti yang tertera di atas.<br />Dalam hal ini memuliakan tamu, hendaknya anak dididik untuk :<br />1. Mempersilakan tamu masuk ke rumah<br />2. Merpersilakan duduk di temapat yang baik<br />3. Memperlakukan tamu dengan akhlak mulia<br />4. Tidak boleh menyuruh tamu untuk membantu pekerjaan tuan rumah<br />5. Bila tamu berpamitan, maka antar sampai ke luar pintu<br />6. Mendoakan keselamatan dan kebaikan si tamu dalam perjalanan.<br />dengan mengucapkan<br /><br /><br />“Aku titipkan kepada Allah agamamu, amanatmu, kesudahan-kesudahan amalmu dan aku ucapkan selamat kepadamu”.<br />Dan terhadap sesama manusia hendaknya diajarkan utnuk : senantiasa berbuat baik, tidak bersikap sombong dan meremehkan orang lain. Sebagaimana Luqman menasihatkan kepada anaknya :<br /><br />“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan jangnlah kamu berjalan di muka bumi karena angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri. Dan sederhanakanlah kamu dalam berjalan, dan lunakkan suaramu, sesungguhnya seburuk-buruk suara adalah suara keledai”. (QS. 31 : 18-19)<br /><br />III.3.3.14. Mendidik Menyayangi Binatang<br />Perintah Islam untuk bersikap kasih kasih saying kepada bianatang meliputi semua binatang kecuali binatang yang membahayakan keselamatan manusia. Balasan bagi orang yang mengasihi binatang adalah diampuni dosanya oleh Allah.<br />Rasulullah bersabda :<br /><br />“Tatkala seorang sedang berjalan, lalu ia merasakan haus yang sangat, kemudian ia turun ke sumur lalu ia minum dari sumur itu, kemudian ia naik kedaratan. Tiba-tiba ia melihat seekor anjing terengah-engah sedang memakan pasir karena kehausan. Lalu orang ini berkata (dalam hatinya) : Anjing ini telah mengalami seperti yang aku alami. Lalu ia memenuhi sepatunya selopnya dengan air, kemudian ia pegang erat-erat lalu ia naik ke daratan kemudian ia meminumkan kepada anjing tersebut. Maka allah SWT bersyukur kepadanya dan mengampuni dosanya. Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah kita mendapatakan pahala dari binatang ini ?”. Sabdanya : “Pada setia jantung yang berdebar ada pahalanya”. (HR. bukhori dan Muslim)<br /><br /><br />Dalam hal ini hendaknya seorang ibu :<br />1. tidak menakut-nakuti dengan binatang tertentu<br />2. Menceritakan binatang-binatang ciptaan Allah, dengan cerita bergambar<br />3. Mengenalkan binatang-binatang ciptaan Allah, misalnya dengan mengajak ke kebun binatang atau nonton TV ‘acara flora dan fauna’<br />4. Dan lain-lain<br /><br />III.3.3.15. Menyuruh Anak Menegakkan Amar Makruf Nahi Mungkar<br /> Kewajiban amar makruf nahi mungkar di bebeankan kepada setiap orang yang mengaku dirinya beriman. Untuk itu sejak dini anak dilatih untuk berani bicara dalam kebenaran dan berani menumbangkan perbuatan bathil. Sebagaimana nasihat Luqman kepada anaknya, yang termaktub dalam QS. 31 :17<br /><br />“Hai anakku ! dirikanlah sholat, dan suruhlah mengerjakan yang baik, cegahlah perbuatan yang buruk, dan berteguh hatilah menghadapi apa yang menimpa engkau, sesungguhnya (sikap) yang demikian itu termasuk perintah yang sungguh-sungguh”. (QS. 31 :17)<br />Kepada anak-anak dapat kita latih :<br />1. supaya mereka mengajak temannya sholat<br />2. Mengajar ngaji kepada teman-temannya yang belum dapat mengaji<br />3. Mengajak untuk membiasakan ucapan salam bila bertemu di jalan atau bertamu ke rumah dan berpamitan.<br />4. Mencegah teman-temannya yang melakukan perbuatan-perbuatan tidak baik, seperti menggunjing, bermain kelereng dengan taruhan, bergurau sewaktu sholat, mempermainkan bacaan Al Qur’an, dan lain-lain.<br />5. Jika melihat temannya berani dengan orang tuanya, hendaklah ia menasihati<br />6. Saling mengingatkan sesame teman agar menjauhi perbutan buruk<br />7. Saling membantu temannya dalam mengatasi kesulitan mengerjakan ibadah atau menelaah pelajaran.<br />8. Mengingatkan teman-temannya untuk menjauhi orang-orang yang akhlaknya rusak, seperti pemabuk, penjudi, pembohong, dan sejenisnya.<br /><br />III.3.3.16 Mengajarkan Anak-Anak Ilmu-Ilmu Umum <br /> Di samping kita mendidik anak dengan pendidikan tauhid, akhlak Islam, ibadah dan cara hidup bermasyarakat secara Islam, kita juga perlu mendidiknya dengan ilmu-ilmu umum, misalnya : matematika, geografi, biologi, kimia, dan ilmu pengetahuan lainnya. Hal ini tidak lain untuk memakmurkan bumi, mengangkat keberadaan umat Islam yang selama ini tertindas, yang semestinya berperan sebagai umat yang terbaik dan pemimpin bagi umat lainnya ; dan yang tak kalah pentingnya adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah.<br />Dengan demikian ilmu-ilmu tersebut diharapkan dapat mengelola alam sekitar dengan segala aspeknya, yang hal ini merupakan bagian dari ibadah.<br />Akhwat fillah, demikianlah peranan seorang ibu sebagai pendidika anak-anaknya. Dengan diketahuinya tugas seorang wanita sholihah, diharapkan kita dapat melaksanakannya dengan baik dan mempersiapkan bekal-bekal yang diperlukan.<br /><br />IV. AKHLAK MUJAHIDAH<br />Setelah kita berbicara soal wanita sholohah yang merupakan aplikasi dari keimanannya, selanjutnya kita akan berbicara soal wanita yang brjihad di jalan allah. Yaitu sebagai mujahidah :<br /> Seorang mujahidah adalah seorang wanita yang telah beriman kepada Allah (yang telah mempunyai akhlak sebagai wanita sholihah) dan telah berhijrah dan berjihad di jalan Allah.<br />Allah berfirman :<br /><br />“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjidad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan pertolongan (kepada muhajirin), mereka itu satu dengan yang lain lindung melindungi. Dan (terhadap) orang-orang yang beriman tetapi belum berhijrah, maka tidak ada sedikitpun atasmu melindungi mereka sebelum mereka berhijrah. (Akan tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang ada perjanjian antara kamu dengan mereka. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan “. (QS.8 :72)<br /><br />“Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta brejihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah, dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan “.(QS.9 :20)<br />Kedua ayat di atas menunjukkan, bahwa orang yang berjihad di jalan Allah selalu melewati fase iman dan hijrah terlebih dahulu, demikian juga wanita yang berjihad ; mujahidah.<br /> Akhwat fillah, akhlak memang penting untuk membedakan manusia sebagai makhluk yang mulia atau makhluk yang paling hina, demikian juga akhlak darar, sangat penting utnuk membedakan antara orang beriman dan orang kafir. Sebagai seorang mujahidah yang termasuk golongan Allah (hizbullah) harus memiliki lima sifat dasar, yaitu :<br />1. Mencintai allah dan Allah mencintainya<br />2. Lemah lembut sesame mukmin<br />3. Tegaas terhadap orang kafir<br />4. Berjihad di jalan allah dan tidak takut di cela orang<br />5. Berwala’kan kepada allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan sholat, menunaikan zakat dan ruku’ (tunduk kepada Allah)<br />Sebagaimana Allah telah berfirman dalam Al Qur’an surat Al Maidah (5) : 54-56<br /><br />“ Hai orang-orang yang beriman barang siapa diantara kamu yang murtad dari agamamu, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yamg bersikap lemah lembut terhadap orang-orang yang mu’min, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan Allah Amha Luas (pemberiann-Nya) lagi Mha Mengetahui. Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya dan orang-orangyang beriman, yang mendirikan sholat dan yang menunaikan zakat seraya mereka tunduk (kepada Allah).<br />Dan barang siapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman yang menjadi penolongnya, maka sesunguhnya pengikut (agama) Allah itu lah yang pasti menang.”<br /><br />Disamping itu seorang mujahidah dalam praktek berjihad untuk menegakkan kalimat tertinggi yaitu Kalimatullah disaat-saat menghadapi tekanan dan tindasan musush-mussuh Allah, maka para mujahidah wajib mempunyai sikap moral seperti yang digunakan oleh Rasul-Nya, yaitu:<br />1. Disiplin tinggi terhadap pimpinan (taat kepada Mas’ul)<br />Dalam hal ini seorang mujahidah sanggup melaksanakan perintah mas’ul dalam batas-batas yang haq, kapan dan dimana Allah berfirman dalam surat Muhammad (47):20-21<br /><br />”Dan orang-orang yang beriman berkata: ”Mengapa tiada diturunkan suatu surat yang jelas maksudnya dan disebutkan didalamnya (perintah) perang, kamu lihat orang-orang yang ada penyakit di dalm hatinya memandang kepadamu seperti pandangan orang yang pingsan karena takut mati, dan kecelakaanlah bagi mereka.<br />Taat dan mengucapkan perkataan yang baik (adalah lebih baik bagi mereka ) Apabila tetap perintah pernag (mereka tidak menyukainya). Tetapi jikalau mereka benar (imannya) terhadap Allah, niscaya yang demikian itu lebih baik bagi mereka.”<br />Demikian juga Rasulullah SAW beliau telah memerintahkan agar mujahid/mujahidah siap mentaati pimpinan selama tidak diperintah untuk ma’siat. Sebagaimana dalam hadistnya” beliau bersabda<br /><br /> ”Wajib atas seorang muslim untuk mendengar dan mentaati (pemimpinnya) dalam segala hal, baik ia suka atau tidak. Kecuali bila ia diperintahkan untukberbuat maksiat, maka tidak boleh mendengar dan mentaati.”( HR. Khamsah)<br />Ditegaskan pula bahwa, mentaati perintah pemimpin yang benar berarti mentaati Rasul, dan mentaati Rasul berarti mentaati Allah, sebagaiman dalam haditsnya Rasulullah SAW bersabda<br /><br />”Barang sipa mentaati aku berarti mentaati Allah, dan barangsiapa membangkangku berarti membangkang Allah. Dan barang sipa mentaai pemimpin berarti mentaati aku dan barang siapa membangkang pemimpin berarti/ durhaka kepadaku. ” (HR. Bukhari-Muslim dan Nasa’i)<br />Selanjutnya Rasulullah SAW menegaskan bahwa barang siapa yang berani meninggalkan ketaatan kepada pimpinan dan meninggalkan jama’ah (memisahkan diri/ keluar) lalu ia mati saat itu , maka matinya adalah meti jahiliyah. Beliau bersabda :<br /><br />”Barang siapa membangkang dan memisahkan diri dari jamaah, kemudian ia mati, maka ia mti dalam keadaan jahiliyah.” ( HR. Bukhari-Muslim )<br />Rasulullah SAW juga pernah menyatakan, bahwa dalam mentaati pemimpin baik kita suka kepadanya atau tidak kita wajib mendengar dan mentaati peritahnya.hal ini termaktub dalam hadistnya yang berbunyi:<br /><br />”Dengarkamlah oleh kalian dan taatilah (perintah dan nasihat pimpinan) walaupun yang memimpin kalian seorang hamba Habsyi ( Afrika) yang kepalanya sepeti biji kismis, selama ia tetap menegakkan kitab Allah diantara kalian( HR. Bukhari)<br /><br />2. Yaqin dengan seyakin-yakinnya bahwa ajal kematian itu semata-mata karena ketetapan Allah bukan karena sebab-sebab di luar itu<br />Jadi seorang mujahidah harus yakin bahwa perang tidak mempercpat kematian dan dami tidak memperlambat kematian. Allah berfirman<br /><br />” Orang-orang uyang mengatakan kepada saudara-saudaranya dan mereka tidak turut pergi berperang: ”sekiranya mereka mengikuti kita, tentulah mereka tidak akan terbunuh: Katakanlah, ” Tolaklah kematian itu dari dirimu, jika kamu orang-orang yamg benar.” (QS. 3: 168)<br />”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu seperti orang-orang kafir (orang-orang minafik) itu yang mengatakan kepada saudara mereka mengadakan perjalanan di muka bumi atau mereka tidak mati dan tidak dibunuh, Akibat (dari perkataan dan mereka ) yang demikian itu, Allah menimbulkan ras apenyesalan yang sangat di dalam hati merka. Allah menghidupkan dan mematikan. Dan Allah ,elihat apa yang kamu kerjakan.”(QS. 3:156)<br /><br />3. Yakin-seyakinnya bahwa kemenangan adalah hanya karena pertolongan Allah, tidak ada hubungannya dngan banyak atau sedikitnya lawan atau perlengkapan senjata. Alah SWT berfirman:<br /><br />”Jika Allah menolong kamu, maka tidak ada orang yang dapat mengatakan kamu, jika Allah membiarkan kamu ( tidak memberi pertolongan ) maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu selain dari Allah sesudah itu? Karena itu hendaklah kepada Allah saj orang-orang mukmin bertawakkal.”(QS. 3: 150)<br /><br />” Sesungguhnya Allah telah menolong kamu (hai para mukmin ) di medan peperangan yang banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu diwaktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlahmu maka jumlah yang banyak itu tidak dapat memberi manfaat kepadamu sedikitpun, dan bumi yang luas itu teras sempit olehmu kemudian kamu lari ke belakang dengan becerai-berai.<br />Sedangkan untuk memperoleh pertolongan Allah, para mujahid wajib membulatkan niat bahwa jiwanya hanya semata-mata untuk menolong Islam saja. Sebagaimana pesan Allah dalam surat Muhammad (47): 7<br /> <br />”Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama ) Allah niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.”(QS. 47: 7)<br /> Berfirman pula Allah dalam surat Al-Hajj(22): 39-41<br /><br />” Telah dijanjikan (berperang ) bagi orang yang diperangi, karena sesunguhnya merak telah dianiaya. Dan sesunguhnya Allah benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu.<br />(yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali mereka berkata,” Tuhan kami hanyalah Allah” Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentualh telah dirobohkan biara-baira Nasrani, gereja-gereja dan rumah-rumah ibadat oarng Yahudi dan mesjid-mesjid yang didalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya allah pasti menolong orang yang menolong (agama)Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.<br />(yaitu orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya merka menunaikan shola, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma’ruf dan mencegah dari perbuatan ynag munkar dan kepad Allahlah kembali segal urusan. (QS. 22:39-41)<br /><br />4. Sangat cinta dan gemar mati syahid<br />Oleh karena itu dalam berjihad yang dicari adalah mati sayhid bukamn malah menghindari mati karena ingin hidup, dengan berkhianat. Karena ia yakin dengan seyakin-yakinnya bahwa kematian yang baik adalah mati syahid<br />Jabir meriwayatkan, ada seseorang yang semangat berjihad tanpa menunda-nunda waktu, karena ia tahu tempatnya adalah di surga.<br /><br />” Dari Jabir ra. Katanya: ” Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah SAW, ”Dimana tempatku, ya Rasulullah? Jawab Nabi SAW di Surga! ’Orang itu langsung membuang kurma yang dipegangnya. Kemudian maju bertempur sehingga ia gugur. ” Dalam hadist TIDAK TERBACA dinyatakan bahwa peristiwa orang itu terjadi dalam perang uhud.”(HR. Muslim)<br />Begitu ulamanya orang yang mati syahid, sampai-sampai orang yang telah di surga ingin kembali ke dunia untuk syahid di dunia sampai sepuluh kali. Sebagaimana yang telah digambarkan Rasulullah SAW dalam hadisnya,<br /><br />Dari Anas bin Malik r.a dari Nabi SAW sabdanya: Tidak satu pun orang yang telah masuk surga ingin hendak kembali ke dunia walaupunseluruh bumi ini diberikan kepadanya, kecuali orang-orang mati syahid.Orang yang mati syahid ingin kembali ke dunia, lalu ia gugur (syahid) di dunia sampai sepuluh kali, karena dia telah menyaksikan bagaimana mulianyaorang mati syahid.” (HR. Muslim) <br />Dijelaskan pula oleh Rasulullah SAW bahwa syahid di jalan Allah menghapus dosa sebagaimana dalam hadist yang diriwayatkan oleh Abu Qutadah r.a.<br /><br />TIDAK ADA LANJUTANNNYA<br />6. Hanya meniuggalkan niat, yaitu jihad hanya untuk menegakkan kalimat Allah<br /> Sebagimana mujahidah tidak layak jika dalam berjihad mengharap pujian orang, kemewahan kehidupan dunia, ketentraman dan kebahagiaan hidup di dunia., karena Allah telah menerangkan bahwa,<br /><br />”Karena itu, hendaklah orang-orang yang menukar kehidupan akhirat berperang di jalan Allah. Barangsiapa yang berperang di jalan Allah, lalu ia gugur atau memperoleh kemenangan maka kelak akan kami berikan kepadanya pahala yang besar.” (QS. 4: 74)<br />Demikian juga dengan Rasulullah SAW, telah menjelaskan dalam haditsnya yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah<br /><br />”Dari Abu Hurairah r.a katanya: Mati ( Bin Qais Al Hazami ), seorang penduduk syam, bertanya kepadanya, ”Wahai Tuan Guru! Ajarkanlah kepada kami hadits yang anda dengar dari Rasulullah SAW: jawab abu Hurairah, ’Baik! Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: Orang yang pertama-tama diadili kelak di hari kiamat, ialah orang yang mati syahid. Orang itu dihadapkan ke pengadilan, lalu diinatkan kepadanya nikmat-nikmat yang elah diperolehnya, maka dia mengakuiny. Tanya ,’ Apakah yang engkau perbuatan dengan nikmat itu ? jawab,’Aku berperang untuk agama Allah sehingga aku mati syahid , ’Firman Allah ”Engkau dusta! Sesungguhnya engakau perang supaya dikatakan gagah berani. Dan gelar itu telah engkau peroleh,’Kemudian dia disuruh TIDAK TERBACA dengan muka telungkup lalu dilemparkan ke neraka.”(HR. Muslim )<br /><br />7. Apabila mendengar isu dari langsung dilaporkan kepada pemimpin dan tidak disebarkan isu itu kecuali dengan izin pemimpin.<br />Hal ini perlu dilakukan oleh mujahid/ mujahidah, karena isu itu belum tentu benarnya dan masih perlu di cek, dan pemimpinlah yang berhak mengecek, dan mengumumkan benar tidaknya isu tersebut. Sebagaimana telah dilaporkan oleh Allah dalam firman-Nya:<br /><br />” Dua apabila datang kepad Allah mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, merka lau menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkan nya kepada Rasul dan Ulil Amri diantara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kenbenarannya ( akan dapat ) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri) kalau tidaklah karena karunia Allah kepada kamu tentulah kamu mengikuti syait, kecuali sebagian kecil saja ( diantaramu),” (QS. 4: 83)<br /><br />8. Tetap semangat dan tidak mudah lemah apalagi putus asa. Allah berfirman<br /> <br />”Janganlah kamu berhati lemah dalam mengejar mereka (musuhmu). Jika kamu emnderita kesakitan, maka sesungguhnya mereka pun menderita kesakitan (pula), sebagaimana kamu menderitanya, sedang kamu mengharap dari pada Allah apayang tidak mereka harapkan. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana .”(QS.4:104)<br />Seorang Mujahid dilarang keras lemah dan lesu dalam memikul tugas jihad bahkan dilarang damai yang menunjukkan kerendahannya dan kehinaan, karena sebenarntya Mujahidlah yang lebih tinggi di sisi Allah<br />Allah berfirman<br /> <br />” Janganlah kamu lemah dan minta damai padahal kamulah yang diatas dan llah (pun) beserta kamu dan dia sekali-kali tidak akan mengurangi (pahala) amal-amalmu.” (QS.47:35)<br /><br />Oleh karena itu, tingkatkan jihadmu wahai para mujahid dan mujahidah untuk membela islam dari rong-rongan musuh Allah dan disitulah kelak hidupmu.<br /><br />9. Berketetapan hati dalam menghadapi musuh, dan tidak mundur setapak pun kecuali untuk mengatur siasat dan menggabungkan diri dengan penukaran lain.<br />Demikian juga seseorang mujahidah, janganlah kita mundur hanya karena ujian yang telah diberikan kepada kita, tapi tetaplah tegar dan rapatkan shof agar tidak gentar dan hilang kekuatan.<br />Allah SWT berfirman:<br /><br />” Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu memerangi pasukan (musuh) maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung<br />Dan taatilah kepada Allah dan Rasul-Nya dang janganlah kamu berbentah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatan dan bersalah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang sabar.”(QS8:45-46)<br /><br />10. Mencintai jihad lebih dari cintanya kepada ayah, anak harta, istri dan rumahnya. Kepentingan Jihad Fisabilillah di taruh atas kepentingan segala-galanya.<br />Sebagai seorang mujahidah yang berjamaah, tentunya dalam hal ini lebih mementingkan kepentinagn jamaahdari pada kepentinagn pribadi. Allah berfirman :<br /><br />” Katakanlah jika bapak-bapak, anak-anak, saudara- saudara, istri-istri kamu keluargamu, harta kekayaan yang kamu ushakan perniagaan yang khawatiri kerugiannya dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalh lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul dan dari berjihad di jalan-Nya maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasiq.”(QS.9:24)<br /><br />Demikian sepuluh sikap mental para mujahid dan mujahidah yang perlu ditanamkan dan dimiliki dalam rangka menghadapi tekanan dan tindasan musuh-mush Allah.<br />Conth bentuk praktis akhlaq mujahidah yang perlu dilakukan oleh para mujahidah sebelum kita, adalah:<br />1. Asma’binti Umar (istri dari para pemimpin :Ja’far bin Abi thalib –Abu Bakar As-shidiq –Ali bin Abi Thalib pendapatnaya yang matang dengan kata-katanya yang tegas dan berbobot bijaksana dalam menyeleseikan maslah dan sabar dalam menerima bentuk musibah dan ujian.<br />2. Khadijah Al-Kubra istri Rasulullah SAW), beliau pendamping suami yang dengan kata-katanya hati menjadi tenang dan percaya diri, tidak segan-segan mengorabnkan hartanya dan menyongkong da’wah dari berbagi segi<br />3. Zumairah (budak Abu Jahal ), Dengan tabah dan istiqomah menjalani siksaan dan sangat yakin akan pertolongan Allah<br />4. Masikah At-Ta’ibah, Wanit ayang teguh dan tegar dengan keimanannya dan hanya mengharap ridha Allah dalam menjalani siksaan <br />5. Hajar (ibu para Nabi, istri Nabi Ibrahim), Beliau contoh wanita yang istiqomah dengan ketaqwaannya dan ikhlas menerima perintah Allah<br />6. Asiyah (istri Fira’un), Dengan senyuman bahagia beliau menjalani semua derita dan dengan teguh hati beliau menghadapi ujian dan siksaan orang-orang dzalim<br />7. Bnnan at-Thanthawi istri Isham Ath-Thar (Mujahidah saat sekarang), Beliau adalah wanita yang sama sekali tidak takut celaan orang dan hinaan orang, memberi semangat kepada suami, meneguhkan hati suami saat dipenjara dengan tidak mengeluh kesusahannya bahkan menunjukkan kesanggupan hidup serta mengurusi anak-anaknya, dan tidak takut mati serta mementingkan keselamatan suami daripada dirinya sendiri<br /><br />Berikut ini tugas para mujahid dan mujahidah yang dianjurkan oleh syekh Hasab Al Banna:<br />1. Jujurlah selalu jangan sekali-kali berdusta<br />2. Jadilah pemberani dan tabah, katakan kebenaran walau kamu membencinya, jaga rahasia, akui kesalahan secara ksatria dan kendalikan diri di waktu kamu marah<br />3. Tepati janji-janjimu dan jangan sekali-sekali melanggarnya<br />4. Hiduplah sederhana dengan kemampuan<br />5. Selalu serius dan penuh keyakinan, namun tetaplah tersenyum dan berkeyakinan yang wajar, serta<br />6. Jadilah pemaaf, kasihanilah sesama manusia dan sayangilah binatang, berlaku baik kepada yang muda dan hormat kepada yang tua. Luangkan tempat-tempat bagi saudara-saudaramu didalam majelis, jangan gaduh dan mintalah izin ketika kamu masuk dan ketika kamu keluar<br />7. Berlaku adil dalam memutuskan sesuatu, tidak terbakar oleh kemarahan dan terbujuk rayuan kenikmatan. Dendamnya tidak menghalangi terima kasih. Katakanlah yang benar walaupun pahit biarpun mengenai dirimu sendiri atau mengenai orang-orang yang akrab denganmu.<br />8. Hindari praktek-praktek riba di dalam transaksi-transaksi dab sucikanlah langkahmu dari sentuhan riba<br />9. Perhatikanlah segala apa yang kamu makan, jelas bukanlah yang diharamkan oleh Allah<br />10. Kurangi kopi, teh dan minuman-minuman penyegar lain<br />11. Sama sekali jauhilah segala jenis minuman keras dan benda-benda yang memabukkan lainnya<br />12. Jagalah kebersihan dan kerapian diri, pakaian, makanan, rumah dan tempat bekerjamu<br />13. Jagalah kesehatan badanmu, selalu chek up dan obati segera setiap merasa sakit. Berlatih bela diri dan jauhilah semua penyebab kelemahan badan<br />14. Sempurnakan kemurnian dan kebersihan dirimu, usahakanlah selalu dalam keadaan suci/ berwudu senantiasa<br />15. Sempurnakan sholatmu dan usahakan melaksanakannya tepat pada waktunya juga usahakan sholat berjamaah sesering mungkin<br />16. Ingatlah selalu kepada Allah SWT, kerjakanlah keridhoannya, dekatkan diri kepada-Nya dengan sholat tahajud di tengah malam ,berpuasa minimal 3 hari setiap bulan. Berdzikir mengagungkan nama-Nya serta sholawat kepada Nabi SAW<br />17. Sempurnakan puasa dibulan Ramadhan dan pergilah menunaikan haji di ka’bah Baitullah bila mampu, bila tidak mampu jadikanlah haji sebagia cita-cita hidupmu dan bekerja keraslah untuk mencapainya<br />18. Bayarlah zakat/ infaq betapun sedikitnya penghasilanmu dengan penuh kesadaran bahwa itu adalah hak kaum fakir miskin yang terselip dihartamu<br />19. Sering-seringlah beristighfar dan bertaubat minta ampunan Allah atas dosa-dosa mu. Usahakan menghindari dosa-dosa kecil di samping dosa-dosa besar. Sediakan waktu satu jam sebelum tidur untuk self corection, mawas diri atas perbuatan-perbuatan baik dan burukmu sehari tadi<br />20. Bacalah Al-Quran setiap hari, usahakan khatam dalam sebulan<br />21. Telitilah bacaan dan terjemhannya dengan seksama di waktu luang. Pelajarilah kehidupan sehari-hari Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya. Hafalkan minimal 40 hadist dan perdalam pengetahuan tentang prinsip-prinsip aqidah tentang hukum Islam<br />22. Giatlah membaca dan menulis. Milikilah perpustakaan pribadi walaupun kecil-kecilan. Selamilah ilmu dalam-dalam ilmu kejuruan dan keahlian, disamping itu tambahlah pengetahuan dengan ilmu agama. Sehingga dapat memecahkan persoalan yang timbul dalam kehidupan sehari-hari <br />23. Dirikanlah perusahaan biarpun dirimu telah kaya, dan biarpun kecil-kecilan bagi yang tidak kaya, betapapun sibuknya dengan tugas-tugas kamu, dan walaupun kamu hanya condong ke maslah-masalah ilmiah saja. Ingatlah Nabi pun berdagang di sela-sela kesibukannya <br />24. Kerjakan tugasmu sesempurna mungkin, jauhi kecurangan dan mencuri besar atau kecil. Taati jadwal dan jangan terlambat masuk kerja<br />25. ?Hindari teman-teman yang korup dan lingkungan pergaulan yang jahat, jauhi tempat-tempat dosa dan maksiat<br />26. Jangan kunjungi tempat-tempat hiburan dan permainan yang melalaikan jauhi segala bentuk kemewahan untuk mencegahmu menjadi lembek dan malas<br />27. Hindari segala macam perjudia, betapapun menarik hadiahnya dan jauhilah cara yang menarik keuntungan yang menyimpang walaupun cepat hasilnya<br />28. Penuhi kewajiban-kewajiban terhadap saudaramu yakni kasih sayang menolong, mengutamakan, mendahulukan mereka bersilaturahmi secara teratur dan pasti kecuali sebab-sebab yang tak teratasi<br />29. Tuntutlah hak-hakmu dengan gigih dan sopan di lain pihak bayarlah hak-hak orang lain dengan segera tanpa dikurangi atau dipotong<br />30. Bantuan badan-badan dan lembaga-lembaga Islam, Usahakanlah uangmu jatuh kepada saudaramu sesama muslim, berbelanjalah pada orang Islam. Dahulukan mereka dalam setiap bussines dan segala urusan daripada orang lain <br />31. Libatkanlah dirimu secara aktif dan bergairah dalam kegiatan amal-amal sholih. Kunjungilah yang sakit, tolonglah yang membutuhkan, bantulah yang lemah, ringankan penderitaan walaupun dengan secercah senyum dan kata-kata hiburan<br />32. Serukanlah ajaran Islam dimana saja kamu berada jangan pernah terlepas dari masalah-masalah agama Islam dan jadikanlah dirimu laksana prajurit di barak yang sedang siap siaga menunggu komando<br />33. Usahakanlah menghidupkan kebiasaan Islam yang saat ini banyak ditinggalkan orang seperti: ucapan salam, berdoa sebelum dan sesudah saat makan dan minum saat berangkat dan tiba, dan ucapan-ucapan saat gembira dan sedih senantiasa berbusana muslim dan tidaklah mencontoh kepada selainnya<br />34. Tinggalkan organisasi-organisasi dan lembaga-lembaga, sekolah-sekolah, surat-surat kabar yang menyalahi hukum Islam<br />35. Jangan mengejar-ngejar keduniaan, mernjadi pegawai negeri, karena penghasilan pegawai negeri itu sedikit, bila harus jujur, tetapi jangan pula terus mengharamkannya, kecuali bila mereka terang-terangan memusuhi agama Allah<br />36. Pupuklah semangat jihad dan gandrung untuk mati syahid dijalan Allah serta bersiap-siap untuk itu<br />37. Hindari organisasi-organisasi dan kegiatan-kegiatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan-tujuan sucimu<br />38. Berjunglah menundukkan nafsu sampai dapat kamu kuasai/ kendalikan emosi, salurkan dorongan seksual pada jalan yang benar dan yang halal<br /><br /><br />Akhwat Fillah, demikainlah uraian dan rincian akhlaq mujahidah, semoga kita dapat memilikinya sehingga kita menjadi seorang mujahidah sejati. Amienghozinhttp://www.blogger.com/profile/09190111902987610755noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3982074334405547271.post-73738102123367085942009-04-24T05:25:00.000-07:002009-04-24T05:38:14.081-07:00wasiat imam samudra untuk para mujahidin<div style="text-align: justify;"><div style="text-align: center;"><ul><li></li><li>Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh</li><li>Segala puji hanya milik Allah, sesembahan seluruh makhluk dan shalawat kepada Rasul akhir zaman, Muhammad Shalallohu’alaihi Wassalam.</li><li>Telah kuterima suratmu saudaraku, diantara gerimis hujatan dan cercaan para penguasa dzolim. Sepucuk suratmu telah membangkitkan perasaan dan semangatku. Dari balik jeruji besi ini, aku sampaikan bahwa aku baik dan selalu dalam lindungan Allah, Pemelihara alam semesta dan sesembahan segala makhluk. Tiada kenikmatan yang mampu aku rasakan kecuali dalam jeruji ini. Satu kenikmatan yang hanya aku yang mampu merasakannya.</li><li>Akhi, aku wasiatkan kepada antum dan seluruh umat Islam yang telah mengazzamkan dirinya kepada JIHAD dan MATI SYAHID untuk terus berjihad dan bertempur melawan syetan akbar, Amerika dan Yahudi Laknat.</li><li>Akhi, jagalah selalu amalan wajib dan sunnah harian antum. Sebab dengan itulah kita berjihad dan sebab itulah kita mendapat rizki mati syahid. Janganlah anggap remeh amalan sunnah akhi, sebab itulah yang akan menyelamatkan kita dari bahaya futur dan malas hati.</li><li>Akhi, jagalah shalat malammu kepada Allah azza wa jalla. Selalulah isi malam-malammu dengan sujud kepada-Nya dan pasrahkan diri antum sepenuhnya kepada kekuasaan-Nya. Ingatlah akhi, tiada kemenangan melainkan dari Allah semata.</li><li>Ingatlah selalu akan janji kita, untuk selalu membentuk generasi pengganti. Satu generasi yang mereka mencintai kematian sebagaimana musuh-musuh Allah mencintai kehidupan. Bangkitkan generasi yang siap menjadi pasukan-pasukan Allah. Binalah suatu generasi yang mereka siap selalu untuk menjadi manusia penghancur kekafiran dan kebathilan. Bangunkan pemuda yang siap menjadi pasukan syahid yang akan menggentarkan musuh Allah, musuh Islam, dan musuh kaum Muslimin.</li><li>Kepada antum yang telah mengikrarkan dirinya untuk bertempur habis-habisan melawan anjing-anjing kekafiran, ingatlah perang belumlah usai. Justru saat inilah baru dimulai peperangan yang sesungguhnya. Lakukanlah aksi-aksi syahid di manapun antum semua berada. Janganlah takut cercaan orang-orang yang suka mencela, sebab Allah di belakang kita akhi. Jikalau teror yang selama ini kita lakukan membuat gentar dan takut, maka teruslah lakukan ke atas semua kepentingan musuh kita. Janganlah kalian bedakan antara sipil kafir dengan tentara kafir. Sebab yang ada dalam Islam hanyalah dua, ia adalah ISLAM atau KAFIR. Tidak ada beda antara sipil kafir dengan tentaranya. Jika kalian mampu membunuh troop-troop mereka, itu lebih baik bagi kalian daripada ibadah sunnah kalian.</li><li>Akhi, bersabarlah dengan semua ujian yeng menimpa kita ini. Ingatlah semakin berat ujian ini, semakin dekat pula pertolongan Allah untuk pasukan kita. Buatlah sehingga orang-orang kafir itu tidak kerasan dengan kekafiran mereka di muka bumi ini. Jadikan darah mereka seperti darah anjing yang hina dina. Lakukanlah teror atas mereka sebagaimana mereka melakukan teror dan pembantaian atas saudara kita di Palestina, Afghanistan dan seluruh penjuru bumi. Jika mereka membantai satu saudara kita, bantailah seratus orang dari mereka. Jika mereka membantai sepuluh orang saudara kita, bantailah seribu orang dari mereka, atau bahkan kalau bisa lebih dari itu.</li><li>Akhi, jadikan hidup antum penuh dengan pembunuhan terhadap orang-orang kafir. Bukankah Allah telah memerintahkan kita untuk membunuh mereka semuanya, sebagaimana mereka telah membunuh kita dan saudara kita semuanya. Bercita-citalah menjadi penjagal orang-orang kafir. Didiklah anak cucu antum menjadi penjagal dan teroris bagi seluruh orang-orang kafir. Sungguh akhi, predikat itu lebih baik bagi kita daripada predikat seorang muslim tetapi tidak peduli dengan darah saudaranya yang dibantai oleh kafirin laknat. Sungguh gelar teroris itu lebih mulia daripada gelar ulama namun mereka justru menjadi penjaga benteng kekafiran. Sungguh sebutan teroris itu lebih berharga daripada gelar penguasa muslim, namun mereka justru menjadi mesin pembantai kaum Muslimin. Jika kalian membenci dan memusuhi gelar yang diberikan oleh musuh Allah terhadap kita, maka melalui jalan mana lagi kita akan masuk jannah.</li><li>Ingatlah akhi, Jannah itu diraih dengan jalan pedang dan pertempuran. Jannah itu diraih dengan darah dan air mata. Jannah itu diraih dengan pembantaian dan kebinasaan. Islam itu ditegakkan dengan perang dan simbahan darah dan air mata. Tidaklah Islam itu jaya melainkan berdiri di atas darah dan tulang belulang para syuhada. Maka, jika kalian tidak sempat mengecap kemenangan Islam, maka kalian akan mengecap nikmatnya Jannah yang telah dijanjikan Allah kepada para pembela dan pengawal Islam.</li><li>Ingatlah selalu penderitaan orang-orang tua kita. Kenanglah selalu jerit tangis anak-anak kita. Janganlah hapus dari ingatan antum pencabulan yang dilakukan oleh orang-orang kafir terhadap Muslimah kita. Berjanjilah untuk membalasnya akhi. Berjanjilah, bunuhlah para pemimpin orang-orang kafir itu. Hancurkan kesombongan mereka dan hinakan harga diri mereka. Janganlah kalian berhenti memerangi mereka hingga Islam menang atau antum hancur dalam peperangan. Aku akan selalu berdo’a untuk kemenangan Islam, kemenangan antum dan kemenangan pasukan kita, di antara hardikan dan cambukan anjing sipir penjara.</li><li>Sekian saja akhi. Bersabarlah dan selalu istiqomah. Alloh di belakang kita, masa depan milik Islam. Allahu Akbar…Allahu Akbar dan kekuatan hanya milik Allah semata.</li><li>Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh</li><li>Dari saudaramu FATIH, di antara jeruji besi penguasa kafir Indonesia.</li><li></li></ul></div><br /></div><div style="text-align: center;"><br /></div>ghozinhttp://www.blogger.com/profile/09190111902987610755noreply@blogger.com0